KPU Perlu Segera Atasi Polemik Format Debat Capres-Cawapres

Foto kombinasi tiga capres, dari kiri: Ganjar Pranowo, Prabowo Subiyanto, Anies Baswedan.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengubah format debat calon presiden dan calon wakil presiden pada 2024. Perubahan format debat yang diputuskan dalam rapat minggu lalu itu memicu kontroversi.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengubah format debat calon presiden dan calon wakil presiden pada Pemilu 2024.

Debat tersebut akan tetap diadakan sebanyak lima kali, yang terdiri dari tiga kali debat antar capres dan dua kali debat antarcawapres. Namun, semuanya itu akan dihadiri secara bersamaan oleh capres dan cawapres. Tidak ada putaran debat secara terpisah yang khusus hanya dihadiri capres atau cawapres saja, seperti pada Pilpres 2019 lalu.

Yang berbeda nantinya, hanyalah porsi bicara capres dan cawapres tersebut, tergantung sesi debat mana yang sedang berlangsung.

VOA berupaya keras mengubungi Ketua KPU Hasyim Asyari. Namun, hingga berita ini disampaikan belum membuahkan hasil. Mengutip dari Kompas.com, Hasyim Asyari beralasan perubahan format debat ini dilakukan agar kelak pemilih bisa melihat sejauh mana jagoan mereka dalam bekerja sama satu sama lainnya.

Ketiga capres bertemu saat diundang makan Presiden Joko Widodo baru-baru ini. (Foto: Courtesy/Biro Setpres)

“Sehingga, kemudian publik makin yakin lah team work (kerja sama) antara capres dan cawapres dalam penampilan di debat,” kata Hasyim.

Berharap Format Debat Tak Diubah, Anies: Debat Penting Agar Rakyat Tahu Siapa yang Mereka Pilih

Mendengar perubahan format ini, calon presiden nomor urut satu Anies Baswedan berharap, format debat yang ada tidak diubah.

Anies Baswedan berfoto bersama warga di Jakarta, 1 November 2020. (Foto: AFP)

“Kalau disebut sebagai debat dari waktu ke waktu itu polanya sama. Menurut saya ini harus dijaga,” ungkap Anies saat ditemui di Kantor PWI Pusat, Jumat (1/12).

Anies, yang pernah menjadi moderator debat capres yang diadakan oleh KPU pertama kalinya pada 2009, menilai debat merupakan elemen penting agar publik dapat lebih mengenal dekat siapa capres dan cawapres yang akan mereka pilih.

“Kebetulan saya pernah menjadi moderator debat KPU pertama tahun 2009, dan saya itu moderator pertama, sebelumnya gak ada debat itu KPU, 2009 itu pertama kali, dan sesudah itu formatnya, berulang, dan menurut saya ketika dijaga berulang maka publik memiliki kesadaran membandingkan, bukan hanya antarcalon, tetapi antarperiode capres sekarang dengan periode sebelumnya,” jelasnya.

Acara debat kedua antara Capres 01 Joko Widodo (kiri) dan Capres 02 Prabowo Subianto di Jakarta, pada 17 Februari 2019. (Foto: AFP)

TPN Ganjar-Mahfud: Perubahan Soal Debat, Akal-Akalan KPU

Sementara itu, Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud pun bereaksi keras atas hal ini. Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud Todung Mulya Lubis secara terang-terangan menilai bahwa perubahan format debat tersebut merupakan akal-akalan KPU.

Todung menjelaskan, sesuai dengan UU Pemilu pasal 277 dan Peraturan KPU No 15 Tahun 2023, format debat dalam pilpres diadakan lima kali, yakni tiga kali debat capres dan dua kali debat cawapres. Dengan begitu menurutnya, KPU dan Ketua KPU tidak berhak untuk mengubah format yang sudah ada sesuai dengan peraturan yang berlaku tersebut.

“Saya ingin mengatakan, Ketua KPU dan KPU tidak berhak untuk mengubah format debat itu. Kenapa? Karena itu sudah diatur dalam UU, diatur dalam peraturan KPU. Jadi kalau dikatakan debat tetap lima kali, dan capres serta cawapres akan hadir setiap debat, yang beda cuma format bicaranya," tukasnya.

