Lebih dari 160 warga Afghanistan tewas akibat kedinginan di saat musim dingin terburuk lebih satu dekade terakhir melanda negara tersebut, kata pihak berwenang pada Kamis (26/1). Warga Afghanistan disebut tidak mampu membeli bahan bakar untuk menghangatkan rumah pada suhu yang berada di bawah titik beku.
“Seratus enam puluh dua orang meninggal akibat cuaca dingin sejak 10 Januari hingga sekarang,” kata Juru Bicara Menteri Penanggulangan Bencana Shafiullah Rahimi. Dari angka tersebut, sekitar 84 kematian di antaranya terjadi pada minggu lalu.
Suhu terendah dalam musim dingin terdingin dalam 15 tahun terakhir ini menyentuh angka minus 34 derajat Celcius dan terjadi di saat Afghanistan tengah dihantam krisis ekonomi yang parah.
Sejumlah laki-laki Afghanistan duduk di dekat api unggun di sepanjang jalan, pada musim dingin di Kabul pada 30 Desember 2022. (Foto: AFP)
Banyak kelompok bantuan telah menangguhkan sebagian operasinya dalam beberapa pekan terakhir karena pemerintahan Taliban memutuskan bahwa sebagian besar pekerja LSM perempuan tidak dapat bekerja. Akibatnya lembaga-lembaga tersebut tidak dapat menjalankan banyak program di negara konservatif itu.
Di ladang bersalju di sebelah barat Ibu Kota Afghanistan, anak-anak mengobrak-abrik sampah mencari plastik untuk dibakar guna membantu keluarga mereka, karena tidak mampu membeli kayu atau batu bara.
Di dekatnya, penjaga toko berusia 30 tahun, Ashour Ali, tinggal bersama keluarganya di ruang bawah tanah beton, tempat kelima anaknya menggigil kedinginan.
BACA JUGA: Taliban Sebut 150 Orang Meninggal Akibat Cuaca Musim Dingin
“Tahun ini, cuacanya sangat dingin dan kami tidak bisa membeli batu bara untuk diri kami sendiri,” katanya. Ia mengatakan ia hanya mendapatkan sedikit uang dari hasil penjualan di tokonya, sehingga tidak cukup untuk membeli bahan bakar.
"Anak-anak bangun dari kedinginan dan menangis di malam hari sampai pagi. Mereka semua sakit. Sejauh ini, kami belum menerima bantuan apa pun dan sebagian besar waktu kami tidak memiliki cukup roti untuk dimakan,” katanya.
Selama kunjungan ke Kabul pada minggu ini, kepala bantuan PBB Martin Griffiths mengatakan badan dunia tersebut sedang mencari dispensasi terhadap larangan bekerja pada sebagian besar sukarelawan perempuan. Kebijakan tersebut berlaku pada salah satu waktu yang paling rentan bagi banyak warga Afghanistan.
"Musim dingin di Afghanistan ... seperti yang diketahui semua orang di Afghanistan adalah pembawa pesan malapetaka bagi begitu banyak keluarga di Afghanistan karena kami telah bertahun-tahun memenuhi kebutuhan kemanusiaan ini ... kita melihat beberapa konsekuensi hilangnya nyawa," kata Griffiths kepada Reuters. [ah/rs]