Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan korban tewas akibat pertempuran brutal selama hampir satu bulan di Sudan kini lebih dari 600.
Badan kesehatan dunia PBB itu pada Selasa (9/5) mengatakan bahwa lebih dari 5.000 lainnya terluka sehubungan dengan pertempuran antara militer Sudan, yang dipimpin Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, dan paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) yang dipimpin Jenderal Mohammed Hamdan Dagalo.
Kedua jenderal itu sebelumnya adalah sekutu yang bersama-sama mengatur kudeta militer Oktober 2021, yang menggagalkan transisi ke pemerintahan sipil setelah disingkirkannya pemimpin lama Omar al-Bashir pada tahun 2019.
Ketegangan antara para jenderal itu kian besar terkait perselisihan pendapat mengenai bagaimana RSF harus diintegrasikan ke dalam militer dan siapa yang harus mengawasi proses tersebut. Restrukturisasi militer merupakan bagian dari upaya untuk mengembalikan negara itu ke pemerintahan sipil dan mengakhiri krisis politik yang dipicu oleh kudeta militer 2021.
Perjanjian gencatan senjata berulang kali telah gagal mengakhiri konflik atau bahkan untuk mengurangi kekerasan.
Para utusan kedua faksi yang berperang itu telah bertemu di Jeddah, Arab Saudi, selama beberapa hari guna membahas kesepakatan untuk membuat bantuan kemanusiaan dapat mencapai ratusan ribu orang yang membutuhkan makanan, tempat tinggal dan layanan kesehatan di Khartoum dan kota-kota Sudan lainnya.
BACA JUGA: Sekjen PBB: Sudan Hadapi 'Bencana Kemanusiaan'Kerajaan Saudi telah berjanji akan memberi Sudan bantuan senilai $100 juta.
Badan pengungsi PBB pada Selasa mengatakan lebih dari 700 ribu orang Sudan telah meninggalkan rumah mereka sejak kekerasan meletus bulan lalu –dua kali lipat lebih daripada 334 ribu yang dilaporkan badan tersebut mengenai jumlah pengungsi di dalam negeri pekan lalu.
Menurut badan migrasi PBB, 100 ribu orang Sudan lainnya telah meninggalkan negara itu. [uh/lt]