Komisi Pemberantasan Korupsi menemukan sejumlah bukti kejanggalan dalam proyek pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk berbasis nomor induk kependudukan atau e.KTP
JAKARTA —
Salah satu kejanggalan yang ditemukan KPK adalah perbedaan teknologi terapan antara rencana di dokumen tender dan kenyataan di lapangan.
Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan sesuai hasil penyelidikan ada dua alat bukti yang ditemukan sehingga pejabat pembuat komitmennya menjadi tersangka.
Salah satu kejanggalan yang paling mencolok dalam pengadaan proyek senilai Rp 6 trilliun itu adalah perbedaan teknologi yang dijanjikan dalam kontrak tender dengan kenyataan di lapangan.
Dalam proposal dinyatakan teknoloogi yang dipakai adalah teknologi pemindai mata tetapi yang dilakukan selama ini memakai sidik jari.
Menurutnya KPK menemukan ketidaksesuaian antara teknoloogi kartu dan teknoloogi pada perangkat pembaca e-KTP. Selain itu juga ada penggelembungan dana terkait item teknologi informasi dalam pengadaan e-KTP baik berupa peranti lunak maupun keras.
Lembaga anti rasuah itu juga menemukan adanya manipulasi data jumlah penduduk yang mendapat e-KTP. Proyek ini memang menargetkan jumlah penduduk Indonesia yang harus memperoleh yang harus memperoleh e-KTP berdasarkan tahun tertentu.
Pada tahun 2012 ditargetkan 172 juta penduduk Indonesia telah mendapatkan e-KTP namun dalam perjalanan target diduga meleset. Untuk menutupi hal tersebut, penyidik KPK menemukan sejumlah pihak memanipulasi data penduduk. Penduduk yang seharusnya belum mendapat e-KTP dipaksakan menerima e-KTP.
KPK saat ini telah menetapkan satu tersangka dalam kasus ini yaitu pejabat pembuat komitmen di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Sugiharto. Dia saat ini menjabat sebagai Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri.
“Dalam kasus ini, ditetapkan S selaku pejabat pembuat komitmen di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil sebagai tersangka,” kata Johan Budi.
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi membantah terlibat dalam proyek pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional atau KTP elektronik (e-KTP) tahun 2011-2012.
Meski sebagai Penguasa Anggaran, Gamawan mengatakan semua proses lelang proyek itu sepenuhnya diserahkan kepada Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
“Kita minta audit dulu oleh BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) apakah sudah betul penentuan harga ini BKPB menyatakan sudah tidak ada masalah karena itu pula boleh ditender. Makanya kalau sekarang ada yang bila 1,2 trilliun saya perlu tahu dulu yang mana,” ungkap Gamawan Fauzi.
Johan Budi menambahkan lembaganya akan mengusut tuntas kasus proyek 3-KTP ini.
Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan sesuai hasil penyelidikan ada dua alat bukti yang ditemukan sehingga pejabat pembuat komitmennya menjadi tersangka.
Salah satu kejanggalan yang paling mencolok dalam pengadaan proyek senilai Rp 6 trilliun itu adalah perbedaan teknologi yang dijanjikan dalam kontrak tender dengan kenyataan di lapangan.
Dalam proposal dinyatakan teknoloogi yang dipakai adalah teknologi pemindai mata tetapi yang dilakukan selama ini memakai sidik jari.
Menurutnya KPK menemukan ketidaksesuaian antara teknoloogi kartu dan teknoloogi pada perangkat pembaca e-KTP. Selain itu juga ada penggelembungan dana terkait item teknologi informasi dalam pengadaan e-KTP baik berupa peranti lunak maupun keras.
Lembaga anti rasuah itu juga menemukan adanya manipulasi data jumlah penduduk yang mendapat e-KTP. Proyek ini memang menargetkan jumlah penduduk Indonesia yang harus memperoleh yang harus memperoleh e-KTP berdasarkan tahun tertentu.
Pada tahun 2012 ditargetkan 172 juta penduduk Indonesia telah mendapatkan e-KTP namun dalam perjalanan target diduga meleset. Untuk menutupi hal tersebut, penyidik KPK menemukan sejumlah pihak memanipulasi data penduduk. Penduduk yang seharusnya belum mendapat e-KTP dipaksakan menerima e-KTP.
KPK saat ini telah menetapkan satu tersangka dalam kasus ini yaitu pejabat pembuat komitmen di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Sugiharto. Dia saat ini menjabat sebagai Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri.
“Dalam kasus ini, ditetapkan S selaku pejabat pembuat komitmen di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil sebagai tersangka,” kata Johan Budi.
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi membantah terlibat dalam proyek pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional atau KTP elektronik (e-KTP) tahun 2011-2012.
Meski sebagai Penguasa Anggaran, Gamawan mengatakan semua proses lelang proyek itu sepenuhnya diserahkan kepada Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
“Kita minta audit dulu oleh BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) apakah sudah betul penentuan harga ini BKPB menyatakan sudah tidak ada masalah karena itu pula boleh ditender. Makanya kalau sekarang ada yang bila 1,2 trilliun saya perlu tahu dulu yang mana,” ungkap Gamawan Fauzi.
Johan Budi menambahkan lembaganya akan mengusut tuntas kasus proyek 3-KTP ini.