Ketua DPR Marzuki Alie mengatakan DPR tak mungkin punya ide melakukan korupsi karena pengelola anggaran ada di pihak eksekutif.
JAKARTA —
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Marzuki Alie menyatakan bahwa anggota legislatif tidak mungkin terkait kasus korupsi jika tidak ada janji-janji dari pihak eksekutif atau pemerintah.
Dia juga menyatakan DPR tak mungkin punya ide untuk melakukan apapun lantaran pengelola anggaran ada di pihak eksekutif.
“Memang (kasus korupsi) yang terbanyak (ada di DPR) tetapi penyebab bukan DPR. Harus dicari dong penyebabnya, karena DPR itu kalau tidak bekerja sama dengan eksekutif tidak terjadi (korupsi),” ujarnya, Selasa (17/9).
Komentar Marzuki ini menyusul pernyataan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (16/9) bahwa DPR merupakan lembaga paling korup di Indonesia selama lima tahun terakhir berturut-turut.
Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja mengatakan dibanding negara-negara di Asia Pasifik lainnya, hanya lembaga legislatif Indonesia yang masuk lembaga terkorup.
Menurutnya, berdasarkan data KPK sepanjang 10 tahun terakhir, kalangan terbanyak yang terjerat kasus korupsi adalah anggota dewan, dengan lebih dari 65 orang dipenjara karena korupsi.
“Di lingkup ASEAN yang paling dianggap korup adalah polisi, ini sangat memprihatinkan. Kedua adalah anggota dewan atau parlemen,” ujarnya.
Survei dari Transparency Internasional juga menyebutkan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat merupakan lembaga terkorup kedua setelah kepolisian.
Buruknya reputasi lembaga legislatif Indonesia ini membuat banyak orang alergi terhadap DPR, seperti tercermin dari hasil penelitian Lingkaran Survei Indonesia pada November 2012. Survei tersebut menunjukkan bahwa 56,43 persen responden tak rela anaknya menjadi anggota DPR.
Seorang ibu yang ditemui VOA mengatakan para anggota DPR telah menyalahgunakan wewenangnya sebagai wakil rakyat dan ia takut masuk ke sistem yang telah .
“DPR sekarang hanya mementingkan diri sendiri saja, tidak mau mendengar aspirasi rakyat. Mungkin sekarang ini, sebelum jadi dia berjanji macam-macam kepada rakyat. Tetapi sekarang kenyataannya tidak ada, buktinya belum ada,” ujar ibu bernama Lutfiah tersebut.
Calon anggota legislatif dari Partai Nasional Demokrat, Taufik Basari mengatakan keinginannya terjun ke dunia politik disebabkan justri karena kekhawatirannya dengan kondisi DPR saat ini.
Mantan aktivis Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia tersebut mengatakan berniat melakukan perubahan dari dalam parlemen. Apabila dia terpilih sebagai anggota dewan, ujarnya, kata Taufik ia akan melakukan komunikasi dan sinergi yang baik dengan para aktivis yang masih berada di lembaga swadaya masyarakat.
“Selama ini yang saya lakukan dengan teman-teman itu coba mengkritisi dari luar. Saya selalu berfikir bahwa ketika kita selalu berteriak dari luar tetapi kita tidak bisa membuat perubahan dari dalam itu sulit. Untuk itu saya berfikir bagaimana caranya mencoba melakukan perubahan itu dari dalam,” ujarnya.
Dia juga menyatakan DPR tak mungkin punya ide untuk melakukan apapun lantaran pengelola anggaran ada di pihak eksekutif.
“Memang (kasus korupsi) yang terbanyak (ada di DPR) tetapi penyebab bukan DPR. Harus dicari dong penyebabnya, karena DPR itu kalau tidak bekerja sama dengan eksekutif tidak terjadi (korupsi),” ujarnya, Selasa (17/9).
Komentar Marzuki ini menyusul pernyataan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (16/9) bahwa DPR merupakan lembaga paling korup di Indonesia selama lima tahun terakhir berturut-turut.
Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja mengatakan dibanding negara-negara di Asia Pasifik lainnya, hanya lembaga legislatif Indonesia yang masuk lembaga terkorup.
Menurutnya, berdasarkan data KPK sepanjang 10 tahun terakhir, kalangan terbanyak yang terjerat kasus korupsi adalah anggota dewan, dengan lebih dari 65 orang dipenjara karena korupsi.
“Di lingkup ASEAN yang paling dianggap korup adalah polisi, ini sangat memprihatinkan. Kedua adalah anggota dewan atau parlemen,” ujarnya.
Survei dari Transparency Internasional juga menyebutkan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat merupakan lembaga terkorup kedua setelah kepolisian.
Buruknya reputasi lembaga legislatif Indonesia ini membuat banyak orang alergi terhadap DPR, seperti tercermin dari hasil penelitian Lingkaran Survei Indonesia pada November 2012. Survei tersebut menunjukkan bahwa 56,43 persen responden tak rela anaknya menjadi anggota DPR.
Seorang ibu yang ditemui VOA mengatakan para anggota DPR telah menyalahgunakan wewenangnya sebagai wakil rakyat dan ia takut masuk ke sistem yang telah .
“DPR sekarang hanya mementingkan diri sendiri saja, tidak mau mendengar aspirasi rakyat. Mungkin sekarang ini, sebelum jadi dia berjanji macam-macam kepada rakyat. Tetapi sekarang kenyataannya tidak ada, buktinya belum ada,” ujar ibu bernama Lutfiah tersebut.
Calon anggota legislatif dari Partai Nasional Demokrat, Taufik Basari mengatakan keinginannya terjun ke dunia politik disebabkan justri karena kekhawatirannya dengan kondisi DPR saat ini.
Mantan aktivis Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia tersebut mengatakan berniat melakukan perubahan dari dalam parlemen. Apabila dia terpilih sebagai anggota dewan, ujarnya, kata Taufik ia akan melakukan komunikasi dan sinergi yang baik dengan para aktivis yang masih berada di lembaga swadaya masyarakat.
“Selama ini yang saya lakukan dengan teman-teman itu coba mengkritisi dari luar. Saya selalu berfikir bahwa ketika kita selalu berteriak dari luar tetapi kita tidak bisa membuat perubahan dari dalam itu sulit. Untuk itu saya berfikir bagaimana caranya mencoba melakukan perubahan itu dari dalam,” ujarnya.