Mahfud Minta Waspadai “Industri Hukum” dalam Penerapan Keadilan Restoratif

Para petugas polisi tampak melindungi diri mereka dengan tameng ketika melakukan pengamanan dalam aksi unjuk rasa penentangan terhadap Undang-undang Omnibus di Jakarta, pada 13 Oktober 2020. (Foto: Reuters/Willy Kurniawan)

Menko Polhukam Mahfud meminta aparat penegak hukum mewaspadai potensi terjadinya jual beli atau “industri hukum” dalam penerapan keadilan restoratif dalam penyelesaian perkara.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD menyambut baik penerapan keadilan restoratif sebagai terobosan dalam mengatasi masalah sistem peradilan pidana. Keadilan restoratif adalah alternatif dalam sistem peradilan yang mengedepankan pelaku dan korban dalam mencari solusi. Namun, ia mengingatkan aparat penegak hukum agar mewaspadai potensi transaksi atau industrialisasi hukum dalam kebijakan ini.

"Mari kita jaga ini semua, agar tidak menjadi proses baru untuk melakukan industri hukum. Nanti bisa dijadikan jual beli, ada cara begini, kita selesaikan, bayar sekian. Itu industri hukum namanya," jelas Mahfud dalam diskusi bertema "Penyamaan Persepsi Aparat Penegak Hukum Terkait Penegakan Hukum Pidana dalam Perspektif Keadilan Restoratif," pada Kamis (4/11).

Mahfud menambahkan perlu koordinasi dan persepsi yang sama antar aparat penegak hukum seperti polisi dan kejaksaan dalam penerapan keadilan restoratif. Tujuannya ada sinergitas antara aparat penegak hukum dalam penanganan kasus pidana.

Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD. (Foto: Humas DIY)

Kata Mahfud, keadilan restoratif ini juga dapat menjadi solusi kelebihan penghuni di lembaga pemasyarakatan di berbagai wilayah Indonesia. Sebab, hukuman penjara masih menjadi model hukuman utama dalam sistem peradilan.

"Kita berharap ini menjadi sarana untuk menyamakan persepsi demi terwujudnya kesamaan paradigma aparat penegak hukum yang responsif terhadap perkembangan teori pemidanaan dan praktik penegakan hukum," tambahnya.

Kata Mahfud potensi industrialisasi hukum pada era digital juga semakin kecil. Sebab, penanganan pidana dapat dikontrol oleh semua orang seiring dengan perkembangan teknologi informasi.

BACA JUGA: Menanti Lahirnya Kembali Sosok Polisi Kebal Suap Seperti Hoegeng

Selain itu, kata Mahfud, paradigma penegakan hukum sekarang telah bergeser dari retributif menuju restoratif. Konsep pemidanaan dalam perspektif keadilan retributif mengacu pada tujuan penjatuhan pidana yaitu pembalasan, pencegahan, dan efek jera serta rehabilitasi.

Dalam konsep ini, negara merupakan satu-satunya pranata yang berwenang untuk menjatuhkan pidana. Sementara itu, perspektif keadilan restoratif menolak gagasan negara sebagai satu-satunya yang berhak menjatuhkan pidana.

Aturan Keadian Restoratif

Anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengatakan kebijakan keadilan restoratif sudah diatur dalam kebijakan internal sejumlah lembaga. Semisal pada 2012, Ketua MA, Menkumham, Jaksa Agung dan Kapolri telah menandatangani Nota Kesepamahaman Bersama tentang Keadilan Restoratif. Selain itu, Mabes Polri, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung masing-masing telah menerbitkan kebijakan internal terkait penerapan keadilan restoratif.

Your browser doesn’t support HTML5

Mahfud Minta Waspadai “Industri Hukum” dalam Penerapan Keadilan Restoratif

"Tentu tidak sempurna dan tidak ideal karena seharusnya soal penerapan keadilan restoratif pengaturannya ada di level undang-undang," jelas Arsul Sani.

Kendati demikian, Arsul Sani tetap mengapresiasi kebijakan internal masing-masing lembaga terkait penerapan keadilan restoratif karena dapat menjadi langkah strategis dalam mengurangi kelebihan penghuni di tahanan.

Menurutnya, keadilan restoratif nantinya juga akan diakomodir dalam revisi sejumlah undang-undang seperti RUU KUHP, RUU Kejaksaan, dan RUU Kepolisian. [sm/em]