Komunitas Gay Serukan Revisi Kebijakan Donor Darah AS

Ratusan orang mengantri di luar klinik untuk mendonasikan darah mereka setelah peristiwa penembakan massal di Orlando, Florida, 12 Juni 2016.

Tak lama setelah insiden penembakan massal di sebuah klub gay di Orlando diketahui publik, ribuan anggota komunitas homoseksual antri untuk menyumbang darah. Tetapi mereka ditolak karena kebijakan pemerintah Amerika melarang laki-laki gay yang aktif secara seksual selama setahun terakhir untuk menyumbang darah mereka. Kebijakan ini menimbulkan kemarahan sejumlah anggota komunitas gay.

Hingga tahun lalu, laki-laki gay dan biseksual sama sekali dilarang menyumbang darah karena dikhawatirkan mereka beresiko tinggi mengidap HIV-positif dan karenanya bisa mencemari pasokan darah.

Tahun lalu Badan Urusan Obat dan Pangan Amerika FDA merevisi kebijakan itu. Kini bank-bank darah bisa menerima sumbangan darah dari laki-laki gay, jika mereka terbukti tidak aktif secara seksual selama satu tahun.

Meskipun hal ini merupakan suatu kemajuan, Direktur Penelitian Kebijakan Publik di Institut Fenway, Boston, Sean Cahill menilai kebijakan ini masih tidak adil. Institut itu mendorong kesehatan publik komunitas LGBT.

Cahill mengatakan aturan baru itu tidak berlaku bagi laki-laki yang memiliki hubungan monogami, atau menikah, atau terbukti tidak mengidap HIV.

Cahill mengatakan individu-individu yang berpotensi beresiko tinggi namun tidak dilarang menyumbang darah justru kelompok heteroseksual yang melakukan hubungan seksual dengan pekerja seks atau penyalahguna narkoba lewat jarum suntik yang mungkin menyumbang darah supaya mendapat imbalan uang untuk membeli narkoba.

“Kami benar-benar ingin melihat kebijakan yang membedakan antara gay dan laki-laki biseksual yang beresiko tinggi, gay dan laki-laki biseksual yang beresiko rendah, dengan benar-benar melihat individu yang beresiko dibanding melihat orang karena anggota suatu kelompok,” ujarnya.

Cahill mengatakan sekitar 15% laki-laki gay di Amerika mengidap HIV-positif, tetapi larangan FDA membuat sisa 85% yang dinilai sebagai penyumbang darah yang cocok dan aman jadi tidak bisa menyumbang darah mereka.

Ditambahkannya, guna melindungi pasokan darah supaya tidak tercemar HIV, kebijakan itu tidak mengikuti perkembangan ilmiah baru-baru ini.

Pertama, apa yang disebut sebagai “nucleic acid tes” atau “uji asam nukleat,” menurut Cahill, kini mampu mendeteksi keberadaan HIV pada satu liter darah dalam waktu kurang dari dua minggu dibandingkan sebelumnya yang mencapai beberapa bulan. Uji itu dilakukan pada seluruh contoh darah guna memastikan tidak tercemar virus tersebut.

Cahill mengatakan perkembangan kedua melibatkan metode menghancurkan sebagian besar patogen dalam darah, baik bakteri atau virus, termasuk virus AIDS.

“Bahkan kalau pun ada satu unit darah yang mengandung HIV-positif melewati sistem itu, maka teknologi menonaktifkan patogen bisa menghancurkan HIV dalam unit darah tersebut,” tambahnya.

Cahill mengatakan pasokan bank darah di seluruh Amerika akan meningkat antara dua hingga empat persen jika larangan terhadap laki-laki gay dan biseksual itu dicabut, dan hal ini juga akan meredam stigma sosial yang dirasakan anggota komunitas homoseksual tersebut. [em/jm]