Untuk waktu yang singkat, sebelum Beijing melarang aplikasi obrolan audio Clubhouse, warga China yang gemar dan akrab teknologi bergabung untuk membahas topik-topik yang biasanya dihindari.
Misalnya penempatan warga Uighur di kamp konsentrasi di Xinjiang, gerakan pro-demokrasi Hong Kong, dan protes Alun-Alun TienAnMen pada 1989, dan menyerap pandangan-pandangan dan informasi yang jauh dari batasan-batasan Partai Komunis.
Tidak seperti cuitan Twitter, tidak ada catatan publik dari pesan-pesan audio yang diunggah di aplikasi tersebut. Menurut blog Stanford Internet Observatory, hal itu yang menyulitkan pemantauan resmi.
Hanya segelintir penduduk China punya akses ke Clubhouse. Hanya calon pengguna yang mendapat undangan yang bisa mengakses aplikasi itu. Di China akses ini semakin dibatasi karena pengguna harus memiliki IPhone yang terdaftar di luar negeri. Meski demikian, Beijing secara cepat melarang Clubhouse setelah aplikasi itu tersedia pada 8 Februari. Pemerintah takut kendali mereka atas diskusi atau wacana publik akan melemah.
Bagi banyak pengamat, langkah itu menunjukkan penguasa China merasa terancam oleh diskusi bebas di Clubhouse dan ini memperlihatkan kesenjangan antara pemerintah yang semakin ingin mengendalikan dan populasi yang semakin canggih dalam menghindari kendali online. [jm/ka]