Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi meminta semua pihak yang terkait dalam konflik Amerika dan Iran untuk menahan diri dan mencegah eskalasi konflik. Hal ini disampaikannya kepada wartawan seusai menyampaikan pidato tahunan di kantor Kementerian Luar Negeri di Jakarta, Rabu (8/1). Indonesia, tambah Retno, sudah menyiapkan pusat krisis untuk memantau perkembangan konflik tersebut dan rencana kontingensi bila ketegangan terus naik.
"Keprihatinan ini sudah kita sampaikan kepada pihak Amerika dan juga Iran dengan satu harapan bahwa kita berharap semua pihak yang terkait dapat menahan diri sehingga tidak terjadi eskalasi yang lebih buruk lagi," kata Retno.
Secara khusus Menteri Luar Negeri meminta semua warga Indonesia di kawasan Teluk Persia untuk waspada dan terus mengikuti perkembangan informasi yang disampaikan pihak berwenang masing-masing negara, serta tidak segan-segan menghubungi kantor perwakilan jika memerlukan bantuan.
Kemlu Aktifkan Kembali Hotline Crisis Centre
Kementerian Luar Negeri RI telah mengaktifkan kembali crisis centre dengan nomor +62 812-9007-0027.
Dalam rilisnya, Kemenlu memberikan nomor hotline yang dapat dihubungi bagi WNI yang tinggal di Irak, Iran, dan negara sekitarnya:
- KBRI Baghdad: +964 780 6610 920/+9647500365228
- KBRI Tehran: +989120542167
- KBRI Kuwait City:+965-9720 6060
- KBRI Manama:+973-3879 1650
- KBRI Doha:+974-33322875
- KBRI Abu Dhabi:+971-566-156259
- KBRI Amman: +962 7 7915 0407
- KBRI Damascus: +963 954 444 810
- KBRI Beirut: +961 5 924 676
- KBRI Muscat: +968 9600 0210
- KBRI Riyadh: +966 56 917 3990
- KJRI Dubai: +971-56-3322611/+971-56-4170333
- KJRI Jeddah: +966-50360 9667
Retno Marsudi menambahkan ia juga telah berkoordinasi dengan Panglima TNI membahas kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi.
BACA JUGA: Konflik Amerika-Iran, Indonesia Minta Semua Pihak Menahan DiriDampak Bagi Indonesia
Pakar Timur Tengah di Universitas Padjajaran, Dina Soelaeman, mengatakan Indonesia selama ini cenderung menjaga hubungan baik dengan Amerika dan Iran, sehingga dampak bilateral terkait konflik ini tidak akan berpengaruh.
Jika konflik Amerika Serikat dan Iran terus memanas dan berlanjut maka, kata Dina, yang paling dirasakan Indonesia adalah imbas ekonomi. Ini dikarenakan jika perang perang berlanjut maka harga minyak akan naik. Juga adanya potensi penutupan Selat Hormuz yang dilalui oleh 30 persen kapal yang membawa minyak dunia.
“Seandainya Iran mengangap perlu, Hormuz bisa ditutup. Berarti distribusi minyak dunia juga akan terhambat. Jika terhambat, berarti kita, dunia bahkan itu bisa mengalami resesi ekonomi,” kata Dina.
Selain dampak ekonomi, Dina juga mengkhawatirkan aktifnya kembali sel-sel tidur ISIS (Negara Islam Irak dan Suriah) yang selama ini digempur habis oleh Jendral Qassem Soelaimani, di Suriah maupun Irak.
BACA JUGA: Reaksi Dunia Terhadap Ketegangan AS-Iran Terfokus pada DeeskalasiMenurut Dina, selama delapan tahun terakhir, Qassem Soelaimani telah menjalin hubungan dengan pemerintah Irak dan Suriah untuk membentuk pasukan gabungan di luar tentara resmi guna melawan ISIS. Hal ini dilakukan dengan ijin pemerintahan kedua negara itu, dan sekaligus bekerjasama dengan tentara nasional Irak dan Suriah. Tujuan milisi gabungan ini, tambahnya, adalah untuk melawan kelompok ISIS dan milisi lainnya yang berafiliasi dengan Al-Qaeda di Irak dan di Suriah.
Dina juga mengatakan Indonesia perlu segera menyampaikan kepada Amerika bahwa dalam kasus ini, Amerika telah melakukan pelanggaran hukum internasional. Ini penting untuk menunjukkan sikap sebagai bangsa berdaulat, tambahnya.
“Ada dua hal yang dilanggar oleh Amerika. Melanggar hukum internasional, melakukan pembunuhan tokoh negara lain dalam kondisi tidak berperang, dan kemudian melanggar perjanjian antara Irak dengan Amerika Serikat sendiri, yang antara lain tidak ada pelanggaran kedaulatan,” tambah Dina.
BACA JUGA: Serangan Iran Dinilai Akan Picu Kekerasan Lain di TelukHubungan Amerika dan Iran kembali memanas sejak Mei 2018, ketika Amerika mundur dari perjanjian nuklir Iran yang diteken bersama empat negara adidaya lain di Wina pada 2015, dan kembali menerapkan sanksi ekonomi terhadap Iran.
Ketegangan sempat meningkat tahun lalu ketika terjadi dua peristiwa ledakan kapal tanker di kawasan Teluk Persia, diikuti oleh penembakan pesawat nirawak Amerika oleh Iran, lalu ledakan atas dua fasilitas minyak milik Saudi Aramco di Arab Saudi.
Puncaknya pada Jumat pekan lalu ketika Amerika membunuh Qassem Soelaimani, panglima pasukan Quds Iran, yang sekaligus merupakan simbol dari perlawanan Iran terhadap dominasi Amerika dan Israel di Timur Tengah. [fw/em]