Kondisi kerja yang berbahaya dan kurangnya penerapan Undang-Undang Tenaga Kerja dituding sebagai penyebab kebakaran tragis pada dua pabrik di Pakistan.
Kebakaran di pabrik sepatu di kota Lahore, Pakistan, menyebabkan puluhan pekerja tewas. Tetapi, kobaran api yang melalap pabrik pakaian jadi di pusat perdagangan Karachi disebut sebagai bencana industri terbesar di Pakistan.
Kebakaran itu menyebabkan sedikitnya 264 pekerja laki-laki dan perempuan tewas. Para korban terperangkap di gedung berlantai tiga ketika api merambat hari Selasa.
Polisi mengatakan gedung itu dibangun secara ilegal dan hanya punya satu pintu keluar tanpa upaya dan alat pengaman untuk memadamkan api sebelum melalap seluruh fasilitas itu.
Bencana itu memilukan dan membuat marah negara berpenduduk 180 juta itu, memunculkan pertanyaan mengenai tidak diterapkannya standar keamanan di pabrik-pabrik di seluruh Pakistan. Para pengecam juga menyinggung korupsi besar-besaran di departemen-departemen pemerintah sebagai pelanggaran terang-terangan aturan pembangunan, khususnya pada sektor industri.
Parlemen Pakistan secara bulat telah menyetujui resolusi yang meminta pihak berwenang provinsi dan federal untuk menyelidiki sepenuhnya kecelakaan itu. Menteri Hukum Federal Farooq Naek mengajukan resolusi itu.
Ia mengatakan, ”Parlemen mengimbau dan merekomendasikan pemerintah provinsi agar secepatnya membentuk komisi hukum untuk menyelidiki penyebab insiden, meminta mereka yang bertanggung jawab atas insiden tragis itu, membenahi tanggung jawab pegawai pemerintah, karena tidak menegakkan dan menerapkan peraturan dan UU yang terkait.”
Namun, pihak yang mengecam pesimistis akan penyelesaian politis itu, dan mengatakan sebagian anggota parlemen mewakili masyarakat pengusaha besar di negara itu.
Pengacara Zia Ahmed Awan, tokoh buruh dan aktivis hak anak, mengatakan meminta pertanggungan jawaban para pemilik pabrik saja setelah kecelakaan tidak akan menyelesaikan masalah.
“Kami membutuhkan peraturan, kami memerlukan sebuah sistem yang melindungi hak-hak pekerja, hak-hak anak-anak. Semua hak ini adalah tanggung jawab pemerintah. Ada undang-undang dan peraturan namun tidak dilaksanakan,” tegasnya.
Sultan Mohamad Khan, Ketua Federasi Buruh Se-Pakistan, mengorganisir sekitar setengah juta pekerja di seluruh negara itu. Ia mengatakan, unit-unit produksi di sektor umum dan swasta kurang menerapkan langkah pengaman, khususnya di sektor swasta, tidak mempunyai jalan keluar darurat.
Direktur Organisasi Buruh Internasional (ILO) untuk Pakistan, Francesco d’Ovido, mengatakan seperti, negara berkembang lainnya di dunia, kondisi kerja dan keamanan dalam sektor industri Pakistan tidak memadai. Ia mengatakan kepada VOA, organisasinya mengetahui masalah itu, tetapi mengakui mereka tidak bisa mengatasinya dengan cepat.
Ia menambahkan, kecuali pihak berwenang memastikan inspeksi secara efektif dan mengawasi situasi di paberik-paberik, sulit untuk mengatasi masalah itu. Tetapi, ia mengatakan, menutup paberik-paberik gelap dan tidak terdaftar juga tidak akan membantu karena akan menyebabkan jumlah pengangguran yang besar.
Tajuk-tajuk rencana surat kabar mendesak pemerintah untuk melakukan pemeriksaan secara teratur ke seluruh pabrik-pabrik di negara itu dan mengecam tempat-tempat kerja sebagai “kamp-kamp konsentrasi di mana kebutuhan mendasar dan hak pekerja diabaikan”.
Kebakaran itu menyebabkan sedikitnya 264 pekerja laki-laki dan perempuan tewas. Para korban terperangkap di gedung berlantai tiga ketika api merambat hari Selasa.
Polisi mengatakan gedung itu dibangun secara ilegal dan hanya punya satu pintu keluar tanpa upaya dan alat pengaman untuk memadamkan api sebelum melalap seluruh fasilitas itu.
Bencana itu memilukan dan membuat marah negara berpenduduk 180 juta itu, memunculkan pertanyaan mengenai tidak diterapkannya standar keamanan di pabrik-pabrik di seluruh Pakistan. Para pengecam juga menyinggung korupsi besar-besaran di departemen-departemen pemerintah sebagai pelanggaran terang-terangan aturan pembangunan, khususnya pada sektor industri.
Parlemen Pakistan secara bulat telah menyetujui resolusi yang meminta pihak berwenang provinsi dan federal untuk menyelidiki sepenuhnya kecelakaan itu. Menteri Hukum Federal Farooq Naek mengajukan resolusi itu.
Ia mengatakan, ”Parlemen mengimbau dan merekomendasikan pemerintah provinsi agar secepatnya membentuk komisi hukum untuk menyelidiki penyebab insiden, meminta mereka yang bertanggung jawab atas insiden tragis itu, membenahi tanggung jawab pegawai pemerintah, karena tidak menegakkan dan menerapkan peraturan dan UU yang terkait.”
Namun, pihak yang mengecam pesimistis akan penyelesaian politis itu, dan mengatakan sebagian anggota parlemen mewakili masyarakat pengusaha besar di negara itu.
Pengacara Zia Ahmed Awan, tokoh buruh dan aktivis hak anak, mengatakan meminta pertanggungan jawaban para pemilik pabrik saja setelah kecelakaan tidak akan menyelesaikan masalah.
“Kami membutuhkan peraturan, kami memerlukan sebuah sistem yang melindungi hak-hak pekerja, hak-hak anak-anak. Semua hak ini adalah tanggung jawab pemerintah. Ada undang-undang dan peraturan namun tidak dilaksanakan,” tegasnya.
Sultan Mohamad Khan, Ketua Federasi Buruh Se-Pakistan, mengorganisir sekitar setengah juta pekerja di seluruh negara itu. Ia mengatakan, unit-unit produksi di sektor umum dan swasta kurang menerapkan langkah pengaman, khususnya di sektor swasta, tidak mempunyai jalan keluar darurat.
Direktur Organisasi Buruh Internasional (ILO) untuk Pakistan, Francesco d’Ovido, mengatakan seperti, negara berkembang lainnya di dunia, kondisi kerja dan keamanan dalam sektor industri Pakistan tidak memadai. Ia mengatakan kepada VOA, organisasinya mengetahui masalah itu, tetapi mengakui mereka tidak bisa mengatasinya dengan cepat.
Ia menambahkan, kecuali pihak berwenang memastikan inspeksi secara efektif dan mengawasi situasi di paberik-paberik, sulit untuk mengatasi masalah itu. Tetapi, ia mengatakan, menutup paberik-paberik gelap dan tidak terdaftar juga tidak akan membantu karena akan menyebabkan jumlah pengangguran yang besar.
Tajuk-tajuk rencana surat kabar mendesak pemerintah untuk melakukan pemeriksaan secara teratur ke seluruh pabrik-pabrik di negara itu dan mengecam tempat-tempat kerja sebagai “kamp-kamp konsentrasi di mana kebutuhan mendasar dan hak pekerja diabaikan”.