Mantan anggota dewan pembina Partai Demokrat dan pengusaha Siti Hartati Murdaya divonis dua tahun delapan bulan penjara karena kasus penyuapan.
JAKARTA —
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis dua tahun delapan bulan tahun penjara dan denda Rp 150 juta terhadap mantan anggota dewan Pembina Partai Demokrat, pengusaha Siti Hartati Murdaya.
Saat membacakan putusannya Senin (4/2), ketua majelis hakim pengadilan Gus Rizal menjelaskan selaku direktur utama PT Hardaya Inti Plantation dan PT Cipta Cakra Murdaya, Hartati terbukti menyuap mantan Bupati Buol, Amran Abdullah Batalipu, dengan uang Rp 3 miliar.
Uang itu diberikan saat pengurusan perizinan sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) dan Izin Usaha Perkebunan lahan kelapa sawit di Kabupaten Buol, Provinsi Sulawesi Tengah, ujar Gus.
“Menyatakan terdakwa Siti Hartati Murdaya terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagai perbuatan berlanjut. Menjatuhkan pidana oleh karena terhadap terdakwa Siti Hartati Murdaya tersebut dengan pidana penjara selama 2 tahun 8 bulan penjara. Dan pidana denda sebesar Rp 150 juta dengan ketentuan apabila dana tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan penjara,” ujar Gus.
Hartati terbukti melanggar Undang-Undang No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Gus mengatakan, hal yang memberatkan Hartati adalah karena tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Sementara itu, pertimbangan yang dianggap meringankan adalah Hartati dinilai sopan selama dalam persidangan, dan belum pernah dihukum.
Putusan Hartati tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut Hartati dengan pidana penjara selama lima tahun dikurangi masa tahanan, dan denda Rp200 juta subsider empat bulan kurungan.
Atas putusannya itu, Siti Hartati Murdaya dan tim kuasa hukumnya kepada majelis hakim usai pembacaan vonis menyatakan pikir-pikir atas vonis tersebut. Hartati dalam kesempatan itu meminta bantuan Majelis Hakim agar diperbolehkan memeriksakan kesehatannya selama menjalani penahanan.
“Yang mulia saya pikir-pikir dulu (atas putusan itu). Yang ingin saya sampaikan tentang berobat jalan kami yang memerlukan waktu (karena saya masih sakit) diperkenankan berlanjut,” ujar Hartati.
Gus memberikan waktu satu minggu bagi Hartati jika ingin mengajukan banding. Sementara untuk permintaan berobat, majelis hakim menyarankan agar terdakwa berkoordinasi dengan Jaksa Penuntut Umum dan Pengadilan Tinggi.
Salah seorang kuasa hukum Siti Hartati Murdaya, Denny Kailimang, usai persidangan mengatakan status Amran Abdullah Batalipu saat menerima sumbangan dari Hartati adalah bukan sebagai Bupati Buol. Posisi Amran saat itu menurut Denny adalah calon bupati pemilihan kepala daerah kabupaten Buol untuk periode kedua.
“Ia sedang masa cuti (demisioner dari jabatan bupati), untuk mengikuti pencalonan bupati. Kalau demikian, artinya semua sumbangan-sumbangan yang pernah diterima, jatuhnya adalah pidana semua dong,” ujar Denny.
Sebelumnya dalam nota pembelaan, Hartati mengatakan uang Rp 3 miliar yang diberikan ke Amran Abdullah Batalipu tersebut bukanlah suap melainkan bantuan dana kampanye pemilihan kepala daerah Buol 2012. Saat itu, Amran tengah maju sebagai calon petahan. Hartati mengatakaan, pemberian uang itu tidak berkaitan dengan kepengurusan hak guna usaha (HGU) perkebunan.
Hartati adalah anggota Partai Demokrat kesekian yang tersangkut kasus korupsi. Sebelumnya adalah mantan bendahara umum M. Nazarudin terkait kasus suap wisma atlet yang dihukum tujuh tahun penjara di tingkat kasasi Mahkamah Agung, dan anggota DPR Angelina Sondakh yang dihukum 4,5 tahun penjara untuk korupsi anggaran pendidikan.
