Sebuah kelompok, One World Education, memiliki program di mana guru-guru mengembangkan kurikulum berdasarkan esai oleh murid-murid SMP dan SMA.
One World Education adalah kelompok nirlaba yang berbasis di Washington. Para siswa diajak untuk menulis tentang masalah yang menurut mereka penting. Kemudian materi pembelajaran dikembangkan secara profesional berdasarkan esai yang dipilih itu digunakan di sekolah-sekolah untuk mengajar siswa lainnya.
Eric Goldstein, direktur eksekutif One World Education menjelaskan, “Selama empat tahun terakhir, kami telah bekerja dengan lebih dari 1.500 siswa penulis dan kami telah bekerja dengan hampir 325 guru yang mengakses kurikulum One World tersebut."
Dia mengatakan esai-esai tersebut dapat berfungsi sebagai panduan menulis dan belajar bagi ribuan siswa .
Goldstein sendiri adalah seorang mantan guru kelas. Dia dan seorang guru lainnya, Emily Chiariello, mulai merencanakan One World Education pada tahun 2006.
Kelompok ini menerbitkan sebuah unit pembelajaran setiap bulannya dari bulan Agustus sampai Mei. Setiap unit kurikulum dimulai dengan sebuah esai terpilih, yang disebut "One World Reflection” atau Refleksi Satu Dunia. Subyek-subyeknya bermacam-macam dari orang tua tunggal, perlindungan hutan tropis, hingga penelusuran budaya Arab, kata Goldstein.
Laila Kunaish dari Washington menulis tentang perasaannya bahwa media di Amerika sering tidak adil terhadap kaum Muslim. Sebuah kegiatan pembelajaran berdasarkan pemikirannya meminta para siswa untuk mengumpulkan contoh-contoh berita di media dan mendiskusikan apakah hal itu benar atau tidak.
Laila dipilih sebagai One World Student Ambassador tahun lalu. Dua belas siswa dipilih setiap tahun. Refleksi mereka diterbitkan di situs kelompok tersebut, bersama dengan kegiatan-kegiatan belajar terkait dengan bacaan umum dan standar penulisan yang digunakan untuk pengujian.
Isabel Nampakwa Kapotwe dari Lusaka, Zambia, juga dipilih sebagai duta siswa. Dia menulis tentang tradisi budaya Zambia, tentang bahasa, agama dan tempat wisata. Dia juga menulis tentang kemiskinan dan penyakit di sana, dan bagaimana, setelah kedua orangtuanya meninggal, neneknya mengambil alih peran mereka. Satu kegiatan berdasarkan refleksi Isabel menyerukan penelitian tentang kakek-nenek sebagai kepala rumah tangga di masyarakat saat ini.
Eric Goldstein, direktur eksekutif One World Education menjelaskan, “Selama empat tahun terakhir, kami telah bekerja dengan lebih dari 1.500 siswa penulis dan kami telah bekerja dengan hampir 325 guru yang mengakses kurikulum One World tersebut."
Dia mengatakan esai-esai tersebut dapat berfungsi sebagai panduan menulis dan belajar bagi ribuan siswa .
Goldstein sendiri adalah seorang mantan guru kelas. Dia dan seorang guru lainnya, Emily Chiariello, mulai merencanakan One World Education pada tahun 2006.
Kelompok ini menerbitkan sebuah unit pembelajaran setiap bulannya dari bulan Agustus sampai Mei. Setiap unit kurikulum dimulai dengan sebuah esai terpilih, yang disebut "One World Reflection” atau Refleksi Satu Dunia. Subyek-subyeknya bermacam-macam dari orang tua tunggal, perlindungan hutan tropis, hingga penelusuran budaya Arab, kata Goldstein.
Laila Kunaish dari Washington menulis tentang perasaannya bahwa media di Amerika sering tidak adil terhadap kaum Muslim. Sebuah kegiatan pembelajaran berdasarkan pemikirannya meminta para siswa untuk mengumpulkan contoh-contoh berita di media dan mendiskusikan apakah hal itu benar atau tidak.
Laila dipilih sebagai One World Student Ambassador tahun lalu. Dua belas siswa dipilih setiap tahun. Refleksi mereka diterbitkan di situs kelompok tersebut, bersama dengan kegiatan-kegiatan belajar terkait dengan bacaan umum dan standar penulisan yang digunakan untuk pengujian.
Isabel Nampakwa Kapotwe dari Lusaka, Zambia, juga dipilih sebagai duta siswa. Dia menulis tentang tradisi budaya Zambia, tentang bahasa, agama dan tempat wisata. Dia juga menulis tentang kemiskinan dan penyakit di sana, dan bagaimana, setelah kedua orangtuanya meninggal, neneknya mengambil alih peran mereka. Satu kegiatan berdasarkan refleksi Isabel menyerukan penelitian tentang kakek-nenek sebagai kepala rumah tangga di masyarakat saat ini.