JAKARTA —
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat malam menetapkan Mantan Anggota DPR yang juga Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi Hambalang.
Juru Bicara KPK, Johan Budi dalam keterangan persnya di kantor KPK menjelaskan Anas diduga menerima gratifikasi terkait proyek pembangunan pusat pendidikan, pelatihan dan sekolah olahraga nasional di Bukit Hambalang, Bogor, Jawa Barat ketika menjabat sebagai anggota DPR.
KPK lanjut Johan juga akan meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri apakan ada transaksi mencurigakan yang dilakukan oleh Anas.
Terkait nilai hadiah atau gratifikasi yang diterima Anas, Johan mengatakan akan mengeceknya terlebih dahulu. Dia pun enggan menjawab saat ditanya apakah gratifikasi yang diduga diterima Anas itu dalam bentuk Toyota Harrier.
Johan juga menegaskan penetapan Anas Urbaningrum sebagai tersangka tidak ada kaitannya dengan urusan politik. Dia juga membantah adanya intervensi maupun pesanan dari pihak tertentu.
Menurutnya penetapan Anas sebagai tersangka saat ini karena KPK baru menemukan dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan mantan ketua HMI itu sebagai tersangka.
KPK kata Johan juga telah mengajukan surat permintaan cegah keluar negeri untuk Anas.
"Dari pasal yang dituduhkan itu berkaitan dengan penerimaan atau janji yang bersangkutan sebagai anggota DPR. Penerimaan ini adalah penerimaan sesuatu yah bisa dalam bentuk benda, bisa dalam bentuk uang. Bahwa penanganan kasus ini tidak ada kaitannya dengan partai maupun urusan politik," papar Johan Budi.
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Max Sopacua mengaku kaget dengan penetapan Anas Urbaningrum sebagai tersangka oleh KPK. Dia mengaku belum mengetahui langkah apa yang akan diambil partainya pasca penetapan Anas Urbaningrum sebagai tersangka.
Meski demikian, Max menjamin partai pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono ini akan tetap memberikan bantuan hukum kepada Anas.
Max Sopacua mengatakan, "Bahwa Partai Demokrat akan menyiapkan bantuan hukum untuk Anas Urbaningrum karena dia pimpinan dari partai. Jadi kita juga belum tahap berfikir mau apa dan lain-lain karena kita masih terkaget-kaget."
Sementara, peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz mengatakan langkah yang dilakukan KPK harus didukung oleh masyarakat karena tidak menutup kemungkinan adanya serangan politik yang dilakukan oleh kelompok yang mendukung Anas.
Menurut Donal, Anas memiliki kekuatan politik di parlemen yang sangat mungkin mengintervensi proses hukum meski tidak secara langsung.
"Mereka (oknum tertentu di Demokrat, red.) tidak akan bisa masuk ke tahapan hukum, mereka tidak akan masuk ketahapan itu tetapi masuk kepada hal-hal yang sebenarnya secara nyata mengganggu kerja KPK. Budgeting, legislasi, pengawasan dan semacamnya sangat mungkin itu mengganggu kerja-kerja KPK . Maka dukungan publik sangat diharapkan agar KPK tetap konsisten dan terjaga dari intervensi termasuk juga terjaga dari pressure politik dari kelompok-kelompok tertentu," urai Donal Fariz.
Keterlibatan Anas dalam kasus dugaan korupsi proyek Hambalang pertama kali diungkap oleh Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin yang tersandung kasus Wisma Atlet. Nazaruddin berkali-kali mengungkapkan bahwa Anas telah menerima Toyota Harrier dari PT Adhi Karya, BUMN pemenang tender proyek Hambalang.
Nazaruddin juga menuding adanya aliran dana Rp100 milliar dari proyek Hambalang untuk memenangkan Anas sebagai Ketua Umum Demokrat dalam kongres di Bandung pada Mei 2010.
Dalam kasus korupsi Hambalang, KPK telah menetapkan dua tersangka yakni Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng dan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora Deddy Kusdinar.
