Empat bulan menjelang pemilihan presiden sekaligus anggota legislatif secara serentak, muncul polemik mengenai kotak suara yang terbuat dari kardus. Di media-media sosial, penggunaan kotak suara kardus ini menjadi bahan ejekan dan lelucon.
Bahkan, ada tudingan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sengaja menggunakan kotak suara kardus sebagai rekayasa untuk memenangkan calon presiden petahana Joko Widodo yang berpasangan dengan Kiai Ma'ruf Amin.
Namun, dalam diskusi mengenai persiapan Pemilihan Umum 2019 yang digelar di kantornya di Jakarta, Selasa (18/12), Ketua KPU Arief Budiman menepis polemik terkait pemilihan kotak suara terbuat dari kardus. Ia menggarisbawahi bahwa KPU telah mempertimbangkan berbagai aspek dalam memilih kotak suara berbahan karton kedap air untuk menggantikan kotak suara yang berbahan aluminium.
Salah satu pertimbangannya, kata Arief, kotak suara karton kedap air lebih murah. Menurut dia, distribusi kotak suara sudah seratus persen.
"Kotak suara realisasinya hanya sebesar 29,97 persen atau 30 persen dari total pagu yang tersedia. Pagunya Rp 948 miliar, realisasi yang digunakan Rp 284 miliar," kata Arief.
Pertimbangan lainnya untuk memilih kotak suara terbuat dari kardus, kata Arief, adalah keamanan, kemudahan distribusi, kemudahan menyimpan, kemudahan merakit, dan ramah lingkungan.
"Kotak suara (kardus) ini didesain untuk menjalankan fungsi sebagai kotak suara. Bukan menjalankan fungsi untuk menahan api, menjalankan fungsi untuk menahan banjir, bukan. Kalau kena banjir, direndam di air, ya jelas rusak. Dibakar, ya jelas terbakar," tambahnya.
Jumlah kotak suara yang sudah dibuat sekitar 4.600.037 buah, yang akan dikirim ke 806 ribu tempat pemungutan suara (TPS). Arief mengatakan jumlah kotak suara ini kemungkinan bertambah karena jumlah TPS terakhir yang sudah ditetapkan mencapai sekitar 809.500 TPS.
Arief juga menegaskan bahwa kotak suara karton kedap air sebenarnya bukan barang baru. Kotak suara tersebut sudah pernah digunakan pada Pemilu Tahun 2014, Pilkada Tahun 2015, Pilkada Tahun 2017 dan Pilkada Tahun 2018.
Perludem Serukan KPU Jawab Isu-Isu Miring Secara Cepat & Proporsional
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menegaskan bahwa dua hal yang sangat penting dalam proses pemilihan umum, yakni kepercayaan publik dan legitimasi konstitusional.
Kepercayaan publik, menurut Titi, menyangkut banyak hal, termasuk bagaimana memastikan pemilih mendapat informasi dengan baik terkait proses pemilihan umum. Sehingga akan lebih mudah bagi penyelenggara pemilu untuk meyakinkan bahwa mereka sudah bekerja benar sesuai aturan main yang ada. Legitimasi konstitusional adalah ketika semua proses pemilu dikendalikan oleh supremasi konstitusi, dengan menjunjung praktik pemilu yang jujur, bebas dan adil.
Pemilu 2019 dinilai sebagai adalah pemilu paling berat yang akan diselenggarakan oleh Indonesia, dalam konteks kesiapan teknis.
BACA JUGA: Kesiapan Pemilu 2019 Sudah Mencapai 90 PersenSelanjutnya, menurut Titi, masyarakat saat ini menjadi kelompok yang sangat terbelah, petahana dan oposisi, sedangkan KPU berada di tengah. KPU sering dijebak masuk ke dalam narasi kontestasi antar dua kelompok masyarakat yang terbelah tersebut. Titi mencontohkan kasus kotak suara kardus yang narasinya menyerat KPU seolah-olah mendukung petahana.
Karena itu, tambah Titi, tantangan terbesar KPU adalah bagaimana membebaskan pemilih dari kebohongan, pandangan menyesatkan, atau tekanan terhadap pemilih. Terutama yang berkaitan dengan persiapan pemilu.
"Isu ini (kotak suara kardus) jadi ramai karena ada beberapa elite politik yang meragukan kapasitas kotak suara dari karton dan kemudian isu itu bergulir ke publik. Sementara publik hanya menangkap kontroversinya saja. Publik tidak disajikan langsung seperti apa spesifikasinya, lalu kemudian fungsionalitasnya akan seperti apa," tukasnya.
Titi menyarankan KPU tidak hanya mensosialisasikan tahapan-tahapan pemilu yang berkaitan dengan hari pemungutan suara, tetapi juga tentang perlengkapan pemungutan suara. KPU juga diserukan untuk menanggapi dengan cepat isu-isu miring agar tidak dibawa-bawa kepada kepentingan kelompok tertentu. Karena jika dibiarkan terus dan tidak ada respon yang proporsioinal dan terukur maka akan memicu ketidakpercayaan publik, yang pada akhirnya mengancam kredibilitas proses pemilu.
Bawaslu: Masih Ada 5,3 Juta Pemilih Belum Masuk DPT
Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Mochammad Afifuddin mengharapkan KPU sebagai penyelenggara pemilu dapat menjamin semua tahapan pemungutan suara sesuai aturan dan mekanisme yang berlaku guna memastikan hasilnya mendapat legitimasi dari seluruh masyarakat.
Mengenai daftar pemilih tetap (DPT), Afifuddin mengatakan ada lebih dari 5,3 juta pemilih yang memenuhi syarat, yang belum dimasukkan ke dalam DPT. Misalnya data dari Migrant Care yang menunjukkan bahwa dari tujuh juta buruh migran di luar negeri, baru dua juta yang masuk DPT. Oleh karena itu Afifuddin menyerukan agar KPU segera membereskan DPT agar tidak muncul polemik baru.
Sesuai mandat UU 7/2017 tentang Pemilu, pada Pemilu 2019 harus menggunakan kotak suara transparan. Karena itu, KPU menimbang berbagai model, bahan, spesifikasi, dan ukuran untuk menjalankan ketentuan tersebut. Ada empat perusahaan yang memenangkan tender pengadaan kotak dan bilik suara untuk Pemilu 2019, yakni PT Karya Indah Multiguna (Bekasi), PT Cipta Multi Buana Perkasa (Tangerang), PT Asada Mitra Packindo (Serang), dan PT Intan Ustrix (Gresik). [fw/em]