Pemimpin mahasiswa di Bangladesh pada Selasa (6/8) mendesak agar Muhammad Yunus, peraih Nobel, memimpin pemerintahan sementara. Seruan tersebut muncul setelah militer mengambil alih kekuasaan dan demonstrasi besar-besaran memaksa penguasa lama, Sheikh Hasina, melarikan diri.
Hasina (76 tahun) berkuasa sejak 2009. Namun, setelah tuduhan kecurangan pemilu pada Januari, jutaan orang turun ke jalan bulan lalu menuntut agar dia mundur.
Ratusan orang tewas saat pasukan keamanan berupaya meredakan kerusuhan. Alih-alih mereda, protes justru semakin meluas. Hasina akhirnya meninggalkan Bangladesh dengan helikopter pada Senin ketika pihak militer pada akhirnya berbalik melawannya.
Kepala Angkatan Darat Jenderal Waker-Uz-Zaman mengumumkan pada Senin petang di televisi pemerintah bahwa Hasina mengundurkan diri dan militer akan membentuk pemerintahan sementara.
"Negara ini mengalami penderitaan yang parah, ekonomi terdampak, banyak orang tewas—saatnya untuk menghentikan kekerasan," kata Waker, tak lama setelah massa yang gembira menyerbu dan menjarah kediaman resmi Hasina.
Waker diperkirakan akan bertemu dengan para pemimpin mahasiswa pada Selasa untuk mendengarkan tuntutan mereka agar Muhammad Yunus, pelopor keuangan mikro yang berusia 84 tahun, memimpin pemerintahan.
‘Kami Percaya pada Dr. Yunus'
Selain menuntut pengunduran Hasina, para mahasiswa juga mendesak pembubaran parlemen. Tuntutan ini didukung oleh partai oposisi utama, Partai Nasionalis Bangladesh (BNP), yang menginginkan pemilihan umum diadakan dalam waktu tiga bulan.
"Kami percaya pada Dr. Yunus," tulis Asif Mahmud, seorang pemimpin utama kelompok Mahasiswa Melawan Diskriminasi (SAD), di Facebook.
BACA JUGA: Muhammad Yunus Bertekad Lawan Gugatan Hukum Demi Capai Kebijakan Ekonomi Baru di BangladeshYunus belum berkomentar mengenai seruan tersebut. Namun dalam sebuah wawancara dengan The Print di India, ia menyebut Bangladesh menjadi "negara yang diduduki" di bawah kepemimpinan Hasina.
"Hari ini semua orang Bangladesh merasa terbebas," kata Yunus seperti dikutip media tersebut.
Pada Selasa, jalan-jalan di Dhaka sebagian besar lengang. Lalu lintas terlihat kembali normal dan toko-toko beroperasi, meskipun sebagian besar kantor pemerintah tetap tutup.
Jutaan warga Bangladesh membanjiri jalan-jalan Dhaka untuk merayakan pengumuman Waker terkait mundurnya Hasina pada Senin.
"Saya merasa sangat bahagia," kata Sazid Ahnaf, 21 tahun, membandingkan peristiwa itu dengan perang kemerdekaan yang memisahkan negara itu dari Pakistan lebih dari lima dekade lalu.
"Kami telah terbebas dari kediktatoran."
Tahanan Politik Dibebaskan
Kerusuhan dimulai bulan lalu sebagai protes terhadap kuota pekerjaan pegawai negeri dan kemudian berkembang menjadi seruan lebih luas untuk pengunduran Hasina.
Pemerintahnya dituduh oleh kelompok-kelompok hak asasi manusia menyalahgunakan lembaga negara untuk memperkuat cengkeramannya pada kekuasaan dan membasmi perbedaan pendapat, termasuk melalui pembunuhan di luar hukum terhadap aktivis oposisi.
Panglima militer bertemu dengan Presiden Mohammed Shahabuddin pada Senin malam, bersama para pemimpin oposisi utama. Tim pers presiden mengumumkan bahwa telah "diputuskan untuk segera membentuk pemerintahan sementara."
Shahabuddin juga memerintahkan pembebasan tahanan dari protes tersebut, serta mantan perdana menteri dan pemimpin oposisi utama Khaleda Zia (78 tahun).
Zia, yang kesehatannya sedang menurun, dijebloskan ke penjara oleh musuh bebuyutannya, Hasina, karena tuduhan korupsi pada 2018.
Nasib Hasina juga belum diketahui. Dia melarikan diri dari negara itu dengan helikopter, kata seorang sumber yang dekat dengan pemimpin yang digulingkan itu kepada AFP.
Media di negara tetangga, India, melaporkan bahwa Hasina telah tiba di pangkalan udara militer dekat New Delhi.
Seorang sumber yang dapat dipercaya menyebut bahwa Hasina ingin "singgah" ke London. Namun rencana tersebut diragukan setelah Pemerintah Inggris menyerukan PBB menggelar penyelidikan mengenai "tingkat kekerasan yang belum pernah terjadi sebelumnya" di Bangladesh.
Bangladesh memiliki sejarah panjang terkait kudeta.
Militer mengumumkan keadaan darurat pada Januari 2007 setelah terjadinya kerusuhan politik yang meluas dan membentuk pemerintahan sementara yang didukung oleh militer selama dua tahun. [ah/rs]