Jaksa Mahkamah Kriminal Internasional (International Criminal Court/ICC) pada Jumat (3/5) memperingatkan adanya ancaman dan intimidasi yang tidak disebutkan secara spesifik. Ancaman tersebut timbul di tengah adanya laporan yang menyatakan bahwa Israel mengkhawatirkan kemungkinan ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan terkait konflik di Gaza.
ICC yang bermarkas di Den Haag tidak memberikan klarifikasi apakah pernyataan tersebut terkait dengan penyelidikannya terhadap dugaan kejahatan perang yang dilakukan Israel atau Hamas di Gaza dan Tepi Barat.
Kantor Kepala Jaksa ICC, Karim Khan, menyatakan di platform X, yang sebelumnya adalah Twitter, bahwa mereka menyadari adanya "kepentingan publik yang signifikan" dalam tindakan mereka. Namun ia menegaskan komitmen ICC untuk "terlibat secara konstruktif dengan semua pihak yang berkepentingan."
Lembaga tersebut juga menegaskan bahwa "kemandirian dan netralitas pengadilan dapat terancam ketika individu mengancam akan membalas dendam terhadap pengadilan atau stafnya."
"Ancaman semacam itu, meskipun tidak diikuti dengan tindakan nyata, bisa dianggap sebagai pelanggaran terhadap administrasi keadilan ICC," kata pernyataan itu sambil menyerukan agar ancaman itu untuk segera diakhiri.
Kantor Khan menolak untuk mengungkapkan asal ancaman dan jenis penyelidikan yang diperlukan ketika diwawancarai oleh AFP.
Laporan media dari Amerika Serikat (AS) dan Israel menyatakan bahwa jaksa ICC dapat mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap politisi Israel – termasuk Perdana Menteri Benjamin Netanyahu – dan para pemimpin Hamas.
Pada Rabu di platform X, Netanyahu menyatakan bahwa ICC sedang mempertimbangkan untuk mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap pejabat tinggi pemerintah dan militer Israel atas tuduhan kejahatan perang.
"Ini akan menjadi sebuah kejahatan besar dalam sejarah," ujarnya, sambil menuduh bahwa ICC "berusaha untuk mencampuri urusan Israel".
Kantor berita Axios melaporkan Israel memberi peringatan kepada Washington bahwa mereka akan mengambil tindakan balasan terhadap Otoritas Palestina yang bisa mengakibatkan destabilisasi jika ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan.
Axios melaporkan bahwa anggota Kongres AS juga memperingatkan tentang kemungkinan pembalasan dari Washington.
BACA JUGA: Netanyahu: Keputusan ICC Tak Akan Hentikan Israel Capai Tujuan PerangAS mengatakan mereka juga menentang penyelidikan ICC atas tindakan Israel di Gaza, dengan alasan bahwa mereka tidak mempunyai yurisdiksi.
Menentang Segala Ancaman
Baik AS maupun Israel memang bukan anggota ICC tersebut.
Gedung Putih menegaskan kembali posisi tersebut pada Jumat, sambil mengutuk segala ancaman terhadap ICC.
“Kami jelas menentang segala ancaman atau intimidasi terhadap pejabat publik, termasuk pejabat ICC,” kata Sekretaris Pers Gedung Putih Karine Jean-Pierre dalam sebuah pengarahan.
Dia mengatakan bahwa tidak akan memberikan komentar mengenai "apa yang mungkin terjadi ke depan dan apakah kita akan ikut campur jika mereka melanjutkan" tuduhan tersebut.
Pada 2020, pemerintahan Donald Trump memberlakukan sanksi terhadap ICC karena melakukan penyelidikan terhadap Afghanistan. Namun, pemerintahan Biden mencabut sanksi tersebut.
Seorang pakar hukum menyarankan bahwa pernyataan dari Kantor Jaksa (office of the prosecutor /OTP) ICC mungkin berkaitan dengan "penyelidikan yang tengah berlangsung di Palestina," mengingat pernyataan baru-baru ini dari pemerintah Israel tentang "ancaman terhadap Otoritas Palestina sebagai tanggapan atas potensi dikeluarkannya surat perintah penangkapan".
Gabriele Chlevickaite, seorang peneliti di Asser Institute for International Law yang berbasis di Den Haag, menyatakan bahwa tindakan balasan yang dilaporkan oleh Israel ditujukan kepada otoritas Palestina, bukan kepada ICC atau Kantor Jaksa.
Meskipun begitu, dia menyampaikan kepada AFP bahwa "beberapa pernyataan pejabat Israel dapat dianggap sebagai ancaman tidak langsung terhadap pejabat Kantor Jaksa dan, atau, bisa mengganggu penyelidikan."
Your browser doesn’t support HTML5
Chlevickaite menambahkan bahwa hal tersebut tidak hanya melanggar Statuta Roma yang ditetapkan oleh Mahkamah ICC, "tetapi juga merupakan pengabaian terang-terangan terhadap supremasi hukum."
ICC membuka penyelidikan pada 2021 terhadap Israel, serta Hamas dan kelompok bersenjata Palestina lainnya, atas kemungkinan kejahatan perang di wilayah pendudukan Palestina.
Khan mengatakan penyelidikan tersebut sekarang "meluas ke peningkatan permusuhan dan kekerasan sejak serangan (Hamas) yang terjadi pada 7 Oktober 2023".
ICC adalah satu-satunya pengadilan independen di dunia yang didirikan untuk menyelidiki pelanggaran paling serius yang dilakukan oleh tersangka, termasuk genosida, kejahatan perang, dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Sebelumnya, ICC telah mengeluarkan surat perintah kepada para pemimpin negara, yang terbaru adalah kepada Presiden Rusia Vladimir Putin atas invasi ke Ukraina. [ah/ft]