Organisasi Pangan Dunia (FAO) mengatakan penangkapan ikan secara ilegal di seluruh dunia telah menimbulkan kerugian hingga US$ 23 miliar, dimana 30% diantaranya dialami Indonesia. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan menunjukkan kegiatan penangkapan ikan secara ilegal itu menunjukkan negara dirugikan hingga US$ 3,11 miliar per tahun.
Namun Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (KIARA) mengklaim kerugian yang diderita setiap tahun hampir dua kali lipat atau US$5,2 miliar karena adanya penangkapan ikan secara ilegal. Nilai itu tidak saja dihitung dari total ikan tangkapan, tetapi juga potensi pendapatan dari pajak dan kerusakan ekosistem akibat penangkapan ikan secara ilegal.
Meski pemerintah telah berupaya keras memberantas penangkapan ikan secara ilegal oleh kapal-kapal asing, namun menurut Dr. Zulhamsyah Imran, pengamat kelautan dari Institut Pertanian Bogor, kegiatan penangkapan ikan secara ilegal di Indonesia masih akan terus meningkat karena beragam faktor. Salah satu diantarnaya adalah meningkatnya konsumsi ikan global.
Your browser doesn’t support HTML5
“Tingkat konsumsi ikan global dan nasional semakin meningkat. Kita tahu konsumsi kita saja meningkat menjadi hampir 38 kilogram per kapita per tahun. Dunia juga meningkat, apalagi negara maju. Itu memicu orang mencari barang murah lewat penangkapan ikan secara ilegal,” ujar Dr. Zulhamsyah Imran.
Zulhamsyah memuji sejumlah kebijakan untuk memberantas penangkapan ikan ilegal yang diberlakukan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti sejak menjabat pada Oktober 2014. Salah satunya yang paling menonjol adalah menenggelamkan kapal-kapal asing yang tertangkap ketika sedang menangkap ikan secara ilegal di tanah air. Menurut Zulhamsyah sepanjang tahun 2014-2015 saja, Susi telah menenggelamkan 59 kapal asing. Sementara hingga Agustus 2016 sudah 37 kapal asing ditenggelamkan.
Angka itu jauh lebih banyak dibandingkan periode 2007-2014, ketika Susi belum menjabat, dimana hanya 38 kapal asing ditenggelamkan karena ketahuan menangkap ikan secara ilegal di perairan Indonesia. Jika sebelum kebijakan itu diberlakukan ada sekitar 150 kapal asing penangkap ikan yang beroperasi secara ilegal, kini jumlahnya kurang dari 20 kapal asing saja. Namun menurut Zulhamsyah, sudah saatnya Indonesia juga meningkatkan diplomasi agar yang menenggelamkan kapal-kapal penangkap ikan ilegal itu bukan Indonesia, tetapi negara asal kapal tersebut.
Kebijakan itu juga membuat produksi ikan Indonesia terus melonjak. Jika pada tahun 2010 jumlahnya mencapai 5,4 juta ton, maka pada tahun 2014 jumlahnya melesat menjadi 6,7 juta ton. Sementara tahun lalu jumlahnya meningkat lagi menjadi 9,7 juta ton.
Zulhamsyah menilai masih ada beberapa faktor lain yang memicu terus terjadinya kegiatan penangkapan ikan secara ilegal, yaitu sangat mahalnya harga ikan di luar negeri, luasnya wilayah laut dan keterbatasan patroli dengan sumber daya yang memadai. Zulhamsyah mencontohkan betapa seekor ikan tuna seberat 200 kilogram yang ditangkap di wilayah Indonesia, bisa dijual di Jepang senilai 300 juta rupiah atau seharga satu mobil Innova terbaru.
Namun demikian anggota DPR Komisi IV Ichsan Firdaus mengkritik sejumlah kebijakan Susi yang dinilai merugikan kaum nelayan. Ia mengaku mendapat masukan dari nelayan di Rembang, Bitung dan Ambon. Kementerian Kelautan dan Perikanan menurutnya juga menyerap anggaran yang sangat besar dan jumlahnya terus meningkat setiap tahun. Jika pada tahun 2014, menelan anggaran Rp 6,5 triliun, pada tahun 2015 naik menjadi Rp 10,5 triliun, pada tahun 2016 menjadi Rp 11,1 triliun, dan baru tahun ini turun menjadi Rp 9,2 triliun.
“Anggaran dari Kementerian Kelautan ini hampir 70 persen itu bicara tentang pengawasan dan penangkapan. Kita tidak bicara budidaya. Bu Susi itu seringkali mengenyampingkan urusan budidaya. Padahal potensi terbesar kita sesungguhnya ada di budidaya tapi Bu Susi mikirnya kita bicara penangkapan saja karena laut kita terlalu luas, jadi kita lebih banyak eksploitasi,” ujar anggota DPR Komisi IV, Ichsan Firdaus.
Menurut Ichsan, di mata anggota DPR, Satgas 115 – satuan tugas yang berfungsi memberantas penangkapan ikan secara ilegal – juga kerap melanggar undang-undang, antara lain dengan mengerahkan pasukan TNI untuk mengejar kapal penangkap ikan ilegal, padahal seharusnya yang memutuskan keterlibatan TNI adalah Panglima TNI. [fw/em]