Korut dan Eritrea, Teratas Dalam Indeks Perbudakan Modern

Pemerintah menggeledah penangkaran udang di Samut Sakhon, Thailand, 9 November 2015. Perbudakan modern dianggap sebagai praktek bisnis yang lumrah di negara pengekspor produk boga bahari.

Korea Utara dan Eritrea memiliki insiden perbudakan modern tertinggi di dunia, menurut survei global yang dirilis hari Kamis (19/7).

The Global Slavery Index memperkirakan pada 2016 ada 40,3 juta orang di seluruh dunia menjadi objek perbudakan modern.

Survei itu mendefinisikan perbudakan modern sebagai perdagangan manusia, kerja paksa, jeratan utang, kawin paksa atau kawin budak dan penjualan atau eksploitasi anak-anak, serta tentunya perbudakan itu sendiri.

Korea Utara memiliki prosentasi tertinggi jumlah populasi yang diperbudak. Satu dari 10 orang Korea Utara terjebak dalam perbudakan modern, dan “ada mayoritas penduduk yang dipaksa kerja oleh negara,” demikian temuan laporan itu.

Laporan itu mengatakan negara-negara maju memikul tanggung jawab karena mereka mengimpor barang-barang senilai $350 miliar yang diproduksi dalam keadaan mencurigakan. Laporan itu menyebut batubara, cokelat, kayu dan ikan sebagai sebagian produk yang mungkin dicemari oleh perbudakan modern.

Jumlah keseluruhan terbesar ada di Indiadimana ada sekitar 8 juta dari 1,3 miliar penduduknya menjadi budak, menurut Walk Free Foundation yang mempublikasikan Global Slavery Index sejak 2013.

Tujuan penentuan indeks ini adalah untuk menekan negara dan perusahaan melakukan lebih banyak hal untuk menyudahi masalah perbudakan modern dengan menyediakan data tentang jumlah orang yang terlibat dan dampak hal itu di seluruh dunia.

Setelah Korea Utara dan Eritrea, pelanggar terburuk lainnya adalah Burundi, Republik Afrika Tengah, Afghanistan, Mauritania, Sudan Selatan, Pakistan, Kamboja dan Iran. [em/al]