Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah ditahan oleh KPK hari Jumat. Sementara itu, Aliansi Lembaga Independen Peduli Publik menyatakan Komisi Pemberantasan Korupsi harus membongkar dan mengusut tuntas dugaan korupsi yang dilakukan keluarga dinasti politik Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah.
JAKARTA —
Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada hari Jumat setelah menjalani pemeriksaan selama enam jam sebagai tersangka kasus dugaan suap sengketa Pilkada Lebak di Mahkamah Konstitusi.
Atut yang mengenakan rompi oranye yang bertuliskan tahanan KPK langsung dibawa ke rumah tahanan Pondok Bambu, Jakarta Timur. Penahanan Atut ini tergolong cepat. Baru empat hari ditetapkan sebagai tersangka, dia langsung ditahan KPK.
Juru Bicara KPK, Johan Budi mengatakan penahanan dilakukan karena seorang tersangka dikhawatirkan melarikan diri, mempengaruhi saksi-saksi dan menghilangkan barang bukti.
Informasi internal KPK menyebutkan adanya indikasi Atut berupaya mempengaruhi orang-orang yang akan dijadikan saksi KPK. Dia diketahui dua kali mengadakan pertemuan dengan pihak yang akan dijadikan saksi dalam kasusnya itu.
“Kalau melihat penanganan perkara sengketa pilkada Lebak ini saya kira tidak akan lama kasus yang disangkakan pada Ratu Atut Chosiyah (RAC) ini untuk segera ke proses penuntutan. Tersangka-tersangka selain RAC yang baru ditetapkan sebagai tersangka itu sudah naik ke proses penuntutan. Dengan asumsi itu bisa jadi perkara tersebut sudah 50 persen,” kata Johan Budi.
Salah satu kuasa hukum Ratu Atut Chosiyah, Andi Simangunsong mempertanyakan penahanan KPK tersebut. Menurutnya sesuai prosedur yang kerap disampaikan ke publik, penahanan yang dilakukan KPK biasanya dilakukan setelah pemberkasan sudah 80 persen.
Faktanya lanjutnya surat perintah penyidikan (sprindik) yang menjadikan Ratu Atut sebagai tersangka perkara suap baru terbit Senin (16/12) kemarin.
“Penetapan sebagai tersangka, sprindik hari Senin, hari Jumat tersangka sudah dipanggil. Itu saja sudah suatu hal yang perlu dipertanyakan karena biasanya apabila sprindik sudah ditandatangani itu biasanya langkah awal karena KPK tidak mengejar pengakuan dari tersangka itu justru pengumpulan alat bukti lain. Dalam lima hari itu biasanya yang dilakukan KPK adalah memeriksa saksi-saksi lain dulu sampai berminggu-minggu barulah setelah itu tersangkanya dipanggil,” kata Andi Simangunsong.
Penahanan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah oleh KPK disambut gembira oleh Aliansi Lembaga Independen Peduli Publik. Direktur Aliansi itu, Uday Suhada menyatakan Komisi Pemberantasan Korupsi harus membongkar dan mengusut tuntas dugaan korupsi yang dilakukan keluarga dinasti politik Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah.
Korupsi yang dilakukan oleh Gubernur Banten itu lanjutnya sangat besar diantaranya dana hibah dan bantuan sosial tahun 2011. Dana tersebut tambahnya bermula kala Gubernur Atut mengeluarkan kebijakan program bantuan hibah sebesar Rp 340,463 miliar dan program bantuan sosial sebesar Rp 51 miliar yang dibagikan ke 221 lembaga/organisasi. Diduga penerima hibahnya fiktif.
Selain itu, kata Uday, Atut juga diduga korupsi dalam proyek pengadaan alat kesehatan di provinsi Banten yang diindikasikan merugikan keuangan daerah senilai Rp 30,39 milliar dan juga pengadaan lahan di Kecamatan Pandeglang serta sejumlah kasus lainnya.
Dia menyatakan laporan yang dimilikinya itu telah diserahkan KPK.
“Tidak hanya untuk Atut tetapi untuk keluarganya, kroninya jadi yang dimaksudkan 1800 kasus bukan yang menjerat Atut saja. Saya ingat pada tahun 2003 kami melaporkan banyak kasus juga misalnya korupsi Karangsari yang disampaikan KPK tetapi ditanganinya oleh Kejaksaan sementara satu-satunya yang menjadi harapan kita adalah KPK.” demikian papar Uday Suhada.
