Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borell, pada Senin (21/3), mengatakan bahwa dia telah memerintahkan penangguhan pelatihan tempur bagi tentara di Mali sampai pihaknya menerima jaminan dari pemerintah di sana bahwa para peserta pelatihan tidak akan bekerja dengan tentara bayaran Rusia.
Pasukan pemberontak Mali telah melancarkan dua kudeta militer dalam beberapa tahun ini. Junta telah menunda pemilu untuk mengantarkan pemerintahan sipil, dan Uni Eropa khawatir bahwa para pemimpin Mali bekerja dengan tentara bayaran dari Grup Wagner, yang dituduh melakukan pelanggaran hak asasi di wilayah Afrika dan Timur Tengah.
BACA JUGA: Human Rights Watch Kecam Lonjakan Pembunuhan Warga Sipil di MaliBlok beranggotakan 27 negara itu telah melatih angkatan bersenjata Mali sejak 2013. Mereka berencana terus melakukannya meskipun terjadi ketidakstabilan dan pergolakan politik di negara itu sejak 2012.
"Jelas, misi pelatihan kami tidak bisa disangkutkan, dengan cara apa pun, dalam kegiatan yang akan mempertanyakan reputasi Uni Eropa," kata Borrell kepada wartawan setelah memimpin pertemuan para menteri luar negeri blok itu.
Lebih dari 107 warga sipil tewas dalam beberapa bulan ini di Mali dalam serangan oleh tentara dan kelompok jihadis yang terkait dengan al-Qaeda dan kelompok ISIS, kata Human Rights Watch dalam laporan pekan lalu. Tentara Mali bertanggung jawab atas setidaknya 71 kematian yang tercatat sejak Desember 2021, kata organisasi HAM internasional itu.
BACA JUGA: Rusia Perkuat Koneksinya di AfrikaTentara Mali membantah sebagian laporan itu, sementara menambahkan bahwa mereka sedang menyelidiki sejumlah serangan dan tuduhan. Tentara telah dituduh melakukan pelanggaran terhadap warga sipil di bagian barat daya dan tengah dari Mali ketika berusaha membendung kekerasan jihadis yang telah melakukan serangan selama hampir 10 tahun. [ka/lt]