Kiriman Vaksin Gelombang Pertama Tiba di Selandia Baru

Gelombang pertama vaksin COVID-19 produksi Pfizer-BioNTech diturunkan dari pesawat setibanya di Auckland, Selandia Baru, 15 Februari 2021. (Foto: Kementerian Kesehatan Selandia Baru via REUTERS)

Para pejabat di Selandia Baru, Senin (15/2) melacak sumber-sumber tiga kasus virus corona yang membuat kota terbesar di negara itu mengalami lockdown pertamanya dalam enam bulan, pada hari yang sama ketika kiriman dosis vaksin gelombang pertama tiba di negara itu.

PM Jacinda Ardern memberlakukan lockdown 72 jam mulai Minggu (14/2) bagi hampir 2 juta warga Auckland setelah kasus-kasus itu ditemukan. Sekolah-sekolah serta bisnis nonesensial ditutup.

Para pejabat menyatakan kasus-kasus baru itu merupakan anggota satu keluarga. Para pejabat Kementerian Kesehatan menyatakan testing genom mengukuhkan dua kasus itu adalah varian yang pertama kali ditemukan di Inggris dan telah didapati lebih mudah menular.

Tetapi hingga Senin (15/2), para pejabat kesehatan menyatakan tidak ada lagi kasus positif lainnya yang dideteksi sejauh ini di luar klaster awal itu.

PM Selandia Baru Jacinda Ardern memberikan keterangan kepada media di Wellington, Selandia Baru, 15 Februari 2021.

Pada konferensi pers hari Senin (15/2), Dirjen Kesehatan Ashley Bloomfield mengatakan hasil tes negatif sejak tiga kasus pertama itu ditemukan merupakan suatu awal yang membesarkan hati, tetapi ia memperingatkan gambaran lebih besar mengenai wabah belum akan muncul hingga Selasa (16/2), sewaktu hasil tes yang meluas diketahui.

Sementara itu, Ardern juga mengukuhkan kedatangan kiriman sekitar 60 ribu dosis vaksin Pfizer dan BioNTech. Ia mengatakan begitu cek keselamatan tuntas, vaksinasi dapat dimulai hari Sabtu, dengan para petugas perbatasan yang menjadi prioritas utama.

Penutupan Auckland dianggap sebagai kemunduran bagi Selandia Baru, yang pernah mendapat pujian dari seluruh dunia atas keberhasilannya melawan virus yang menyebabkan COVID-19 itu. Negara berpenduduk 5 uta orang itu hanya mencatat 25 kematian akibat COVID, sebut Johns Hopkins University, yang melacak kasus secara global. [uh/ab]