Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan kepada Presiden Iran Ebrahim Raisi bahwa perjanjian yang mengharuskan Iran menghentikan aktivitas nuklir dengan imbalan pencabutan sanksi-sanksi, masih memungkinkan untuk terlaksana, namun perundingan harus dipercepat. Hal itu disampaikan oleh kantor kepresidenan Prancis pada Minggu (30/1).
Prancis, Jerman dan Inggris, yang dijuluki E3, serta Amerika Serikat (AS) berupaya menyelamatkan perjanjian Wina 2015 dengan Iran. Tapi para diplomat Barat telah mengatakan perundingan, yang memasuki putaran ke-delapan sejak 27 Desember lalu itu, bergerak terlalu lamban. Iran telah menolak semua tenggat yang diberlakukan oleh negara-negara Barat.
BACA JUGA: Utusan Khusus AS untuk Iran: Perjanjian Nuklir Tidak Mungkin tanpa Pembebasan Tahanan"Presiden Republik menegaskan keyakinannya bahwa solusi diplomatik mungkin terwujud dan imperatif, dan menekankan bahwa perjanjian apapun akan memerlukan komitmen yang jelas dan cukup dari semua pihak," kata Istana Elysee dalam pernyataannya setelah Macron melangsungkan perbincangan dengan Raisi lewat telepon pada Sabtu (29/1).
"Beberapa bulan setelah dimulainya lagi perundingan di Wina, ia bersikeras perundingan harus dipercepat untuk segera mencapai kemajuan nyata dalam kerangka kerja yang berlaku," tambah pernyataan itu.
BACA JUGA: Pasukan Prancis Keluar, Pasukan Rusia Masuk ke Timbuktu, Mali"Ia menggarisbawahi Iran harus memperlihatkan pendekatan konstruktif dan kembali memenuhi kewajiban sepenuhnya," kata pernyataan itu.
Macron juga meminta dibebaskannya segera akademisi Iran-Prancis Fariba Adelkhah, yang dipenjara lagi pada Januari, serta turis Prancis Benjamin Briere, yang divonis pada Selasa (25/1) dengan hukuman delapan tahun penjara atas dakwaan pengintaian. [vm/jm]