Perekonomian di Desa Salut, Kecamatan Kayangan, Lombok Utara berangsur pulih. Namun menurut Hartono, kepala desa setempat, kondisinya masih terbatas, tak seperti sebelum gempa akhir Juli lalu. Masyarakat desa yang ada di kaki gunung Rinjani itu secara turun temurun adalah pembuat gula kelapa, minyak kemiri dan pengumpul madu. Mereka juga memanen biji jambu monyet atau jambu mede yang pohonnya tersebar di setiap sudut.
Himpunan Alumni bersama Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Institut Pertanian Bogor (IPB) kini mendampingi masyarakat setempat melalui sejumlah pelatihan. Menurut Hartono, bagi warga Salut pelatihan ini memberi mereka wawasan baru dalam pengembangan usaha rumahan.
Your browser doesn’t support HTML5
“Program-program pelatihan ini kami rasa sangat bagus. Bagi kami, terutama yang berada di daerah-daerah pelosok, ini satu hal yang luar biasa. Karena kami punya potensi, kami ada bahannya, tetapi selama ini belum pernah dikelola. Nah, dengan adanya pelatihan ini kami rasa sangat inovatif untuk masyarakat agar bisa mengembangkan produknya dan lebih bermanfaat,” jelas Hartono.
Hartono menceritakan, warganya hingga kini masih tinggal di hunian sementara, baik tenda plastik maupun gubuk kayu. Program pembangunan rumah dari pemerintah belum berjalan sama sekali. Namun, secara mental masyarakat kini lebih kuat. Mereka mulai beraktivitas seperti biasa, mulai menggarap kebun-kebun dan melakukan pekerjaan yang sempat ditinggalkan selama beberapa bulan.
NTB, Produsen Utama Jambu Mede
NTB adalah salah satu produsen utama jambu mede di kawasan timur Indonesia. Sejumlah perusahaan makanan nasional mengandalkan pasokan dari kawasan itu. NTB mampu memproduksi hingga 20 ribu ton kacang mede pertahun. Lombok memegang peranan penting dalam penyediaan komoditas ini, karena pohon jambu monyet telah ditanam sejak belasan tahun lalu.
Selama ini, masyarakat Salut menjual biji jambu mede basah tanpa diolah. Harganya sekitar Rp 15 ribu sampai Rp 20 ribu per kilo. Padahal dengan pengolahan lebih lanjut, harganya bisa mencapai Rp 150 ribu perkilo. Selain itu, daging buahnya juga dibuang begitu saja karena masyarakat tidak mengerti manfaatnya.
Tio Mahardika dari Himpunan Alumni IPB kini mengajak masyarakat memanfaatkan daging jambu monyet untuk dijadikan sirup. Selain itu, mereka juga diajari untuk mengolah bijinya agar memperoleh harga jual yang lebih baik.
“Sebelumnya daging jambu monyet itu disini dibuang, hanya diambil biji medenya saja. Karena itulah kita mencoba membuat sirup buah jambu monyet. Jadi, program ini dimulai dengan melihat potensi yang ada disini untuk dibuatkan program lanjutan. Setelah ini akan ada kawan lain yang membuat program selanjutnya. Jadi kita seperti membuat pondasi, apa yang ada disini dan cocok untuk ke depan di sektor pertanian dan ekonomi keluarga,” jelas Tio Mahardika.
Tio dan kawan-kawan juga mengajak korban gempa memanfaatkan pekarangan untuk menanam sayur. Hasil panennya sementara ini mampu untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Sektor peternakan juga digarap untuk memberi tambahan kegiatan. Secara psikologis, kegiatan semacam ini mampu mengalihkan perhatian mereka dari masalah. Terutama karena mereka masih harus tinggal di tenda yang sama sekali tidak layak. Kawasan ini juga memiliki potensi produksi minyak kemiri, namun masih terhenti karena rumah produksinya rusak.
“Anak-anak juga masih belajar di tenda karena sekolahnya hancur. Karena itu kita ke sekolah mereka juga untuk mengajari mengelola tanah dengan tanaman dalam polybag,” tambah Ito.
Menko PMK Dorong Percepatan Operasi Risha
Terkait percepatan pembangunan rumah bagi korban gempa, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Puan Maharani berkunjung ke Lombok pada Rabu (21/11) lalu. Dia meninjau pabrik pembuatan panel Rumah Instan Sederhana Sehat (Risha) di Praya, Lombok Tengah.
Untuk mempercepat pembangunan Risha, Puan berdialog dengan Kepala BNPB, Sekda Provinsi NTB, dan Manajer Plan Waskita Beton selalu pelaksana produksi. “Masyarakat sudah memilih model untuk membangun rumahnya. Saat ini sedang dilakukan evaluasi penyediaan panel. Kapasitas pembuatan panel belum sesuai target. Untuk mensiasatinya, sudah ada 8 BUMN karya yang membangun panel, Menko PMK juga mendorong UMKM dan masyarakat NTB untuk menjadi aplikator menyiapkan panel Risha,” kata Puan dalam keterangan resmi Kemenko PMK.
Puan juga mengingatkan pentingnya akuntabilitas dan menghimbau masyarakat menggunakan dana bantuan pemerintah sebaik mungkin. "Akuntabilitas itu penting. Jangan sampai menerima uang tapi tidak untuk membangun rumah, melainkan dipakai untuk yang lain,” lanjut Puan.
Muhammad Ulil Huda, koordinator pengungsi di Kecamatan Pemenang, Lombok Utara menyebut, korban sampai saat ini masih menunggu perbaikan regulasi dari pemerintah. Sosialisasi yang dia terima, masyarakat diminta membuat kelompok, dengan jumlah antara 10-20 keluarga. Melalui kelompok inilah nantinya pertanggung jawaban pemakaian keuangan dana bantuan pemerintah akan dilakukan.
Sejauh yang bisa dilakukan saat ini, kata Ulil Huda, adalah terus melakukan pembersihan puing-puing bangunan. Baru sekitar 20 persen puing bangunan yang bisa dibersihkan karena keterbatasan peralatan. “Saat ini prioritas warga korban gempa adalah hunian sementara. Kami sedang membuatkan Huntara untuk warga prioritas yaitu janda tua, anak yatim, korban yang sakit, atau orang tua jompo dari bahan bambu. Baru selesai tiga rumah kami buatkan,” kata Ulil.
Banyak Relawan Sudah Tinggalkan Lombok
Ulil juga mengeluhkan banyaknya relawan yang sudah meninggalkan lokasi bencana. Meski masih ada yang memiliki program disana, tetapi jumlahnya tidak seperti dulu lagi. Padahal masih banyak program yang harus dilakukan, terutama pembangunan hunian sementara. Ulil sendiri membentuk Gerakan Bangun Kembali Lombok Utara (Gerbang Kita). Mereka membangun hunian sementara berbahan kayu dan bambu, dengan dana pembangunan Rp 5 juta untuk setiap unitnya.
“Mereka butuh terus dibersamai oleh semua pihak. Dengan kebersamaan itulah mereka termotivasi untuk bangkit. Butuh waktu panjang untuk membangun kembali. Kebersamaan ini kami tunggu-tunggu. Kami sebagai penggerak di masyarakat mengharapkan pemerintah terus menyuarakan tentang Lombok. Maaf, Lombok ini aman untuk dikunjungi tetapi Lombok belum 100 persen pulih seperti sedia kala,” jelas Ulil.
Selain hunian sementara, menurut Ulil pengungsi di Lombok kini sangat membutuhkan obat-obatan. Cuaca yang kurang bersahabat telah membuat banyak pengungsi jatuh sakit. [ns/em]