Juru Bicara KPK, Johan Budi dalam keterangan persnya di kantor KPK menjelaskan Anas diduga menerima gratifikasi terkait proyek pembangunan pusat pendidikan, pelatihan dan sekolah olahraga nasional di Bukit Hambalang, Bogor, Jawa Barat ketika menjabat sebagai anggota DPR.
KPK lanjut Johan juga akan meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri apakan ada transaksi mencurigakan yang dilakukan oleh Anas.
Terkait nilai hadiah atau gratifikasi yang diterima Anas, Johan mengatakan akan mengeceknya terlebih dahulu. Dia pun enggan menjawab saat ditanya apakah gratifikasi yang diduga diterima Anas itu dalam bentuk Toyota Harrier.
Johan juga menegaskan penetapan Anas Urbaningrum sebagai tersangka tidak ada kaitannya dengan urusan politik. Dia juga membantah adanya intervensi maupun pesanan dari pihak tertentu.
Menurutnya penetapan Anas sebagai tersangka saat ini karena KPK baru menemukan dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan mantan ketua HMI itu sebagai tersangka.
KPK kata Johan juga telah mengajukan surat permintaan cegah keluar negeri untuk Anas.
"Dari pasal yang dituduhkan itu berkaitan dengan penerimaan atau janji yang bersangkutan sebagai anggota DPR. Penerimaan ini adalah penerimaan sesuatu yah bisa dalam bentuk benda, bisa dalam bentuk uang. Bahwa penanganan kasus ini tidak ada kaitannya dengan partai maupun urusan politik," papar Johan Budi.
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Max Sopacua mengaku kaget dengan penetapan Anas Urbaningrum sebagai tersangka oleh KPK. Dia mengaku belum mengetahui langkah apa yang akan diambil partainya pasca penetapan Anas Urbaningrum sebagai tersangka.
Meski demikian, Max menjamin partai pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono ini akan tetap memberikan bantuan hukum kepada Anas.
Max Sopacua mengatakan, "Bahwa Partai Demokrat akan menyiapkan bantuan hukum untuk Anas Urbaningrum karena dia pimpinan dari partai. Jadi kita juga belum tahap berfikir mau apa dan lain-lain karena kita masih terkaget-kaget."
Sementara, peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz mengatakan langkah yang dilakukan KPK harus didukung oleh masyarakat karena tidak menutup kemungkinan adanya serangan politik yang dilakukan oleh kelompok yang mendukung Anas.
Menurut Donal, Anas memiliki kekuatan politik di parlemen yang sangat mungkin mengintervensi proses hukum meski tidak secara langsung.
"Mereka (oknum tertentu di Demokrat, red.) tidak akan bisa masuk ke tahapan hukum, mereka tidak akan masuk ketahapan itu tetapi masuk kepada hal-hal yang sebenarnya secara nyata mengganggu kerja KPK. Budgeting, legislasi, pengawasan dan semacamnya sangat mungkin itu mengganggu kerja-kerja KPK . Maka dukungan publik sangat diharapkan agar KPK tetap konsisten dan terjaga dari intervensi termasuk juga terjaga dari pressure politik dari kelompok-kelompok tertentu," urai Donal Fariz.
Keterlibatan Anas dalam kasus dugaan korupsi proyek Hambalang pertama kali diungkap oleh Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin yang tersandung kasus Wisma Atlet. Nazaruddin berkali-kali mengungkapkan bahwa Anas telah menerima Toyota Harrier dari PT Adhi Karya, BUMN pemenang tender proyek Hambalang.
Nazaruddin juga menuding adanya aliran dana Rp100 milliar dari proyek Hambalang untuk memenangkan Anas sebagai Ketua Umum Demokrat dalam kongres di Bandung pada Mei 2010.
Dalam kasus korupsi Hambalang, KPK telah menetapkan dua tersangka yakni Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng dan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora Deddy Kusdinar.