Dalam sebulan terakhir dua orangutan di Kebun Binatang Surabaya mati, menambah deretan daftar hewan yang mati atau sakit di tempat tersebut.
SURABAYA —
Seekor orangutan bernama Bety yang tinggal di Kebun Binatang Surabaya mati akibat paru-paru pada Kamis (10/10), menambah deretan hewan yang sakit atau mati di tempat tersebut dalam setahun terakhir.
Sebelumnya, pada 21 September, orangutan lain bernama Nanik mati setelah menderita sakit karena tumor usus besar dan gangguan hati. Nanik adalah orangutan titipan dari Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Timur pada 2006.
Menurut Dokter Hewan Taman Satwa Kebun Binatang Surabaya, Rahmat Suharta, kematian Betty, orangutan betina umur 15 tahun ini, terjadi setelah sekitar seminggu menjalani perawatan intensif tim dokter hewan di sana.
“Sebetulnya kalau riwayatnya, sejak Jumat minggu lalu sudah terlihat nafsu makan menurun, ada lendir keluar dari mulut. Setelah itu kemarin kok terlihat kayak nafasnya agak sesak, terus ada kalau tidur terdengar mengorok,” ujar Rahmat, Jumat (11/10).
Juru bicara Taman Satwa Kebun Binatang Surabaya, Agus Supangkat mengatakan, kondisi cuaca yang panas terik menjadi salah satu penyebab menurunnya kondisi kesehatan satwa. Menurutnya, upaya antisipasi sudah dilakukan untuk meningkatkan kondisi kesehatan satwa, terutama menghadapi kondisi pergantian musim yang cukup ekstrem.
“Sebetulnya dari tim medis sudah melakukan antisipasi, jadi kita lakukan penyiraman untuk areal KBS, juga di kandang-kandang, sehingga suasananya menjadi lebih sejuk begitu. Kemudian yang tentunya tidak kalah penting dari tim medis melakukan penambahan pemberian multivitamin untuk semua satwa, untuk menjaga agar satwa-satwa yang ada tetap dalam kondisi prima,” ujarnya.
Selain itu, Agus mengatakan, tim medis juga telah melakukan pemeriksaan rutin terhadap semua satwa, dengan memeriksa kesehatan satwa dalam dua bulan sekali, untuk mengantisipasi serangan penyakit dan bakteri pengganggu lainnya.
“Ya, itu sudah dilakukan tim medis, jadi ada, secara rutin ada pemeriksaan feses, kotoran untuk satwa, semua satwa. Itu biasanya dua bulan sekali. Ini untuk antisipasi misalkan ada parasit atau bakteri yang tidak menguntungkan di saluran pencernaan bisa langsung diambil tindakan,” ujarnya.
Kebun Binatang Surabaya telah menjadi sorotan karena dihinggapi berbagai persoalan, termasuk kematian ratusan satwa, sengketa kepemilikan lahan dan konflik kepengurusan.
Data pengelola Kebun Binatang Surabaya pada 2012 menunjukkan bahwa sekitar 130 satwa mati pada tahun tersebut, terutama karena serangan penyakit dan kurangnya sarana yang memadai dan tenaga perawat satwa yang berkualitas.
Ketua ProFauna Indonesia Rosek Nursahid mengatakan, kematian orangutan di Kebun Binatang Surabaya, merupakan kesalahan manajemen sejak masa lampau, yang tidak segera diperbaiki. Pembenahan secara menyeluruh, menurut Rosek, harus segera dilakukan manajemen baru, agar tidak ada lagi satwa yang mati akibat penanganan yang kurang baik.
“Beberapa yang harus dibenahi antara lain, perlu adanya pembatas yang lebih jauh antara kandang dan pengunjung, sehingga tidak memungkinkan pengunjung memberi makan satwa. kandang harus lebih kaya mainan agar satwa tidak bosan dan stress, juga satwa jangan terus di pamerkan, harus ada masa istirahat,” tegas Rosek.
Seorang warga Surabaya, Selo Cahyo mengatakan, pemerintah dan pengelola Kebun Binatang Surabaya harus serius dalam mengelola dan mengurusi satwa yang dilindungi, agar satwa-satwa langka asli Indonesia tidak semakin habis.
