Lebih Banyak Petugas SAR Dikerahkan untuk Cari Pesawat Sriwijaya Air

Personel DVI dan angkatan laut membawa tas berisi bagian tubuh penumpang Sriwijaya Air penerbangan SJ-182 yang jatuh ke laut, di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, 13 Januari 2021. (Foto: Reuters)

Lebih banyak petugas SAR dikerahkan, Jumat (15/1), untuk mencari puing-puing dan potongan jasad korban pesawat Sriwijaya Air yang jatuh akhir pekan lalu di Laut Jawa.

Pencarian udara untuk pesawat itu juga diperluas, kata Direktur Operasi Basarnas Brigjen TNI Marsekal Rasman yang bertindak sebagai Koordinator Tim SAR untuk pencarian pesawat itu.

Sebanyak 4.132 personel SAR kini dikerahkan dengan didukung oleh 14 pesawat terbang, 62 kapal dan 21 perahu rakit. Mereka menggunakan detektor logam bawah air dan kendaraan yang dioperasikan dari jarak jauh untuk menemukan potongan jasad manusia, perekam suara kokpit pesawat, dan puing-puing pesawat.

Pesawat tersebut membawa 62 orang dan keluarga mereka telah menyerahkan sampel DNA untuk proses identifikasi korban. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi mengatakan, 12 orang telah diidentifikasi pada Kamis, termasuk seorang pramugara dan seorang pilot yang sedang tidak bertugas.

BACA JUGA: KNKT Berhasil Unduh Data 'FDR' Sriwijaya Air SJ 182

Tim penyelidik telah berhasil mengunduh informasi teknis dari perekam data penerbangan pesawat, yang ditemukan awal pekan ini. “Ada 330 parameter dan semuanya dalam kondisi baik. Kami sedang mempelajarinya sekarang, '' kata Soerjanto Tjahjono, ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).

KNKT sebelumnya mengatakan bahwa awak pesawat itu tidak menyatakan keadaan darurat atau melaporkan masalah teknis sebelum pesawat jatuh ke laut beberapa menit setelah lepas landas dari Jakarta dalam kondisi hujan deras.

Mereka juga mengatakan pesawat itu pecah saat menumbuk permukaan laut, mengesampingkan kemungkinan terjadinya ledakan di udara. Kesimpulan tersebut diperoleh karena puing-puing pesawat terlihat terkonsentrasi dan bagian-bagian mesin menunjukkan bahwa mesin pesawat tetap berfungsi sampai membentur air.

BACA JUGA: Pencarian Udara Korban Kecelakaan Sriwijaya Air Diperluas

Pesawat Boeing 737-500 yang berusia 26 tahun itu tidak dioperasikan selama hampir sembilan bulan tahun lalu karena pengurangan penerbangan yang disebabkan oleh pandemi virus corona. Maskapai itu dan sejumlah pejabat Indonesia mengatakan pesawat itu telah menjalani inspeksi, termasuk memeriksa kemungkinan terjadinya pengkaratan mesin, sebelum melanjutkan penerbangan komersial pada bulan Desember.

Industri penerbangan Indonesia tumbuh dengan cepat setelah perekonomian negara bangkit menyusul tergulingnya Suharto pada akhir 1990-an. Masalah keamanan sempat membuat Amerika Serikat dan Uni Eropa melarang maskapai penerbangan Indonesia memasuki wilayah udara mereka selama bertahun-tahun. Namun, larangan tersebut kemudian dicabut setelah industri penerbangan Indonesia meningkatkan kepatuhannya terhadap standar penerbangan internasional. [ab/uh]