Pertempuran dapat terdengar di Khartoum pada Senin pagi meskipun seharusnya ada perpanjangan gencatan senjata dan PBB memperingatkan tentang “titik puncak” kemanusiaan saat bentrokan antarpasukan militer yang saling bersaing memasuki minggu ketiga.
Ratusan orang tewas dan ribuan lainnya terluka sejak ketegangan berkepanjangan antara tentara Sudan dan pasukan paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (Rapid Support Force/RSF) meletus menjadi konflik pada 15 April.
Kedua pihak sepakat pada hari Minggu untuk memperpanjang selama 72 jam lagi gencatan senjata kemanusiaan, yang banyak dilanggar dan seharusnya berakhir pada tengah malam, dalam sebuah langkah yang menurut RSF adalah “tanggapan atas seruan internasional, regional dan lokal.”
Tentara mengatakan pihaknya berharap apa yang disebutnya “pemberontak” akan mematuhi kesepakatan itu, tetapi tentara yakin mereka bermaksud untuk terus melakukan serangan.
Pada Senin pagi, suara artileri, serangan udara, dan tembakan antipesawat terdengar di ibu kota Khartoum. Banyak yang mengkhawatirkan nyawa mereka sementara dua orang terkuat di Sudan itu meneruskan perang di negara yang telah menghadapi perang saudara, kudeta, dan kesulitan ekonomi selama beberapa dekade itu.
“Saya harus tetap bekerja, apalagi dalam keadaan seperti ini. Segalanya lebih mahal,” kata Abdelbagi, seorang tukang cukur di ibu kota Khartoum. “Saya datang untuk bekerja selama dua atau tiga jam, dan kemudian tutup karena tidak aman.”
Kekerasan telah melumpuhkan kota itu dan berisiko membangkitkan kembali perang di Darfur, wilayah barat Sudan yang luas yang telah menderita karena konflik selama dua dekade ini, meskipun banyak janji gencatan senjata.
BACA JUGA: Militer dan Paramiliter Sudan Perpanjang Gencatan Senjata di tengah Bentrokan yang Terus BerlangsungBersama-sama, tentara dan RSF menggulingkan pemerintahan sipil dalam kudeta Oktober 2021, tetapi perebutan kekuasaan mereka telah menggagalkan transisi menuju demokrasi yang didukung secara internasional, dan mengancam akan mendestabilisasi wilayah yang bergejolak itu.
Sedikitnya 528 orang tewas dan 4.599 terluka, kata kementerian kesehatan. Perserikatan Bangsa-Bangsa telah melaporkan jumlah kematian yang serupa tetapi percaya bahwa jumlah sebenarnya jauh lebih tinggi. [lt/uh]