"Menurut saya ini akal-akalan yang tidak boleh kita terima. Kita mesti konsisten menjalankan apa yang dituliskan oleh UU, kecuali kalau UU diubah. Kalau diubah kan mesti minta DPR dan pemerintah untuk melakukan perubahan itu,” imbuh Todung.

BACA JUGA: KPU Serukan Politik Damai di Pemilu 2024

Menurutnya, debat antar calon pemimpin ini sangat penting karena rakyat berhak mendapatkan gambaran terkait visi, misi serta kesiapan dari capres dan cawapres yang akan dipilihnya melalui debat yang akan disaksikan oleh seluruh rakyat Indonesia.

“Saya kira rakyat punya hak yang legitimate untuk menilai capres dan cawapres mereka. Kalau kita tidak memberikan rakyat hak mereka, kita nanti akan dihadapkan pada pertanyaan, apakah kita mau memilih kucing dalam karung? Seharusnya kan kita tidak memilih kucing dalam karung. Kita perlu tahu secara transparan, siapa capres , siapa cawapres, apa visi, misi, komitmen, kesiapan mereka. itu yang kita mesti lakukan,” paparnya.

Your browser doesn’t support HTML5

KPU Perlu Segera Atasi Polemik Format Debat Capres-Cawapres

Lebih jauh Todung yang mewakili TPN Ganjar-Mahfud secara tegas menyatakan bahwa belum diperoleh kesepakatan antar masing-masing TPN terkait format debat tersebut.

Praktisi Hukum Todung Mulya Lubis sebagai pembicara dalam acara diskusi di Jakarta. (Foto: VOA/Fathiyah Wardah)

“Saya tahu bahwa masing-masing TPN sudah bertemu dengan pihak KPU. Sejauh yang saya tahu belum ada kesepakatan. Jadi kalau Ketua KPU menyatakan sudah ada kesepakatan, saya kira itu keliru karena setahu saya belum ada kesepakatan mengenai hal ini. Jadi dalam pandangan TPN Ganjar-Mahfud, debat itu tetap tiga kali untuk capres dan dua kali untuk cawapres. Soal substansi memang masih diperdebatkan, apa sih substansi atau materi untuk debat tersebut,” tuturnya.

TPN Prabowo-Gibran Masih Bungkam

VOA sudah berusaha menghubungi TPN Prabowo-Gibran untuk meminta tanggapan terkait hal ini. Namun, sampai berita ini diturunkan, yang bersangkutan tidak merespons.

BACA JUGA: Jokowi Tegaskan Tidak Boleh Ada Intervensi dalam Pemilu 2024

Pengamat: KPU Harus Tuntaskan Polemik yang Dibuat

Pengamat politik di Universitas Al Azhar, Ujang Komaruddin, menilai KPU harus menuntaskan polemik terkait debat capres dan cawapres tersebut. Menurutnya ini penting agar tingkat kepercayaan masyarakat kepada lembaga penyelenggara pemilu ini juga bisa terjaga dengan baik.

KPU, tambahnya, sedianya berdiskusi dengan masing-masing tim dan mendengar aspirasi rakyat jika ingin membuat pembaruan debat.

“Intinya debat itu menyampaikan gagasan, baik capres dan cawapres, harus menyampaikan ide dan gagasannya secara baik di depan rakyat Indonesia melalui acara debat tersebut. Kalau soal formatnya, tidak sama dengan 2019 yang lalu, tergantung KPU tetapi KPU harus berkeadilan, harus mengikuti aspirasi masyarakat," katanya.

"Yang jelas publik ingin tahu kapasitas kandidat, baik capres maupun cawapres. Jadi soal debat khusus cawapres menjadi tidak ada dan didampingi oleh capres, ya mestinya formatnya mengikuti aspirasi dari publik, baru format itu hasilnya dari aspirasi masyarakat termasuk dari kandidat capres dan cawapres,” jelas Ujang. [gi/em]