Temuan Deplu AS ini menyusul penangguhan pengiriman bom ke Israel oleh Washington karena kekhawatiran bahwa perdana menteri Israel berencana untuk memperluas operasi militer di Rafah.
Warga Gaza yang terluka dibawa ke rumah sakit di Rafah, sementara Israel terus menggempur kota Gaza selatan yang padat. Pada hari Jumat, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) mengkaji perilaku perang Israel dengan sebuah laporan kepada Kongres. Namun laporan itu mengatakan bahwa AS belum menentukan apakah terjadi pelanggaran dan masih menyelidikinya.
Matthew Miller, Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS mengatakan, "Pertanyaan-pertanyaan itu adalah sesuatu yang terus kita cermati dan belum ada yang diputuskan."
BACA JUGA: AS: Penggunaan Senjata Israel Mungkin Langgar Hukum InternasionalLaporan tersebut juga mengatakan bahwa meskipun Israel memiliki alat untuk mengurangi bahaya bagi warga sipil, tingginya jumlah korban sipil yang tewas telah menimbulkan pertanyaan apakah militer Israel menggunakan alat tersebut secara efektif.
Meskipun pada awalnya Israel menahan bantuan kemanusiaan, menurut laporan tersebut, setelah adanya peringatan kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dari Presiden Joe Biden pada bulan April, Israel saat ini tidak lagi membatasi bantuan.
Biden mengamanatkan laporan tersebut dengan Memo Keamanan Nasional - NSM20 - pada bulan Februari untuk menilai apakah para sekutu, termasuk Israel, mematuhi hukum AS dan internasional ketika menggunakan senjata Amerika.
Laporan tersebut menyimpulkan bahwa AS tidak memiliki informasi yang cukup untuk memverifikasi apakah senjata Amerika digunakan dalam aksi militer yang melanggar hukum, meskipun kelompok-kelompok hak asasi manusia memberikan masukan berdasarkan pengalaman mereka di lapangan.
Amanda Klasing, direktur nasional hubungan pemerintah dan advokasi di Amnesty International USA, melalui Skype mengatakan, "Kami mengidentifikasi beberapa kasus khusus di mana senjata buatan AS teridentifikasi. Dan kami berharap Departemen Luar Negeri AS akan menyimpulkan bahwa telah terjadi pelanggaran hukum kemanusiaan internasional, dan hal itu akan berujung pada suatu tindakan. Membaca laporan tersebut, sepertinya ada beberapa kesimpulan bahwa kemungkinan ada penggunaan yang tidak sesuai dengan hukum kemanusiaan internasional. Namun, sepertinya mereka tidak akan benar-benar mengubah praktik apa pun."
BACA JUGA: PBB Serukan Penyelidikan Independen Terhadap Kuburan Massal di GazaBeberapa anggota parlemen telah mendorong pengawasan yang lebih ketat, karena saat ini tidak ada mekanisme pemerintah untuk memantau bagaimana senjata Amerika digunakan.
Ari Tolany, direktur program Pemantauan Bantuan Keamanan di Center for International Policy, melalui Skype mengatakan, "Apa yang kami sebut sebagai pemantauan penggunaan akhir adalah istilah yang keliru. Pada dasarnya, ini hanya memeriksa apakah amunisi berada di tangan pengguna akhir yang benar, dan bukannya bagaimana pengguna akhir tersebut menggunakan amunisi itu.
Ia menambahkan, "Jadi, karena alasan inilah NSM20 sangat bergantung pada organisasi kemanusiaan dan yang mendokumentasikan untuk mengajukan tuduhan kredibel tentang penyalahgunaan senjata AS, karena pemerintah AS tidak memiliki wewenang hukum untuk melacak hal itu secara berkala."
Awal pekan ini, pemerintahan Biden menghentikan sementara pengiriman 3.500 bom besar ke Israel.
Penangguhan ini disambut baik oleh kalangan progresif di Partai Demokrat yang dipimpin Biden, termasuk anggota Kongres Katie Porter.
"Hukum sudah sangat jelas. Jika ada bukti yang kredibel tentang pelanggaran HAM berat, bantuan harus dihentikan."
Namun hal itu dikecam oleh anggota Kongres dari Partai Republik, Senator Tom Cotton.
"Hamas akan menang jika bisa bertahan di Rafah. Dan Joe Biden telah mengancam akan menahan senjata dari Israel jika mereka bertempur di Rafah. Oleh karena itu, Joe Biden secara obyektif mendukung kemenangan Hamas atas Israel."
Sementara itu, protes pro-Palestina terus berlanjut di berbagai kampus di seluruh Amerika Serikat. [my/jm]