Pembicaraan untuk menemukan jalan politik ke depan telah dimulai di Prancis, menyusul hasil pemilu pada Minggu, yang menempatkan koalisi kiri sebagai pemenang. Hasil pemilu membuat Prancis tidak memiliki mayoritas politik yang jelas atau jalan untuk pembentukan pemerintahan, hanya tiga pekan sebelum Olimpiade.
Ini bukan hasil pemilu yang diperkirakan kebanyakan rakyat Prancis. Bukannya kemenangan sayap kanan, justru koalisi kiri New Popular Front yang meraup kursi paling banyak di Majelis Nasional, dan menjadi kemunduran bagi partai National Rally, sayap kanan yang anti imigran.
Setelah perolehan suaranya melonjak di putaran pertama, National Rally hanya berada di posisi ketiga dalam putaran kedua. Partai ini berada di bawah koalisi sentris pimpinan Presiden Emmanuel Macron, yang memperoleh hasil lebih baik dari perkiraan, meskipun kehilangan hampir 100 kursi dan mayoritas relatif di Majelis Rendah.
Perdana Menteri Gabriel Attal masih memegang posisinya saat ini, sementara presiden mempertimbangkan langkah ke depan.
Banyak yang memuji perolehan suara sayap kiri, untuk apa yang disebut sebagai “Front Republikan” oleh partai-partai arus utama, untuk menjauhkan sayap kanan dari kemenangan.
Gesine Weber, analis di German Marshall Fund mengungkapkan pandangannya, ketika dihubungi VOA melalui Skype.
“Saya pikir, skenario yang paling memungkinkan saat ini adalah blok sayap kiri, New Popular Front dan Ensemble, yaitu partai-partai yang mendukung Macron, membentuk semacam kesepakatan koalisi atau setidaknya semacam perjanjian kerja sama.”
Setelah lebih cenderung ke tengah kanan, presiden Prancis dan aliansinya mungkin sekarang harus lebih cenderung ke kiri. Macron mungkin harus membentuk pemerintahan dengan lawan politik, sesuatu yang tidak pernah dia lakukan selama tujuh tahun berkuasa.
Weber mengatakan, Macron nampaknya akan tetap mengendalikan kebijakan luar negeri, yang mendukung Ukraina, Uni Eropa, dan aliansi transatlantik.
Namun, sebuah aliansi yang mungkin dibentuk dengan sayap kiri bisa menghentikan atau membalikkan agenda domestik Macron, termasuk reformasi pensiun yang kontroversial dan sejumlah reformasi lain.
Keterbelahan politik Prancis tergambar di Neuilly-Plaisance, di pinggiran ibu kota Paris, yang pemilu pada Minggu mempertemukan kandidat sayap kiri melawan sayap kanan.
Louise Ragu adalah seorang pemilih di kawasan ini.
“Saya memilih sayap kiri. Mereka memiliki nilai-nilai yang saya percayai,” kata dia.
Begitu juga dengan Yanina Kerkini, anak dari seorang imigran Aljazair, dia mengkhawatirkan daya tarik dari sayap kanan.
“Orang-orang mengatakan lebih banyak tentang apa yang benar-benar mereka yakini. Kami melihatnya setiap hari. Mereka melupakan sejarah. Itu membuat saya sedih,” kata dia.
National Rally kecewa dengan hasil pemilu kali ini, tetapi mereka masih tetap memenangkan puluhan kursi legislatif baru, dan tetap menjadi kekuatan utama menjelang pemilu presiden Prancis, tiga tahun lagi.
Sebelumnya pada Minggu, tangisan kegembiraan dan airmata kelegaan pecah di seluruh Paris, ketika hasil awal putaran kedua pemilu legislatif Prancis diumumkan. Koalisi kiri New Popular Front muncul sebagai kekuatan dominan di Majelis Nasional, setelah memenangkan lebih dari 180 kursi.
Your browser doesn’t support HTML5
“Malam ini, Prancis mengatakan “tidak” terhadap kehadiran National Rally ke kekuasaan. Disini, melalui Anda semua, saya ingin berterimakasih kepada jutaan rakyat Prancis yang mengizinkan kita malam mini menghela nafas lega. Pemilu ini adalah yang pertama dan terutama kemenangan dari New Popular Front yang mampu menyatukan kelompok sayap kiri, mewujudkan harapan, mendesakkan sebuah front republican melawan bahaya dari sayap kanan,” kata Olivier Faure, pemimpin dari partai Sosialis Prancis.
Koalisi National Rally pimpinan Le Pen memenangkan 143 kursi, sebuah kekecewaan besar setelah kemenangan pada putaran pertama 30 Juni dengan margin yang jelas.
“Rawa yang saya peringatkan sebelumnya telah menjadi kenyataan. Prancis akan sepenuhnya terblokir oleh tiga kelompok yang kurang lebih memiliki pengaruh yang sama di Majelis Nasional. Nah, kita akan menuju ke sana. Ini menyedihkan. Kita kehilangan satu tahun lagi, satu tahun lagi imigrasi yang tidak diatur, satu tahun lagi kehilangan daya beli, satu lagi lonjakan ketidakamanan di negara kita. Tetapi jika kita memang harus melewatinya, kita akan melewati itu,” ujar LePen.
Sementara aliansi tengah pimpinan presiden Emmanuel Macron berada di posisi kedua setelah memenangkan lebih dari 160 kursi. [ns/ab]