Lebih dari 50 warga sipil tewas dalam serangkaian serangan di Ethiopia bulan lalu, kata badan hak asasi manusia pada hari Rabu (6/12), hanya dua minggu setelah pembicaraan antara pemerintah dan kelompok pemberontak dari wilayah terpadat di negara itu berakhir tanpa kesepakatan.
Komisi Hak Asasi Manusia Ethiopia (EHRC) – sebuah badan independen yang berafiliasi dengan negara – mengatakan bahwa anggota Tentara Pembebasan Oromo (OLF) membunuh 17 orang dan membakar desa-desa di Benishangul-Gumuz, yang berbatasan dengan wilayah Oromia.
Diklasifikasikan sebagai “organisasi teroris” oleh Addis Ababa, OLA telah berjuang melawan pemerintah sejak 2018 setelah memisahkan diri dari Front Pembebasan Oromo (OLF) ketika kelompok tersebut menghentikan perjuangan bersenjata.
EHRC mengatakan 30 orang lainnya tewas di zona Arsi di Oromia dalam serangkaian serangan yang dilakukan oleh penyerang tidak dikenal, dengan korban termasuk beberapa anggota keluarga yang sama.
“Kini diketahui bahwa para penyerang membunuh para korban dengan cara mengumpulkan mereka dan membunuh secara berututan setelah membawa mereka keluar rumah, sementara beberapa lainnya dibunuh di dalam rumah mereka,” kata EHRC dalam laporannya.
“Di antara korban meninggal adalah seorang bayi, wanita hamil, dan seorang lansia berusia 80 tahun. Para korban luka yang tidak diketahui jumlahnya saat ini sedang menerima perawatan medis.”
“Selain itu, sembilan anggota gereja Lutheran Keuskupan Hamo-Tokuma yang terletak di zona Qellem Wollega, wilayah Oromia dibunuh oleh penyerang yang belum teridentifikasi pada 25 November,” tambahnya.
Semua serangan itu terjadi antara tanggal 23 dan 29 November, setelah perundingan di Tanzania untuk mengakhiri pemberontakan selama lima tahun yang berakhir pada tanggal 21 November tidak mencapai kesepakatan. Masing-masing pihak saling menyalahkan atas kegagalan tersebut. [lt/jm]