Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan ia banyak membahas peningkatkan kerja sama kesehatan untuk menangani pandemi COVID-19 dalam pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken di Washington D.C.
Hal itu diungkapkan Retno dalam jumpa pers secara virtual dari Ibu Kota Washington DC, Kamis (5/8). Retno melakukan kunjungan ke AS dari 2 Agustus hingga 5 Agustus atas undangan Blinken.
Untuk jangka pendek, lanjut Retno, penanganan COVID-19 menjadi prioritas kerja sama antara Indonesia dan Amerika.
Sejauh ini, kata Retno, AS telah memberikan bantuan antara lain, lebih dari delapan juta dosis vaksin Moderna, seribu ventilator, dan alat-alat kesehatan lainnya.
"Selama pertemuan-pertemuan saya, kita juga memperoleh dukungan baru berupa penyediaan tambahan dana $30 juta yang pengumumannya langsung dilakukan setelah pertemuan saya dengan NSA Jack Sullivan. Kemudian ada juga dukungan obat-obat terapeutik oleh salah satu perusahaan Amerika Serikat senilai kurang lebih US$51,6 juta,” kata Retno.
Jika digabung, kata Retno, jumlahnya mencapai total $81,6 juta atau sekitar Rp1,1 triliun.
Selain bertemu Blinken, Retno juga mengadakan pembicaraan dengan sejumlah pejabat tinggi Amerika, termasuk penasihat keamanan nasional Jack Sullivan, Direktur CIA (dinas rahasia luar negeri Amerika) William Burns, dan para anggota Kongres.
Ini merupakan kunjungan pertama Retno ke Amerika setelah pemerintahan baru di negara adikuasa itu terbentuk. Retno sekaligus menjadi menteri luar negeri pertama ASEAN yang mengadakan pertemuan dengan Blinken.
BACA JUGA: Menlu AS Puji Kepemimpinan Indonesia di ASEANKetahanan Kesehatan
Menurut Retno, dirinya juga akan membicarakan beberapa komitmen dukungan dalam penanganan COVID-19 di Indonesia dengan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Amerika serta Dewan Bisnis ASEAN-Amerika sebelum kepulangannya ke Indonesia pada besok, Jumat, 6 Agustus.
Untuk jangka panjang, tambah Retno, ketahanan kesehatan menjadi pembahasan utama dalam berbagai pertemuan dengan industri farmasi AS, termasuk menjajaki kemungkinan pengembangan vaksin hingga isu alih teknologi dan manufaktur.
Retno menjelaskan untuk pertama kalinya Menteri Luar Negeri Indonesia dan AS melakukan dialog strategis yang merupakan turunan dari kemitraan strategis yang disepakati kedua negara pada 2015.
BACA JUGA: Menlu RI, Penasihat Keamanan Nasional AS Bahas Upaya Atasi Pandemi dan Stabilitas KawasanDia memastikan AS akan meraup banyak manfaat di kawasan dengan membuka kemitraan strategis dengan Indonesia. Pasalnya, Indonesia merupakan negara demokrasi dan ekonomi terbesar di Asia Tenggara.
Indonesia meyakini kemitraan strategis antara kedua negara dapat berkontribusi bagi perdamaian, keamanan, dan kesejahteraan di Asia Tenggara.
Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Paramadina, Teuku Rezasyah, menilai AS belum sepenuhnya menyumbangkan kekuatan lunak dalam kerja sama kesehatan dengan Indonesia.
Dia menekankan AS sangat maju dalam bidang riset dan pengembangan, serta manufaktur alat-alat kesehatan dan obat-obatan.
Meski sudah memiliki kemitraan strategis dengan Indonesia, lanjut Rezasyah, daya jangkau AS masih kalah ketimbang China. Sebab China berhasil membangun kerja sama dengan Indonesia bukan hanya antar negera tetapi juga antar aktor dalam negara sehingga sampai pada level bisnis, kota, provinsi, dan sekolah.
BACA JUGA: Menhan AS Dukung Pencegahan Terintegrasi untuk Redam Agresi China di Asia Tengara"Produk-produk teknologi tinggi Amerika itu lebih unggul, lebih berdaya saing, tingkat keandalannya lebih tinggi daripada produk-produk COVID China, tapi China sudah lebih awal melakukan promosi, kerja sama lintas kementerian, mengundang aktor-aktor Indonesia untuk datang ke sana sehingga dalam waktu sekejap kita bisa diyakinkan," ujar Rezasyah.
Namun Rezasyah mengingatkan tidak ada kata terlambat dalam diplomasi. Karena itu, Indonesia harus segera mempercepat penandatangan dokumen-dokumen kerja sama kesehatan dengan AS untuk penanganan pandemi COVID-19.
Your browser doesn’t support HTML5
Rezasyah memandang bukan sebuah kebetulan lawatan Retno ke AS bersamaan waktunya dengan krisis di Laut China Selatan, kunjungan Menteri Pertahanan AS ke beberapa negara ASEAN dan nanti dilanjutkan dengan kedatangan Wakil Presiden AS ke beberapa negara ASEAN.
Rezasyah melihat ada sebuah agenda yang dipaksakan karena waktu kunjungan Retno dengan agenda pejabat Amerika di Asia tenggara dilakukan dalam waktu berhimpitan. [fw/ft]