Presiden Prancis Emmanuel Macron, pada Rabu (22/6), menawarkan untuk “memerintah dan membuat undang-undang secara berbeda” berdasarkan kompromi antara berbagai kekuatan politik, tiga hari setelah ia mengalami pukulan politik besar ketika partainya kehilangan suara mayoritas di parlemen.
Macron berbicara dalam pidato yang disiarkan televisi secara nasional setelah melangsungkan pertemuan dengan beberapa pemimpin partai saingannya selama dua hari berturut-turut, dalam upaya menunjukkan bahwa ia terbuka untuk berdialog.
BACA JUGA: Buktikan Kesiapan Berdialog, Macron Temui Le Pen di Istana ElyseeTetapi pesaing-pesaingnya tampak bertekad untuk tetap menentang Macron dan tidak mau bekerja sama dengannya.
Macron telah terpilih kembali sebagai presiden pada bulan April lalu.
Dalam pidatonya pada Rabu, Macron menawarkan untuk “membangun gerakan politik yang membentuk majelis baru dengan kompromi baru melalui dialog, mendengarkan dan menghormati.”
“Ini tidak boleh berarti bahwa politik (menjadi) berhenti. Harus ada kesepakatan,” tegasnya.
Pernyataan tersebut merupakan pernyataan publik pertama Macron sejak aliansi sentris Together! memenangkan kursi terbanyak, yaitu sebanyak 245 kursi namun kurang 44 kursi untuk menjadi mayoritas di Majelis Nasional, yang merupakan majelis parlemen dengan 577 kursi yang paling kuat di Prancis.
Pemerintahannya mempertahankan kemampuan untuk memerintah, tetapi hanya dengan tawar-menawar dengan para legislator.
BACA JUGA: Pengadilan Tertinggi Prancis: Burkini Dilarang di Kolam Publik Kota GrenobleKekuatan oposisi utama terletak pada koalisi sayap kiri Nupes, yang dibentuk oleh tokoh sayap kiri Jean-luc Melenchon, yang merasih 131 kursi.
Pemimpin sayap kanan Marine Le Pen masuk ke Majelis Nasional setelah partai National Rally pimpinannya meraih 89 kursi, terbanyak dalam sejarah.
Situasi politik seperti saat ini sangat tidak biasa terjadi di Prancis. [em/lt]