Menteri Luar Negeri Mike Pompeo mengecam keras China, Iran, Nigeria dan beberapa negara lain karena pelanggaran kebebasan beragama. Sorotan juga diarahkan pada Indonesia yang dinilai bersikap ambigu karena di satu sisi menjamin kebebasan beragama dan hak beribadah warga, tetapi di sisi lain melakukan pembatasan demi ketertiban umum.
Ketika melawat ke China, Menteri Luar Negeri Amerika Mike Pompeo mengatakan penindasan terhadap seluruh agama, yang disponsori oleh negara, semakin menguat.
“Partai Komunis China kini memerintahkan organisasi-organisasi keagamaan untuk mematuhi kepemimpinan CCP dan menanamkan dogma komunis ke dalam ajaran dan praktik keagamaan mereka. Penahanan massal warga Muslim-Uighur di Xinjiang terus berlanjut. Demikian pula penindasan terhadap warga Tibet dan Budha, Falun Gong dan Kristen,” ungkap Pompeo.
China telah menolak kecaman tentang penahanan massal yang dilakukan pemerintah terhadap warga Muslim-Uighur sebagai campur tangan atas urusan dalam negerinya, dan mengatakan jaringan pusat penahanan yang sangat luas di Xinjiang itu telah digunakan sebagai tempat latihan kejuruan.
Laporan Kebebasan Beragama Dirilis di Tengah Demonstrasi “Black Lives Matter”
Laporan Tahunan Kebebasan Beragama 2019 itu dirilis Departemen Luar Negeri Amerika hari Rabu (10/6) sementara dunia sedang mengamati dengan seksama demonstrasi menentang rasisme dan kebrutalan polisi di seluruh Amerika.
BACA JUGA: Laporan Tahunan Kebebasan Beragama Dinilai BerlebihanDitanya tentang otorita moral Amerika untuk menghakimi negara lain, Pompeo mengatakan Amerika mengatasi ketidakadilan yang terjadi secara langsung, tidak seperti di China.
“Ketika terjadi sesuatu yang tragis dan mengerikan seperti pada George Floyd kemarin, pemerintah menanggapinya. Kami meilhat bagaimana aparat penegak huku di tingkat lokal dan Departemen Kehakiman bergerak sangat cepat mengatasi situasi khusus itu,” tambah Pompeo.
BACA JUGA: Pemerintah India Tolak Laporan Komisi ASAS Sorot Pelanggaran di Nigeria
Pejabat-pejabat Amerika juga merujuk pelanggaran kebebasan beragama di Nigeria, di mana kelompok teror ISIS dan Boko Haram terus menyerang warga Muslim dan Kristen.
Duta Besar Khusus Untuk Kebebasan Beragama Internasional Sam Brownback, dalam penjelasan singkat Departemen Luar Negeri hari Rabu itu menyerukan diambilnya tindakan terhadap terus berlanjutnya pelanggaran tersebut.
“Saya sangat prihatin tentang apa yang terjadi di Nigeria karena eskalasi aksi kekerasan, pembantaian dan kurangnya tanggapan yang efektif dari pemerintah. Kami benar-benar ingin pemerintah Nigeria meningkatkan tindakannya secara lebih efektif,” ujarnya.
Brownback mengatakan Arab Saudi yang mayoritas beragama Muslim masih menjadi negara dengan keprihatinan khusus, karena menjadi satu-satunya negara di dunia yang tidak memiliki satu pun gereja.
BACA JUGA: YLBHI: 38 Kasus Penodaan Agama Sepanjang Januari-MeiLaporan Kebebasan Beragama Kembali Soroti Aturan Hukum tentang Penistaan Agama di Indonesia
Khusus tentang Indonesia, laporan tahunan kebebasan beragama internasional itu kembali menyoroti jaminan kebebasan beragama dan hak beribadah sebagaimana yang dijamin dalam UUD 1945, tetapi warga Indonesia “harus menerima pembatasan yang ditetapkan oleh hukum untuk melindungi hak-hak orang lain” guna memenuhi “tuntutan keadilan berdasarkan pertimbangan moralitas, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum.”
