Mahkamah Agung (MA) pada tanggal 11 September lalu telah menolak kasasi yang diajukan jaksa penuntut umum (JPU) dan memperkuat vonis bebas atas pendiri Lokataru Haris Azhar dan Mantan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Fatia Maulidiyanti dalam kasus tuduhan pencemaran nama baik Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan. Meskipun demikian kuasa hukum keduanya, Andi Muhammad Rezaldy, baru mengungkapkan kepada publik pada hari Rabu (25/9).
Andi mengatakan kasus itu telah disidangkan dan diputuskan pada 11 September lalu oleh hakim ketua Dwiarso Buddi Santiarto dan hakim anggota Ainal Mardinah dan Sutarjo. Putusan MA ini, tambahnya, telah ikut menjaga marwah kebebasan sipil dan sekaligus menjamin hak warga negara untuk memberikan kritik terhadap pejabat publik tanpa harus khawatir dipidana.
"Putusan ini juga menandakan pentingnya perlindungan hukum bagi pejuang lingkungan sebagaimana dikenal dengan konsep anti slap dan tak hanya itu, putusan ini juga sekaligus telah menyalahkan harapan bagi orang-orang yang terus memperjuangkan kemanusiaan dan lingkungan khususnya di Papua," ujarnya kepada VOA.
Kemenangan ini, kata Andi, tidak hanya mengakhiri proses hukum tapi juga membuka kembali isu dugaan conflict of interest yang melibatkan pejabat tinggi negara, Luhut Binsar Pandjaitan, terkait praktik pertambangan di Papua.
Fakta terungkap dari adanya penjajakan bisnis anak perusahaan Luhut, PT Tobacom Del Mandiri, bersama dengan PT Madinah Qurrota Ain dan West Wits Mining. Dalam sidang pengadilan juga terbukti bahwa Luhut merupakan beneficiary owners (BO), karena setiap tahun mendapatkan laporan keuangan perusahaan. Oleh karena itu majelis hakim menilai mustahil Luhut tidak mengetahui adanya penjajakan bisnis di Papua.
“Menjadi hal yang sangat penting agar negara, melalui aparat penegak hukumnya, segera melakukan serangkaian penyelidikan dan penyidikan terkait dugaan pelanggaran hukum tersebut. Lebih jauh, putusan ini sudah sepatutnya menjadi acuan bagi aparat penegak hukum untuk memulai investigasi conflict of interest terhadap Luhut Binsar Pandjaitan. Selain itu, pemerintah juga harus secara serius menindaklanjuti temuan dan rekomendasi berdasarkan kajian cepat itu,” tambah Andi.
Paparkan Penelitian tentang Bisnis Militer di Papua, Fatia dan Haris Dipolisikan
Fatia dan Haris digugat dan dihadapkan ke persidangan setelah sebelumnya dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan. Luhut berang karena Fatia dan Haris – bersama sembilan lembaga yakni YLBHI, WALHI, Pusaka Bentala Rakyat, WALHI Papua, LBH Papua, KontraS, JATAM, Greenpeace, Trend Asia, dan #BersihkanIndonesia – memaparkan penelitian "Ekonomi-Politik Penempatan Militer, Studi Kasus Intan Jaya di Papua” tentang bisnis militer di Blok Wabu. Paparan itu disiarkan melalui podcast NgeHAMtam di kanal YouTube Haris Azhar.
Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang menyidangkan kasus ini selama sembilan bulan, pada 8 Januari 2024 membebaskan keduanya dari segala tuntutan maupun dakwaan. Hakim menilai dakwaan pertama terhadap Fatia dan Haris tidak memenuhi unsur hukum karena yang diperbincangkan bukan hal yang termasuk dalam dugaan penghinaan. Hakim juga menilai dakwaan kedua dan subsider, yakni mengenai penyebaran berita bohong, tidak memenuhi unsur pidana penyebaran berita bohong.
JPU Kejaksaan Negeri Jakarta Timur langsung mengajukan permohonan kasasi putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur yang memvonis bebas Fatia dan Haris itu. Namun Mahkamah Agung pada 11 September lalu menolak permohonan itu dan memperkuat putusan PN Jakarta Timur.
Luhut Bantah Terlibat Bisnis Tambang di Papua
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan membantah tudingan Fatia dan Haris bahwa ia turut terlibat dalam bisnis tambang di Papua. Luhut mengatakan ia tidak ada waktu untuk bermain-main dalam pertambangan tersebut.
“Saya memfokuskan diri saya kepada tugas pokok saya. Saya tidak ada waktu untuk itu. Dan janji saya pada diri saya memang saya tidak mau berbisnis selama saya menjadi pejabat negara dan itu saya berjanji sampai hari ini. Dan saya ingin menyelesaikan tugas saya sampai 2024,” tegas Luhut.
Luhut juga menyatakan PT Toba Sejahtera tidak pernah terlibat dalam pertambangan di Papua baik secara langsung maupun melalui perusahaan lainnya. Sepanjang data yang dimilikinya, kata Luhut, ia tidak memiliki bisnis atau memulai bisnis di Papua.
Luhut juga menepis tuduhan soal pelaksanaan operasi militer di Papua yang dikatakan merupakan bagian dari kepentingan ekonomi dan pertambangan miliknya, “Bagaimana saya bisa mencampuri operasi militer di Papua. Apa garis komandonya,” tanya Luhut ketika itu.
Menurutnya tidak ada kerugian materil dalam kasus pencemaran nama baiknya, namun ia tidak terima dituding sebagai penjahat hingga disebut sebagai “lord,” apalagi dirinya merupakan mantan prajurit Kopassus. [fw/em]