Kubu Konservatif Iran Raih Sejumlah Besar Kursi dalam Pemilu

Seorang ulama menerima surat suara ketika menggunakan hak pilihnya dalam pemilu parlemen dan Majelis Ahli Iran, di sebuah tempat pemungutan suara di Teheran, pada 1 Maret 2024. (Foto: AP/Vahid Salemi)

Kalangan konservatif Iran memperoleh sejumlah besar kursi dalam pemilihan umum untuk badan ulama dan badan legislatif nasional, demikian laporan media lokal pada Minggu (3/3). Laporan itu memperkirakan jumlah pemilih yang berpartisipasi dalam pemilu tersebut mencapai rekor terendah.

Pihak berwenang masih menghitung surat suara, dua hari setelah pemungutan suara pada hari Jumat (1/3) untuk anggota parlemen dan Majelis Ahli, yang memilih pemimpin tertinggi republik Islam tersebut.

Pemungutan suara tersebut merupakan yang pertama sejak protes meletus terkait kematian Mahsa Amini, 22, seorang warga Kurdi Iran yang ditangkap pada September 2022 karena diduga melanggar aturan berpakaian ketat bagi perempuan.

Pemilu tersebut, yang proses pemeriksaannya menghalangi banyak kandidat untuk mencalonkan diri, terjadi ketika Iran mengalami krisis ekonomi parah yang diperburuk oleh sanksi internasional.

BACA JUGA: Iran Eksekusi 'Teroris' Atas Dugaan Serangan yang Terkait Israel

Kantor berita resmi IRNA menyebutkan jumlah pemilih sekitar "41 persen" di antara 61 juta pemilih yang memenuhi syarat. Angka resmi belum diumumkan.

Harian reformis Shargh memperkirakan parlemen berikutnya akan "berada di tangan kelompok konservatif radikal" yang "memanfaatkan peluang akibat rendahnya partisipasi."

Etemaad, surat kabar reformis lainnya, melaporkan bahwa jumlah pemilih di kota-kota besar Iran lebih rendah dibandingkan kota-kota kecil, dan terdapat sejumlah besar “suara kosong”.

Kekhawatiran akan rendahnya jumlah pemilih muncul menjelang pemilu setelah jajak pendapat TV pemerintah menunjukkan lebih dari separuh responden tidak peduli terhadap pemilu.

Sebuah peringatan

Jumlah pemilih di ibu kota Teheran sekitar 25 persen, menurut media Iran, yang melaporkan bahwa kandidat ultrakonservatif memperoleh 12 dari 30 kursi parlemen yang diberikan untuk wilayah ibu kota.

IRNA melaporkan, beberapa kandidat telah lolos ke putaran kedua, yang akan berlangsung pada bulan April atau Mei.

Surat kabar Iran Daily yang pro-pemerintah mengatakan pihak berwenang harus melihat rendahnya jumlah pemilih sebagai sebuah peringatan dan melipatgandakan upaya untuk memperkuat basis dukungan mereka.

Sementara Harian reformis Ham Mihan mengatakan bahwa "jiwa pemilu telah hilang" dan jumlah pemilih "jauh dari kemenangan" yang dapat menimbulkan "dampak politik" bagi sistem Iran.

Analis politik Mohammad Mohajeri mengatakan kelompok konservatif dan ultrakonservatif akan muncul sebagai pemenang utama dalam pemilu karena “penurunan tajam dalam tingkat partisipasi.”

Sebanyak 15.200 calon bersaing memperebutkan kursi di parlemen yang beranggotakan 290 orang. Jumlah tersebut mencapai rekor terbaru.

Sebanyak 144 kandidat lainnya mencari kursi di Majelis Ahli yang beranggotakan 88 orang, yang secara eksklusif terdiri dari ulama laki-laki.

BACA JUGA: AS, Inggris Berlakukan Sanksi Baru terhadap Iran dan Militan Houthi

Dengan mengizinkan sejumlah besar kandidat, pemerintah ingin “menciptakan persaingan lokal dan meningkatkan partisipasi” guna membantu menarik pemilih, kata jurnalis Maziar Khosravi sebelumnya kepada kantor berita AFP.

Parlemen Iran pada tahun 2020 dipilih pada masa pandemi COVID dengan jumlah pemilih sebesar 42,57 persen – yang merupakan angka terendah sejak Revolusi Islam tahun 1979.

Mantan Presiden moderat Hassan Rouhani memberikan suaranya pada hari Jumat meskipun ia didiskualifikasi dari pencalonan Majelis Ahli setelah 24 tahun menjadi anggota.

Mantan presiden lainnya, Mohammad Khatami yang reformis, termasuk di antara mereka yang tidak memilih, menurut koalisi partai yang disebut Front Reformasi.

Pada bulan Februari, Khatami di situs resminya mengatakan Iran "sangat jauh dari pemilu yang bebas dan kompetitif." [my/jm]