Lawatan Trump ke Perancis Ditandai Kontroversi

Presiden Trump bersama Ibu Negara AS, Milenia Trump, setibanya di Washington DC pasca melawat ke Perancis, 11 November 2018.

Presiden Amerika Donald Trump mengakhiri lawatannya ke Perancis hari Minggu setelah menghadiri berbagai kegiatan untuk memperingati berakhirnya Perang Dunia I seratus tahun silam. Selain berpartisipasi dalam upacara Hari Gencatan Senjata di Paris bersama dengan sekitar 70 pemimpin dunia lainnya, Trump mengunjungi makam militer Amerika di luar kota Paris sebelum terbang kembali ke Amerika.

Presiden Amerika Donald Trump hari Minggu mengunjungi makam Amerika di sebelah barat Paris, untuk memberikan penghormatan kepada tentara Amerika yang gugur dalam Perang Dunia I.

BACA JUGA: Pemimpin Dunia Peringati Satu Abad Berakhirnya Perang Dunia Pertama

Dalam pidatonya di sana, Trump mengatakan, “Tiap salib dan bintang Daud pualam di sini menandai hidup seorang pejuang Amerika - pejuang yang benar-benar hebat - yang memberikan semuanya bagi keluarga, negara, Tuhan dan kebebasan. Melalui hujan, hujan es, hujan salju, lumpur, gas beracun, peluru dan mortir, mereka bertahan dan mendesak maju untuk mencapai kemenangan.”

Kata-kata Trump itu menyusul serangkaian kritik yang ia terima karena membatalkan kunjungan hari Sabtu ke makam Amerika lainnya di Perancis karena cuaca buruk.

Sebelumnya pada hari Minggu, Presiden Perancis Emmanuel Macron memimpin prosesi tamu-tamu kehormatan menuju Arc de Triomphe di Paris, untuk memberikan penghormatan kepada jutaan orang yang gugur dalam perang.

Macron mengatakan, “Pelajran dari Perang Dunia I adalah tidak boleh ada kebencian di antara bangsa-bangsa, namun masa lalu juga tidak boleh dilupakan. Sudah menjadi kewajiban kita untuk memikirkan masa depan, dan untuk mempertimbangkan apa yang penting.”

Pertemuan Trump dengan Macron akhir pekan lalu dimulai dengan suasana yang kurang begitu hangat dibandingkan dengan pertemuan-pertemuan sebelumnya, menyusul pernyataan Macron bahwa Eropa memerlukan pasukannya sendiri “untuk melindungi diri dari Tiongkok, Rusia dan bahkan Amerika Serikat.” Trump menyebut pernyataan itu menghina, sedangkan Presiden Rusia Vladimir Putin tidak terusik.

Putin berkomentar,“Saya pikir proses ini positif secara keseluruhan dalam hal penguatan dunia yang multikutub. Dalam hal ini, sikap kami sama dengan Perancis.”

Trump dan Macron belakangan menyatakan mereka sama-sama menginginkan Eropa yang kuat. Dalam suatu wawancara yang ditayangkan oleh jaringan televisi CNN hari Minggu, Macron menjelaskan visinya.

“Terus terang, apa yang tidak ingin saya lihat adalah negara-negara Eropa meningkatkan anggaran pertahanan mereka untuk membeli senjata dan material Amerika dan negara-negara industri A lainnya. Saya pikir apabila kami meningkatkan anggaran kami, ini adalah untuk meningkatkan otonomi kami, dan untuk menjadi kekuatan yang sewajarnya berdaulat,” kata Macron.

Pada Minggu siang (11/11), presiden Perancis itu menjadi tuan rumah konferensi perdamaian bagi sekitar 60 pemimpin dunia di Paris. Meskipun hujan, sejumlah demonstran berkumpul untuk memprotes acara tersebut.

BACA JUGA: Demonstran Perempuan Bertelanjang Dada Dekati Iringan Trump di Paris

Adrien, pengunjuk rasa dari kelompok "No War, No State of War" mengatakan,“Tujuan demonstrasi ini adalah untuk menyatakan tidak bisa diterima begitu saja bahwaMacron dapat mengundang Trump, Putin, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mengatakan ‘saya menyelenggarakan KTT Perdamaian di Paris,’ karena ini sebenarnya bukanlah KTT Perdamaian. Ini adalah KTT Perang.”

Trump sedang dalam perjalanan kembali ke Amerika sewaktu konferensi tersebut dimulai. [uh/lt]