“Orangutan itu kan dilindungi dan langka, jadi ya mohon pihak KBS dan semua pihak terkait, pemerintah Kota dalam hal ini mempercepat upaya upgrade KBS-nya ini, kan katanya mau diperbaiki dan ditambah fasilitasnya,”
Sebelumnya, pada 21 September, orangutan lain bernama Nanik mati setelah menderita sakit karena tumor usus besar dan gangguan hati. Nanik adalah orangutan titipan dari Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Timur pada 2006.
Menurut Dokter Hewan Taman Satwa Kebun Binatang Surabaya, Rahmat Suharta, kematian Betty, orangutan betina umur 15 tahun ini, terjadi setelah sekitar seminggu menjalani perawatan intensif tim dokter hewan di sana.
“Sebetulnya kalau riwayatnya, sejak Jumat minggu lalu sudah terlihat nafsu makan menurun, ada lendir keluar dari mulut. Setelah itu kemarin kok terlihat kayak nafasnya agak sesak, terus ada kalau tidur terdengar mengorok,” ujar Rahmat, Jumat (11/10).
Juru bicara Taman Satwa Kebun Binatang Surabaya, Agus Supangkat mengatakan, kondisi cuaca yang panas terik menjadi salah satu penyebab menurunnya kondisi kesehatan satwa. Menurutnya, upaya antisipasi sudah dilakukan untuk meningkatkan kondisi kesehatan satwa, terutama menghadapi kondisi pergantian musim yang cukup ekstrem.
“Sebetulnya dari tim medis sudah melakukan antisipasi, jadi kita lakukan penyiraman untuk areal KBS, juga di kandang-kandang, sehingga suasananya menjadi lebih sejuk begitu. Kemudian yang tentunya tidak kalah penting dari tim medis melakukan penambahan pemberian multivitamin untuk semua satwa, untuk menjaga agar satwa-satwa yang ada tetap dalam kondisi prima,” ujarnya.
Selain itu, Agus mengatakan, tim medis juga telah melakukan pemeriksaan rutin terhadap semua satwa, dengan memeriksa kesehatan satwa dalam dua bulan sekali, untuk mengantisipasi serangan penyakit dan bakteri pengganggu lainnya.
“Ya, itu sudah dilakukan tim medis, jadi ada, secara rutin ada pemeriksaan feses, kotoran untuk satwa, semua satwa. Itu biasanya dua bulan sekali. Ini untuk antisipasi misalkan ada parasit atau bakteri yang tidak menguntungkan di saluran pencernaan bisa langsung diambil tindakan,” ujarnya.
Kebun Binatang Surabaya telah menjadi sorotan karena dihinggapi berbagai persoalan, termasuk kematian ratusan satwa, sengketa kepemilikan lahan dan konflik kepengurusan.
Data pengelola Kebun Binatang Surabaya pada 2012 menunjukkan bahwa sekitar 130 satwa mati pada tahun tersebut, terutama karena serangan penyakit dan kurangnya sarana yang memadai dan tenaga perawat satwa yang berkualitas.
Ketua ProFauna Indonesia Rosek Nursahid mengatakan, kematian orangutan di Kebun Binatang Surabaya, merupakan kesalahan manajemen sejak masa lampau, yang tidak segera diperbaiki. Pembenahan secara menyeluruh, menurut Rosek, harus segera dilakukan manajemen baru, agar tidak ada lagi satwa yang mati akibat penanganan yang kurang baik.
“Beberapa yang harus dibenahi antara lain, perlu adanya pembatas yang lebih jauh antara kandang dan pengunjung, sehingga tidak memungkinkan pengunjung memberi makan satwa. kandang harus lebih kaya mainan agar satwa tidak bosan dan stress, juga satwa jangan terus di pamerkan, harus ada masa istirahat,” tegas Rosek.
Seorang warga Surabaya, Selo Cahyo mengatakan, pemerintah dan pengelola Kebun Binatang Surabaya harus serius dalam mengelola dan mengurusi satwa yang dilindungi, agar satwa-satwa langka asli Indonesia tidak semakin habis.
“Orangutan itu kan dilindungi dan langka, jadi ya mohon pihak KBS dan semua pihak terkait, pemerintah Kota dalam hal ini mempercepat upaya upgrade KBS-nya ini, kan katanya mau diperbaiki dan ditambah fasilitasnya,”