Kondisi Merapi Masih Belum Stabil

  • Munarsih Sahana

Gunung Merapi masih meletus disertai dentuman keras (Senin, 1 November)

Hingga hari Senin, Gunung Merapi masih meletus dan mengeluarkan awan panas, serta masih mungkin mengeluarkan letusan lagi.

Dalam sepekan terakhir ini Gunung Merapi di Jawa Tengah sudah 4-kali meletus dan berstatus Awas level 4, sehingga masyarakat yang berada di daerah rawan bencana (berjarak 10 kilometer dari Merapi) yaitu di Kabupaten Magelang, Sleman, Klaten dan Kabupaten Boyolali harus tetap berada di barak pengungsian sesuai himbauan dari Pemda setempat.

Sejak dinyatakan berstatus "awas" Merapi telah meletus empat kali, yaitu pada 26 Oktober, 30 Oktober, 31 Oktober, serta pada 1 November 2010.

Tentang kondisi Merapi, Kepala Badan Geologi Nasional Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral Sukhyar mengatakan di Yogyakarta, aktivitas Merapi yang terekam sejak tanggal 26 Oktober lalu menunjukkan kejadian antar letusan yang berjarak pendek. Dengan siklus tersebut masih sangat mungkin Merapi mengeluarkan letusan lagi.

Senin siang, Merapi masih meletus dan mengeluarkan awan panas yang membumbung tinggi sekitar satu-setengah kilometer disertai dentuman keras yang menimbulkan kepanikan warga.

“Foto yang kita dapatkan tadi pagi, magma di dasar kawah itu ada, kubah lava, tetapi lereng dimana dia tumbuh ini terjal. Sehingga kubah ini bisa melorot, menjadi awan panas. Kalau ini melorot, maka magma yang dibawahnya itu semakin terbuka, begitu terbuka dia “beng” meletus, setiap muncul kubah dia melorot, meletus,” kata Sukhyar.

Subandriyo, Kepala Badan Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunung-apian, BPPTK Yogyakarta menjelaskan kepada VOA, letusan Merapi sejak 26 Oktober lalu menunjukkan pola letusan yang lebih dasyat, berbeda dngan pola erupsi Merapi selama ini yang ditandai dengan pembentukan kubah lava lalu gugur dan disertai awan panas.

“Yang terjadi selama ini selalu diikuti letusan atau dentuman. Memang Merapi saat ini betul-betul berbeda dengan letusan-letusan sebelumnya yaitu selalu eksplosif. Karakter letusan berbeda, disebabkan perubahan sifat magma-nya. Magmanya relatif lebih asam daripada sebelumnya sehingga cenderung ekplosif jika magmanya begitu,” jelas Subandriyo.

Kawasan berjarak kurang dari 10 KM dari Gunung Merapi masih dinyatakan kawasan rawan bencana.

BPPTK sendiri masih belum bisa memperkirakan kapan krisis Merapi berakhir, karena itu rekomendasi tentang kawasan aman 10 kilometer dipertahankan.

“Kalau tidak ada perubahan mencolok selama proses ini ya, 10 kilo (meter) masih aman. Karena untuk awan panas yang eksplosif tidak besar seperti ini hanya menghasilkan bahan-bahan batuan yang jatuh disekitar gunung Merapi, yang tanggal 30 kemarin saja kira-kira hanya satu-setengah sampai 2 kilometer jatuhannya ya. Tetapi, kenapa sampai ke Yogya sampai Bantul itu faktor angin yang membawa material halus sampai jauh,” ungkap Subandriyo.

Untuk menghindari jatuhnya korban lebih banyak, setelah terdapat korban tewas sebanyak 33 orang pada letusan Selasa 26 Oktober lalu, tim evakuasi dari Badan SAR Nasional dibantu anggota TNI dan kepolisian terus menyisir lereng Merapi untuk mendesak warga agar tetap berada di pengungsian.

Persoalan yang muncul saat ini adalah, para pengungsi yang kebanyakan petani dan peternak di lereng Merapi, selalu ingin menengok rumah dan mengurus ternak mereka pada pagi dan siang hari.

Jumlah pengungsi saat ini mencapai 60.000 orang lebih, terdiri dari 18.900 di Sleman, 33.000 di Magelang, 4.500 di Klaten dan 3.900 di Boyolali.