Selain itu mantan anggota dewan pembina dan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi dalam proyek pembangunan kompleks olahraga di Hambalang oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi.
Saat membacakan putusannya Senin (4/2), ketua majelis hakim pengadilan Gus Rizal menjelaskan selaku direktur utama PT Hardaya Inti Plantation dan PT Cipta Cakra Murdaya, Hartati terbukti menyuap mantan Bupati Buol, Amran Abdullah Batalipu, dengan uang Rp 3 miliar.
Uang itu diberikan saat pengurusan perizinan sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) dan Izin Usaha Perkebunan lahan kelapa sawit di Kabupaten Buol, Provinsi Sulawesi Tengah, ujar Gus.
“Menyatakan terdakwa Siti Hartati Murdaya terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagai perbuatan berlanjut. Menjatuhkan pidana oleh karena terhadap terdakwa Siti Hartati Murdaya tersebut dengan pidana penjara selama 2 tahun 8 bulan penjara. Dan pidana denda sebesar Rp 150 juta dengan ketentuan apabila dana tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan penjara,” ujar Gus.
Hartati terbukti melanggar Undang-Undang No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Gus mengatakan, hal yang memberatkan Hartati adalah karena tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Sementara itu, pertimbangan yang dianggap meringankan adalah Hartati dinilai sopan selama dalam persidangan, dan belum pernah dihukum.
Putusan Hartati tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut Hartati dengan pidana penjara selama lima tahun dikurangi masa tahanan, dan denda Rp200 juta subsider empat bulan kurungan.
Atas putusannya itu, Siti Hartati Murdaya dan tim kuasa hukumnya kepada majelis hakim usai pembacaan vonis menyatakan pikir-pikir atas vonis tersebut. Hartati dalam kesempatan itu meminta bantuan Majelis Hakim agar diperbolehkan memeriksakan kesehatannya selama menjalani penahanan.
“Yang mulia saya pikir-pikir dulu (atas putusan itu). Yang ingin saya sampaikan tentang berobat jalan kami yang memerlukan waktu (karena saya masih sakit) diperkenankan berlanjut,” ujar Hartati.
Gus memberikan waktu satu minggu bagi Hartati jika ingin mengajukan banding. Sementara untuk permintaan berobat, majelis hakim menyarankan agar terdakwa berkoordinasi dengan Jaksa Penuntut Umum dan Pengadilan Tinggi.
Salah seorang kuasa hukum Siti Hartati Murdaya, Denny Kailimang, usai persidangan mengatakan status Amran Abdullah Batalipu saat menerima sumbangan dari Hartati adalah bukan sebagai Bupati Buol. Posisi Amran saat itu menurut Denny adalah calon bupati pemilihan kepala daerah kabupaten Buol untuk periode kedua.
“Ia sedang masa cuti (demisioner dari jabatan bupati), untuk mengikuti pencalonan bupati. Kalau demikian, artinya semua sumbangan-sumbangan yang pernah diterima, jatuhnya adalah pidana semua dong,” ujar Denny.
Sebelumnya dalam nota pembelaan, Hartati mengatakan uang Rp 3 miliar yang diberikan ke Amran Abdullah Batalipu tersebut bukanlah suap melainkan bantuan dana kampanye pemilihan kepala daerah Buol 2012. Saat itu, Amran tengah maju sebagai calon petahan. Hartati mengatakaan, pemberian uang itu tidak berkaitan dengan kepengurusan hak guna usaha (HGU) perkebunan.
Hartati adalah anggota Partai Demokrat kesekian yang tersangkut kasus korupsi. Sebelumnya adalah mantan bendahara umum M. Nazarudin terkait kasus suap wisma atlet yang dihukum tujuh tahun penjara di tingkat kasasi Mahkamah Agung, dan anggota DPR Angelina Sondakh yang dihukum 4,5 tahun penjara untuk korupsi anggaran pendidikan.
Selain itu mantan anggota dewan pembina dan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi dalam proyek pembangunan kompleks olahraga di Hambalang oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi.