Mahkamah Agung AS Hapuskan Aturan yang Larang Napi Berjanggut

Penjara di AS. (Foto: Ilustrasi)

Negara bagian Arkansas melarang narapidana berjanggut dengan alasan keamanan untuk mencegah para narapidana menyembunyikan barang selundupan.

Sebuah kebijakan di negara bagian Arkansas yang melarang narapidana berjanggut melanggar hak agama tahanan yang ingin menumbuhkan janggut sesuai dengan keyakinan agama Islam yang dipegangnya, menurut keputusan bulat Mahkamah Agung AS Selasa (20/1).

Para hakim agung, dengan suara 9-0 dalam kasus yang menarik perhatian publik yang melibatkan narapidana Gregory Holt, menolak alasan negara bagian itu bahwa kebijakan itu diperlukan berdasarkan alasan keamanan untuk mencegah para narapidana menyembunyikan barang selundupan.

Holt, yang ingin menumbuhkan janggut setebal 1 inci (1,3 sentimeter), menjalani hukuman seumur hidup karena perampokan dan serangan domestik di penjara Varner Supermax, menurut Departemen Pemasyarakatan Arkansas. Pada 2005, ia menyatakan bersalah atas dakwaan-dakwaan terpisah yaitu ancaman terhadap putri-putri Presiden saat itu, George W. Bush.

Holt, yang tidak didampingi pengacara saat itu, meminta pengadilan untuk memproses kasusnya dengan memberikan petisi tertulis.

Hakim Samuel Alito menyatakan bahwa pihak negara bagian telah memeriksa pakaian dan rambut dan tidak diberikan alasan sah mengapa mereka tidak memeriksa janggut.

Dalam pernyataan tertulis mewakili para hakim lain, Alito mengatakan "kepentingan penjara dalam menghapus barang selundupan tidak dapat mempertahankan penolakannya untuk mengizinkan permintaan menumbuhkan janggut satu inci."

Holt mengatakan bahwa kebijakan kerapian penampilan dalam penjara di negara tersebut melarang narapidana memiliki rambut di wajah selain "kumis yang terpotong rapi" melanggar hak agamanya yang dijamin oleh undang-undang federal tahun 2000 terkait.

Para pengacaranya mengatakan bahwa lebih dari 40 negara bagian dan pemerintah federal mengizinkan narapidana memelihara janggut serupa.

Eric Rassbach, pengacara dari Dana Becket untuk Kebebasan Beragama, sebuah kelompok hukum hak agama yang mewakili Holt, menyebut putusan itu "kemenangan besar bagi kebebasan beragama." (Reuters)