Laporan itu mencatat masih adanya sejumlah warga yang ditangkap dan dijatuhi hukuman penjara hingga lima tahun karena dinilai melanggar aturan hukum tentang penistaan agama.
“Salah seorang warga ditahan karena membaca Al Quran secara tidak hormat dalam video online. Di Aceh, otorita berwenang masih terus menjatuhkan hukuman cambuk di depan umum karena melanggar syariah Islam, seperti menjual alkohol, berjudi atau berselingkuh, termasuk seorang warga Budha yang menerima untuk dicambuk sebagai pengganti hukuman penjara,” demikian petikan laporan itu.
Praktik Ibadah Kelompok Minoritas Kerap Diusik
Sebagian pemerintah daerah memberlakukan aturan hukum lokal yang membatasi ketaatan beragama, seperti aturan yang melarang praktik Syiah dan Ahmadiyah. Laporan itu juga mencatat tindakan yang diambil pemerintah daerah terhadap dua gereja Pantekosta – yang satu dicabut ijinnya, sementara lainnya diminta menghentikan kegiatan agama yang sedang dijalankan.
“Kantor Kejaksaan Jakarta menggunakan satu aplikasi telpon pintar yang disebut Smart Pakem, yang mengijinkan warga menyampaikan laporan tindakan bid'ah atau penistaan agama yang dilakukan kelompok-kelompok yang oleh pemerintah dinilai tidak resmi atau melakukan praktik agama tidak ortodoks,” kritik laporan itu. Enam agama resmi yang diakui pemerintah Indonesia adalah Kristen Katholik, Kristen Protestan, Hindu, Budha, Konghucu dan Islam, yang diterjemahkan oleh pemerintah dan masyarakat sebagai Islam Sunni.
Laporan ini mencatat beberapa insiden pengrusakan nisan makam warga Yahudi dan Kristen di beberapa daerah tanpa alasan jelas. Larangan bagi seorang anggota DPR untuk memimpin rapat dan memulainya dengan doa sesuai ajaran Kristen.
Laporan itu mengkritisi sikap pemerintah dan aparat keamanan yang menyetujui tuntutan kelompok-kelompok seperti Front Pembela Islam FPI, Forum Komunitas Islam, Front Jihad Islam dan Dewan Mujahideen Indonesia – yang oleh media disebut sebagai “kelompok intoleran” – untuk menutup rumah-rumah ibadah yang dinilai melanggar izin dan membatasi hak-hak kelompok agama minoritas.
Hingga laporan ini disampaikan VOA belum berhasil memperoleh tanggapan dari otorita berwenang Indonesia.
BACA JUGA: Hari Pancasila, Ramai Seremoni Tapi Lupa IntoleransiPemerintah Amerika memperkirakan jumlah penduduk Indonesia hingga pertengahan tahun lalu mencapai 264,9 juta jiwa. Menurut sensus tahun 2010, 87% penduduk beragama Islam, 7 persen Kristen Protestan, 3% Kristen Katholik, 1,5% Hindu. Mereka yang diidentifikasi sebagai kelompok agama lain mencakup Budha, aliran kepercayaan – yang jumlahnya diperkirakan mencapai 400 jenis, Konghucu, Gafatar dan lainnya.
Meskipun sebagian besar warga Muslim beraliran Sunni, sepertiga dari 87% warga Muslim itu beraliran Syiah. Sementara jumlah pengikut Ahmadiyah berkisar antara 200.000 hingga 400.000 orang.
Warga yang menganut Sikh diperkirakan mencapai antara 10.000 hingga 15.000 orang, di mana sekitar 5.000 di antaranya berada di Medan dan sisanya di Jakarta. Ada pula sekelompok kecil komunitas Yahudi di Jakarta, Manado, Jayapura dan beberapa daerah lain – yang total keseluruhannya mencapai 200 orang.
Komunitas Baha'i dan Falun Dafa atau Falun Gong memiliki ribuan anggota, tetapi jumlah tidak dapat dipastikan. Demikian pula jumlah warga atheis. [em/jm]