Pelestarian kawasan hutan Taman Nasional Lore Lindu dan penghentian penambangan di sekitar wilayah dusun Dongi-Dongi menjadi salah satu dari enam poin kesepakatan antara Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu (BBTNLL) dan Forum Petani Merdeka (FPM) dalam sebuah pertemuan yang digelar di wilayah Dongi-Dongi pada Jumat (2/8/2019).
Pertemuan itu juga dihadiri Wiratno, penjabat Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Wiratno kepada VOA mengatakan keenam poin kesepakatantersebut diharapkan bisa menghilangan konflik antara warga dan petugas kehutanan yang sebelumnya sering terjadi di sekitar Taman Nasional Lore Lindu.
BACA JUGA: Benteng Terakhir Gajah Sumatra di Bengkulu Terancam“Dulu banyak konflik antara masyarakat, tokoh masyarakat dengan petugas Taman Nasional. Sekarang tidak boleh ada itu. Kita bersaudara membangun kerja sama” kata Wiratno di Bantaya Dongi-Dongi.
Dongi-Dongi adalah kantong penduduk di dalam wilayah Taman Nasional Lore Lindu. Dengan luas 1.531 hektare, Dongi-Dongi ditetapkan sebagai Areal Penggunaan Lain (APL) pada 2014. Kebijakan itu mengurangi luas Lore Lindu sebanyak 0,98 persen menjadi 215.773,7 hektare, dari 217.991,18 hektare.
Pendataan Balai Besar Taman Nasional (BTNLL) pada 2019 menyebutkan lokasi itu didiami 800 kepala keluarga atau 3.194 jiwa yang mendirikan 1.420 rumah semi permanen dan permanen.
Ketua Lembaga Masyarakat Adat Dongi-Dongi Husen Sawiru Lipu Lemba menjelaskan warga masyarakat lega dengan kesepakatan itu karena selama ini mereka selalu mendapat label negatif sebagai perambah hutan di wilayah Taman Nasional Lore Lindu.
Ia menceritakan warga dusun Dongi-Dongi merupakan korban pemukiman kembali (resettlement) ke wilayah Palolo. Husen bilang, pada awalnya mereka dijanjikan akan mendapatkan lahan garapan 2 hektare, namun ternyata hanya disediakan 0,8 hektare per kepala keluarga.
Akhirnya warga, yang saat itu berjumlah 1.337 kepala keluarga, pada 2001, masuk membuka lahan di Dongi-Dongi yang berada di dalam wilayah Taman Nasional Lore Lindu.
“Kami bukan perambah, pak. Kami korban resettlement dari Kamarora,” kata Husen Sawiru.
Ketua Forum Petani Merdeka (FPM) Irzan mengatakan kesepakatan lain yang dicapai dalam pertemuan sehari itu adalah pengusulan penetapan dusun itu menjadi desa definitif Ngata Katuvua Dongi-Dongi seluas 1.531 hektare. Selain itu, 5.640 hektare akan dijadikan sebagai wilayah kelola masyarakat di luar batas desa dengan skema kemitraan konservasi.
Irzan menegaskan dengan kesepakatan itu masyarakat di Dongi-Dongi akan ikut menjaga kelestarian kawasan hutan Taman Nasional Lore Lindu dari perambahan maupun kegiatan penambangan emas ilegal yang sempat marak pada 2016.
“Ini adalah sejarah bagi perjuangan kami (selama) 19 tahun. Artinya, kemenangan perjuangan kami,” kata Irzan.
Ia menjelaskan dalam skema kemitraan koservasi yang akan dibangun di atas lahan seluas 5.640 hektar, nantinya meliputi pengembangan wisata Danau Tauji, wisata minat khusus bekas lokasi penambangan emas tanpa izin, pemberdayaan kelompok perempuan, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu seperti damar, rotan, anggrek. Selain itu akan dilakukan pemulihan ekosistem dengan penanaman enau, kemiri dan durian.
Desa Berbatasan Dengan Kawasan Konservasi
Dirjen KSDAE Wiratno mengatakan pencapaian dalam pertemuan di Dongi-Dongi itu merupakan upaya kementerian agar masyarakat di wilayah itu ikut terlibat dalam pelestarian Taman Nasional Lore Lindu.
Lebih jauh ia menjelaskan saat ini konsep pengelolaan Taman Nasional di Indonesia harus bekerja sama dengan desa-desa yang berada di dalam maupun di luar kawasan, sehingga hutan yang berada di dalam kawasan taman nasional tetap memberikan manfaat bagi masyarakat. Dan masyarakat sendiri kemudian berupaya menjaga kelestarian hutan di taman nasional.
BACA JUGA: Perlukah Wisata Halal?Wiratno bilang ada 5.800 desa di Indonesia yang berbatasan langsung dengan kawasan konservasi seluas 27,14 juta hektare.
“Jadi sebetulnya mengurus mengelola kawasan konservasi yang luar biasa hebat itu tidak akan berhasil tanpa dukungan dari pemerintah desa, masyarakat, pemerintah kabupaten dan provinsi, termasuk civil society yang mendampingi masyarakat itu. Ternasuk perempuan,” kata Wiratno.
Taman Nasional Lore Lindu, yang memiliki luas 215 ribu hektar dan berada di ketinggian antara 500 hingga 2.600 meter di atas permukaan air laut, secara administratif berada di wilayah Kabupaten Sigi dan Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah.
Menurut situs Dephut.go.id, kawasan Taman Nasional Lore Lindu memiliki 117 jenis mamalia, 88 jenis burung, 29 jenis reptilia, dan 19 jenis amfibia. Lebih dari 50 persen satwa yang terdapat di kawasan ini merupakan endemik Sulawesi.
Taman Nasional Lore Lindu juga telah mendapat bantuan teknis internasional, dengan ditetapkannya sebagai Cagar Biosfer oleh UNESCO pada 1977. [yl/ft]