Tujuh Komisioner Komnas HAM menemui Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Jawa Barat pada Kamis pagi (14/1). Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan lembaganya menyerahkan hasil investigasi kasus penembakan yang mengakibatkan enam laskar FPI meninggal. Kata dia, lembaganya juga menyertakan dokumen dan barang bukti terkait kasus ini untuk dipelajari presiden.
"Komnas HAM berharap ada proses hukum yang akuntabel dan transparan, seluruh publik bisa menyaksikan. Peradilan itulah nanti kemudian yang memutuskan apa yang sungguh-sungguh diyakini sebagai suatu kejadian peristiwa hukum tersebut," jelas Taufan Damanik di kantor Kemenko Polhukam, Kamis (14/1/2021).
Taufan menambahkan hasil investigasi Komnas HAM mengindikasikan adanya pembunuhan di luar hukum terhadap empat orang laskar FPI yang dilakukan polisi. Komnas HAM juga menemukan fakta bahwa laskar FPI juga menunggu aparat hingga terjadi bentrok yang mengakibatkan dua anggota FPI tewas di tol Jakarta-Cikampek.
Your browser doesn’t support HTML5
Menurutnya, kasus pembunuhan terhadap empat laskar FPI diduga melanggar HAM, namun tidak masuk dalam kategori pelanggaran HAM berat. Kata dia, untuk disebut pelanggaran HAM berat kasus tersebut harus memenuhi sejumlah kategori. Semisal ada desain operasi dan perintah komando.
Selain itu, Komnas HAM juga sudah mengingatkan kepada presiden tentang ancaman kekerasan yang masuk dalam ruang politik dan demokrasi nasional sejak tahun lalu, termasuk kasus pembunuhan laskar FPI.
"Komnas HAM sangat peduli dan berharap seluruh pihak terutama pemerintah memperhatikan dan melakukan langkah-langkah yang sistematis, terukur, terpadu dengan semua elemen supaya demokrasi berjalan dengan penuh kedamaian tanpa kekerasan," tambahnya.
Menko Polhukam Mahfud Md yang mendampingi presiden dalam pertemuan tersebut mengatakan ia telah diminta presiden untuk mengawal rekomendasi Komnas HAM. Menurutnya, rekomendasi tersebut akan diteruskan ke kepolisian untuk ditindaklanjuti. Kata dia, pemerintah tidak akan menutupi proses hukum kasus hukum ini dari publik.
"Bahwa sudah terjadi unlawfull killing (pembunuhan di luar hukum) di mobil nanti diungkap di pengadilan. Mengapa itu terjadi dan bagaimana terjadinya," jelas Mahfud di kantor Kemenko Polhukam Jakarta, Kamis (14/1/2021).
Mahfud menambahkan pemerintah sejak awal tidak ingin membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) karena sudah ada Komnas HAM yang memiliki kewenangan penyelidikan kasus dugaan pelanggaran HAM. Hal itu seperti yang diatur dalam Undang-undang Komnas HAM dan Undang-undang Pengadilan HAM. Di samping itu, pemerintah juga tidak ingin dituding mencampuri penyelidikan tewasnya enam anggota laskar FPI dengan membentuk TGPF.
Tanggapan Tim Advokasi Laskar FPI
Tim advokasi korban menilai Ketua Komnas HAM berubah fungsi menjadi juru bicara dari terduga pelaku pelanggaran HAM. Mereka berbeda pandangan dengan Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik yang menyebut pembunuhan ini bukan sebagai pelanggaran HAM berat.
Melalui keterangan tertulis, Tim advokasi korban menilai unsur sistematis dari kasus pembunuhan dapat mudah ditelusuri dari berbagai tindakan. Antara lain penggalangan tokoh agama untuk menolak keberadaan FPI, pembekuan rekening FPI, hingga penghilangan rekaman CCTV saat terjadi bentrok.
"Bahkan Komnas HAM sendiri menyatakan dalam laporannya ada pihak lain yang bukan dari aparat Kepolisian yang melakukan operasi surveillance," tulis Tim advokasi korban dalam keterangan tertulis yang diterima VOA, Kamis (14/1/2021) malam.
Tim advokasi korban menyebutkan telah memberikan informasi pelanggaran HAM tersebut ke level internasional. Namun, tim advokasi korban tidak menjelaskan lembaga internasional yang diberikan informasi ini.
Bentrokan antara polisi dan FPI terjadi pada 7 Desember 2020 di ruas tol Jakarta-Cikampek. Kejadian tersebut mengakibatkan enam laskar FPI tewas akibat peluru yang ditembakkan polisi. Polisi dan FPI saling tuding terkait peristiwa itu, masing-masing mengklaim lebih dulu diserang.
Setelah peristiwa itu, Komnas HAM meninjau langsung lokasi peristiwa di Karawang, Jawa Barat, pada 8 Desember 2020. Komnas HAM kemudian membentuk tim penyelidikan sesuai mandat Komnas HAM Pasal 89 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM sejak 7 Desember 2020.
Dalam peninjauan itu, pihaknya menemukan beberapa benda yang diduga sebagai bagian peristiwa tersebut, di antaranya tujuh buah proyektil, tiga buah selongsong, bagian peluru, pecahan mobil, dan benda lain dari bagian mobil seperti baut.
Komnas HAM juga meminta keterangan terhadap sejumlah pihak, antara lain kepolisian, pakar siber, tim Indonesia Automatic Fingerprint Identification System (Inafis), dan pengurus FPI.
Komnas HAM juga mendalami bukti-bukti 9.942 video dan 137 ribu foto yang berkaitan dengan insiden tersebut. Bukti tersebut dijadikan tahap finalisasi laporan akhir Tim Penyelidik Komnas HAM sebelum mengumumkan hasil rekomendasi akhir.
Selain itu, Komnas HAM juga melakukan pengecekan terhadap barang bukti, termasuk mobil yang dipakai saat bentrok polisi-FPI terjadi. Komnas HAM juga melakukan rekonstruksi insiden bentrok tersebut di kantor mereka secara tertutup dengan menghadirkan anggota Polri. [sm/ab]