Kasus lima tersangka militan al-Qaida yang diyakini merencanakan serangan teror 9/11di Amerika secara resmi diajukan ke mahkamah militer.
Laki-laki yang mengaku sebagai otak serangan 9/11, Khalid Sheikh Mohammed, dan empat tersangka konspirator lainnya, dapat diancam dengan hukuman mati jika komisi militer Amerika mendapati mereka bersalah atas serangan-serangan itu yang menewaskan hampir tiga ribu orang.
Dalam sebuah pernyataan hari Rabu, Departemen Pertahanan mengatakan kelima tersangka dijadwalkan untuk hadir di pengadilan untuk menjalani sidang perkara dalam 30 hari. Sidang tersebut akan diadakan di pangkalan angkatan laut Amerika di Guantanamo Bay, Kuba, di mana Amerika sudah menyiapkan komisi militer khusus untuk mengadili para tersangka teror.
Kelimanya menghadapi dakwaan berlapis, termasuk terorisme, pembajakan pesawat, konspirasi, menyerang warga sipil, pembunuhan dan pemusnahan properti yang melanggar undang-undang perang.
Para pejabat Pentagon mengatakan mereka telah menyediakan bagi para terdakwa -- yaitu Khalid Sheikh Mohammed, Walid Muhammad Salih Mubarak Bin Attash, Ramzi Binalshibh, Ali Abdul Aziz Ali dan Mustafa Ahmed Adam al Hawsawi -- masing-masing, selain penasihat mereka, pengacara yang berpengetahuan dan berpengalaman khusus dalam kasus hukuman mati untuk membantu dalam pembelaan mereka.
Meskipun demikian, kelompok-kelompok HAM kembali mengecam penggunaan mahkamah militer dan bukan pengadilan sipil. Laura Pitter adalah seorang pengacara dan penasihat kontra-terorisme bagi Human Rights Watch.
Ia mengatakan, “Bukti yang diperoleh melalui penyiksaan masih diperbolehkan dalam beberapa situasi. Penyiksaan bisa menyusup ke dalam sebagian bukti itu akan diizinkan penggunaannya di pengadilan. Sistem di Guantanamo tidak sejalan dengan standar keadilan dalam sdiang perkara yang adil, jadi ini akan mencemarkan setiap putusan yang dijatuhkan.”
Pitter mengatakan hal ini patut disayangkan, mengingat ada opsi lain dalam sistem pengadilan federal Amerika.
Lebih jauh, ia mengatakan, “Sebagian warga Amerika sebenarnya yakin bahwa bahkan orang terjahat sekalipun seharusnya diadili dalam sistem yang adil. Mereka harus diadili dengan sistem yang diakui adil oleh standar internasional dan standar dalam negeri Amerika. Jadi untuk berbuat demikian dalam sistem yang berbeda, sangat tidak masuk akal.”
Presiden Amerika Barack Obama pada mulanya telah berjanji untuk mengadili para tersangka di pengadilan sipil, tetapi ia membatalkannya setahun lalu setelah kongres Amerika mengesahkan undang-undang yang melarang pemindahan para tahanan teror ke Amerika.
Dalam sebuah pernyataan hari Rabu, Departemen Pertahanan mengatakan kelima tersangka dijadwalkan untuk hadir di pengadilan untuk menjalani sidang perkara dalam 30 hari. Sidang tersebut akan diadakan di pangkalan angkatan laut Amerika di Guantanamo Bay, Kuba, di mana Amerika sudah menyiapkan komisi militer khusus untuk mengadili para tersangka teror.
Kelimanya menghadapi dakwaan berlapis, termasuk terorisme, pembajakan pesawat, konspirasi, menyerang warga sipil, pembunuhan dan pemusnahan properti yang melanggar undang-undang perang.
Para pejabat Pentagon mengatakan mereka telah menyediakan bagi para terdakwa -- yaitu Khalid Sheikh Mohammed, Walid Muhammad Salih Mubarak Bin Attash, Ramzi Binalshibh, Ali Abdul Aziz Ali dan Mustafa Ahmed Adam al Hawsawi -- masing-masing, selain penasihat mereka, pengacara yang berpengetahuan dan berpengalaman khusus dalam kasus hukuman mati untuk membantu dalam pembelaan mereka.
Meskipun demikian, kelompok-kelompok HAM kembali mengecam penggunaan mahkamah militer dan bukan pengadilan sipil. Laura Pitter adalah seorang pengacara dan penasihat kontra-terorisme bagi Human Rights Watch.
Ia mengatakan, “Bukti yang diperoleh melalui penyiksaan masih diperbolehkan dalam beberapa situasi. Penyiksaan bisa menyusup ke dalam sebagian bukti itu akan diizinkan penggunaannya di pengadilan. Sistem di Guantanamo tidak sejalan dengan standar keadilan dalam sdiang perkara yang adil, jadi ini akan mencemarkan setiap putusan yang dijatuhkan.”
Pitter mengatakan hal ini patut disayangkan, mengingat ada opsi lain dalam sistem pengadilan federal Amerika.
Lebih jauh, ia mengatakan, “Sebagian warga Amerika sebenarnya yakin bahwa bahkan orang terjahat sekalipun seharusnya diadili dalam sistem yang adil. Mereka harus diadili dengan sistem yang diakui adil oleh standar internasional dan standar dalam negeri Amerika. Jadi untuk berbuat demikian dalam sistem yang berbeda, sangat tidak masuk akal.”
Presiden Amerika Barack Obama pada mulanya telah berjanji untuk mengadili para tersangka di pengadilan sipil, tetapi ia membatalkannya setahun lalu setelah kongres Amerika mengesahkan undang-undang yang melarang pemindahan para tahanan teror ke Amerika.