Uday berharap KPK menindaklanjuti dan mengusut tuntas kasus korupsi Atut dan dinasti politiknya ini.
Atut yang mengenakan rompi oranye yang bertuliskan tahanan KPK langsung dibawa ke rumah tahanan Pondok Bambu, Jakarta Timur. Penahanan Atut ini tergolong cepat. Baru empat hari ditetapkan sebagai tersangka, dia langsung ditahan KPK.
Juru Bicara KPK, Johan Budi mengatakan penahanan dilakukan karena seorang tersangka dikhawatirkan melarikan diri, mempengaruhi saksi-saksi dan menghilangkan barang bukti.
Informasi internal KPK menyebutkan adanya indikasi Atut berupaya mempengaruhi orang-orang yang akan dijadikan saksi KPK. Dia diketahui dua kali mengadakan pertemuan dengan pihak yang akan dijadikan saksi dalam kasusnya itu.
“Kalau melihat penanganan perkara sengketa pilkada Lebak ini saya kira tidak akan lama kasus yang disangkakan pada Ratu Atut Chosiyah (RAC) ini untuk segera ke proses penuntutan. Tersangka-tersangka selain RAC yang baru ditetapkan sebagai tersangka itu sudah naik ke proses penuntutan. Dengan asumsi itu bisa jadi perkara tersebut sudah 50 persen,” kata Johan Budi.
Salah satu kuasa hukum Ratu Atut Chosiyah, Andi Simangunsong mempertanyakan penahanan KPK tersebut. Menurutnya sesuai prosedur yang kerap disampaikan ke publik, penahanan yang dilakukan KPK biasanya dilakukan setelah pemberkasan sudah 80 persen.
Faktanya lanjutnya surat perintah penyidikan (sprindik) yang menjadikan Ratu Atut sebagai tersangka perkara suap baru terbit Senin (16/12) kemarin.
“Penetapan sebagai tersangka, sprindik hari Senin, hari Jumat tersangka sudah dipanggil. Itu saja sudah suatu hal yang perlu dipertanyakan karena biasanya apabila sprindik sudah ditandatangani itu biasanya langkah awal karena KPK tidak mengejar pengakuan dari tersangka itu justru pengumpulan alat bukti lain. Dalam lima hari itu biasanya yang dilakukan KPK adalah memeriksa saksi-saksi lain dulu sampai berminggu-minggu barulah setelah itu tersangkanya dipanggil,” kata Andi Simangunsong.
Penahanan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah oleh KPK disambut gembira oleh Aliansi Lembaga Independen Peduli Publik. Direktur Aliansi itu, Uday Suhada menyatakan Komisi Pemberantasan Korupsi harus membongkar dan mengusut tuntas dugaan korupsi yang dilakukan keluarga dinasti politik Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah.
Korupsi yang dilakukan oleh Gubernur Banten itu lanjutnya sangat besar diantaranya dana hibah dan bantuan sosial tahun 2011. Dana tersebut tambahnya bermula kala Gubernur Atut mengeluarkan kebijakan program bantuan hibah sebesar Rp 340,463 miliar dan program bantuan sosial sebesar Rp 51 miliar yang dibagikan ke 221 lembaga/organisasi. Diduga penerima hibahnya fiktif.
Selain itu, kata Uday, Atut juga diduga korupsi dalam proyek pengadaan alat kesehatan di provinsi Banten yang diindikasikan merugikan keuangan daerah senilai Rp 30,39 milliar dan juga pengadaan lahan di Kecamatan Pandeglang serta sejumlah kasus lainnya.
Dia menyatakan laporan yang dimilikinya itu telah diserahkan KPK.
“Tidak hanya untuk Atut tetapi untuk keluarganya, kroninya jadi yang dimaksudkan 1800 kasus bukan yang menjerat Atut saja. Saya ingat pada tahun 2003 kami melaporkan banyak kasus juga misalnya korupsi Karangsari yang disampaikan KPK tetapi ditanganinya oleh Kejaksaan sementara satu-satunya yang menjadi harapan kita adalah KPK.” demikian papar Uday Suhada.
Uday berharap KPK menindaklanjuti dan mengusut tuntas kasus korupsi Atut dan dinasti politiknya ini.