Pemerintah Malaysia, Senin (26/3), mengusulkan rancangan undang-undang untuk memerangi ‘berita palsu,’ kantor berita AFP melaporkan.
Pelanggaran terhadap undang-undang ini bisa mendapat hukuman 10 tahun penjara, hingga menimbulkan kekhawatiran bahwa pemerintah bertujuan membungkam kritik menjelang pemilihan umum.
Perdana Menteri Malaysia Najib Razak telah menyasar para kritikus dan media yang menyerangnya karena tuduhan korupsi dana besar dari perusahaan pengelola dana milik negara 1MDB. Najid dan 1MDB menyangkal tuduhan tersebut.
Baca: Sulitnya Mencari Fakta Dalam Banjir Informasi
Rancangan undang-undang yang dipaparkan di hadapan parlemen pada Senin, memicu ketakutan bahwa pemerintah sedang meningkatkan penertiban sebelum pemilu, yang harus diselenggarakan pada Agustus. Tapi banyak pihak memperkirakan pemilu akan dilaksanakan lebih cepat.
Anggota parlemen dari kelompok oposisi, Charles Santiago, mengatakan RUU itu adalah "senjata ampuh bagi pemerintah untuk membungkam pembangkang di negara itu."
"RUU ditujukan untuk pemilu dan untuk membungkam diskusi mengenai 1MDB," kata Santiago kepada AFP.
Menurut usulan undang-undang tersebut, orang yang terbukti menciptakan atau menyebarkan berita-berita yang dianggap oleh otoritas sebagai berita palsu bisa dihukum maksimal 10 tahun penjara atau denda hingga 500 ribu ringgit ($130 ribu).
Baca: Mabes Polri dan PPATK Mulai Lacak Data Pemesan Saracen
Berdasarakan RUU ini. para pelanggar dari luar Malaysia yang menyebarkan atau membuat berita yang dianggap otoritas "berita palsu" mengenai Malaysia juga bisa dihukum di Malaysia.
Meski ada kekhawatiran, Menteri Kabinet Wan Junaidi Tuanku Jaafar berkeras UU ini nantinya tidak akan "disalahgunakan." Dia menambahkan "UU ini tidak ditujukan untuk membungkam kritik."
RUU harus disetujui oleh mayoritas dari 222 kursi di Dewan Rakyat dan juga oleh anggota Dewan Negara. Dan kemungkinan RUU ini akan lolos karena kedua dewan dikuasai oleh pemerintah. Sebelum disahkan, RUU harus melalui beberapa kali pembahasan di parlemen.
Malaysia berada di ranking 144 dari 180 negara dalam Indeks Kebebasan Pers Dunia yang dikeluarkan oleh Wartawan Tanpa Batas. [ft/dw]