Pengadilan Filipina pada Senin (13/11) memerintahkan pembebasan seorang mantan senator yang dipenjara lebih dari enam tahun lalu atas tuduhan narkoba yang menurutnya dibuat-buat untuk memberangus penyelidikannya atas tindakan keras Rodrigo Duterte terhadap narkoba sewaktu ia menjabat presiden.
Parlemen Uni Eropa, beberapa anggota parlemen Amerika, dan sejumlah pakar HAM PBB telah lama menuntut pembebasan Leila de Lima, yang ditahan sebagai senator oposisi pada Februari 2017 dalam apa yang mereka katakan sebagai penganiayaan politik oleh Duterte dan sekutu-sekutunya dan merupakan pukulan besar bagi demokrasi Filipina.
Duterte, yang masa jabatan enam tahunnya yang penuh gejolak berakhir pada Juni tahun lalu, bersikeras bahwa de Lima melakukan kesalahan, dengan mengatakan bahwa sejumlah saksi menyatakan de Lima menerima bayaran dari gembong-gembong narkoba yang dipenjara.
Hakim Pengadilan Negeri Jenderal Gito pada hari Senin membatalkan keputusan sebelumnya dan mengabulkan permintaan de Lima dan empat terdakwa lainnya untuk dibebaskan dengan jaminan sewaktu diadili dalam kasus narkoba terakhir. Dua kasus narkoba lain terhadapnya, yang tidak dapat diajukan banding, telah dibatalkan.
Puluhan pendukung de Lima meneriakkan namanya dan bersorak-sorai di luar ruang sidang setelah keputusan tersebut diumumkan di pinggiran kota Muntinlupa, di mana polisi bersenjata mengawalnya dari tahanan dengan konvoi keamanan.
“Ini benar-benar perasaan yang tidak dapat digambarkan. Kini saya memulai kembali dari nol kehidupan yang telah mereka coba hancurkan,” kata de Lima kepada kantor berita Associated Press tak lama setelah pembebasan dengan jaminannya disetujui. “Ini adalah kebebasan. Ini sangat berharga."
De Lima segera menelepon ibunya yang berusia 91 tahun yang sedang sakit, dan dengan suara pecah ia memberi tahu ibunya bahwa ia akan pulang.
Di hadapan kerumunan kamera TV dan fotografer, de Lima berterima kasih kepada keluarga, pengacara, pendukung, hakim, dan pemerintahan Presiden Ferdinand Marcos Jr. “karena menghormati independensi peradilan dan supremasi hukum.” “Sungguh menyakitkan dipenjara ketika Anda tidak bersalah,” katanya di depan kamera. “Tetapi saya tidak ingin bersedih atau merasa getir hari ini. Ini adalah momen kemenangan, kegembiraan dan juga rasa syukur.”
BACA JUGA: Senator Pengecam Keras Presiden Filipina Lakukan Kampanye Lewat PenjaraTim pengacaranya mengatakan mereka berharap perempuan politisi itu bisa kembali ke rumah pada Senin malam atau Selasa pagi setelah membayar uang jaminan 300.000 peso ($5.357) dan setelah izin polisi dan izin-izin lainnya diperoleh.
“Ini adalah mimpi buruk hak asasi manusia yang panjang dan telah berakhir,” kata pastor Fr. Robert Reyes, pendukung utama de Lima, di pengadilan. “Tetapi masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk memastikan pertanggungjawaban atas apa yang terjadi padanya.”
Sebagai ketua Komisi Hak Asasi Manusia pada tahun 2009, de Lima memimpin penyelidikan atas pembunuhan besar-besaran terhadap para tersangka penyelundup narkoba di bawah pemerintahan Walikota Duterte di kota Davao selatan. Ia gagal menemukan saksi yang bersedia memberi kesaksian di depan umum untuk melawan pemimpin tersebut. De Lima kemudian menjabat sebagai Menteri Kehakiman negara tersebut.
Pada tahun 2016, Duterte memenangkan kursi kepresidenan dengan selisih yang besar dengan platform anti-kejahatan. Pada saat yang sama de Lima terpilih menjadi anggota Senat dan melakukan penyelidikan terhadap upaya Duterte melawan narkoba.
Pihak berwenang ternyata bergerak lebih awal untuk membangun kasus terhadap de Lima. Mereka memperoleh kesaksian dari sejumlah gembong narkoba yang dipenjara, dan kemudian menahan de Lima. [ab/ka]