Sistem kesehatan di Jalur Gaza yang sudah lemah semakin memburuk akibat perang Israel-Hamas, yang keempat dalam lebih dari sepuluh tahun.
Seluruh rumah sakit kewalahan dengan gelombang korban tewas dan luka-luka akibat terus berlangsungnya pemboman Israel.
Banyak obat-obatan penting dengan cepat habis di wilayah pesisir yang kecil dan diblokir itu, demikian pula bahan bakar untuk mempertahankan beroperasinya fasilitas listrik.
Dua dokter paling terkemuka di Gaza, termasuk wakil kepala gugus tugas virus corona, tewas ketika rumah mereka hancur dalam serangkaian pemboman.
Di tengah lonjakan perebakan virus corona, satu-satunya laboratorium uji medis virus di Gaza rusak akibat serangan udara dan kini berhenti beroperasi.
“Ini adalah pusat laboratorium yang terkenal di Jalur Gaza, yang melakukan semua uji medis, terutama uji medis COVID-19. Kami tidak memiliki laboratorium lain,” ujar pejabat Kementerian Kesehatan Gaza Rami Abadla.
Pejabat-pejabat kesehatan lain juga khawatir dengan berlanjutnya wabah mematikan itu diantara puluhan ribu warga yang terlantar dan kini hidup berdesakan di tempat-tempat penampungan darurat setelah melarikan diri dari serangan Israel.
Di salah satu sekolah yang dikelola PBB, di mana 1.400 orang yang melarikan diri kini berlindung, Nawal Al Danaf dan lima anaknya berdesakan di satu ruang kelas bersama lima keluarga lainnya. Mereka memasang selimut sebagai pembatas agar ada sedikit privasi di salah satu sudut ruangan yang mereka tempati.
BACA JUGA: Netanyahu Tolak Seruan Biden untuk Redakan Ketegangan di Gaza“Sekolah ini aman dari perang, tetapi dalam soal corona... dengan lima keluarga berdesakan di satu ruangan maka kami saling menularkan satu sama lain,” ujar Al Danaf, yang melarikan diri dari penembakan tank-tank Israel di kota Beit Lahiya di bagian utara Gaza beberapa hari lalu.
Selimut dan cucian bergelantungan di pagar balkon sekolah, ketika sejumlah perempuan mengawasi halaman tempat anak-anak bermain dan laki-laki mengobrol.
Tidak seorang pun mengenakan masker atau bisa menjaga jarak di tempat yang sempit itu.
Fasilitas kesehatan berjuang keras menangani korban perang dan kebutuhan sehari-hari dua juta orang di Gaza.
Sejak konflik saat ini yang dimulai 10 hari lalu terjadi, Israel telah menyerang ratusan lokasi di sekitar jalur pantai itu. Israel mengatakan berusaha melumpuhkan penguasa Gaza, yaitu kelompok militan Hamas, yang telah menembakkan ratusan roket ke Israel.
Pejabat-pejabat kesehatan Gaza mengatakan sedikitnya 219 warga Palestina tewas dalam serangan udara Israel dan lebih dari 1.500 lainnya luka-luka.
Di pihak Israel, 12 orang tewas oleh roket Hamas.
Pemboman itu telah mendorong lebih dari 71 ribu warga Gaza – atau sekitar 3 ribu dari total populasi – mengungsi ke tempat yang lebih aman. Sebagian besar kini berjejalan di 56 sekolah yang dikelola oleh UNRWA.
BACA JUGA: Israel dan Militan Palestina Kembali Lancarkan Serangan Lintas PerbatasanBelajar dari perang terakhir tahun 2014, UNRWA mengatakan ketika itu sekitar 200 ribu pengungsi berdesakan di sekolah-sekolah dan tempat-tempat penampungan selama 50 hari saat berkecamuknya pertempuran.
Sebagaimana yang terjadi pada tahun 2014 itu, serangan saat ini secara tidak langsung merusak fasilitas kesehatan, rumah sakit, klinik dan sekolah-sekolah PBB. WHO mengatakan sedikitnya 18 rumah sakit dan klinik, serta satu pusat kesehatan, hancur dalam serangan kali ini. Hampir setengah dari semua obat-obatan penting telah habis. [em/lt]