Dua pengunjuk rasa Thailand yang ditahan seuai undang-undang penghinaan kerajaan yang keras akan dibebaskan sementara karena masalah kesehatan yang dipicu oleh aksi mogok makan mereka, kata pengadilan Selasa (7/2).
Tantawan Tutulanon dan Orawan Phupong telah menolak makanan dan air sejak 18 Januari. Aksi itu merupakan sebuah protes untuk mendesak partai-partai politik agar mendukung penghapusan undang-undang lese majeste (kejahatan terhadap kerajaan) yang mencekik di negara itu.
Salah satu undang-undang pencemaran nama baik kerajaan yang paling ketat di dunia itu melindungi Raja Maha Vajiralongkorn dan keluarga dekatnya, dengan beberapa dakwaan yang dapat diancam hukuman 15 tahun penjara.
Pengadilan pidana mengatakan kesehatan penggugat yang memburuk berarti tidak layak lagi bagi mereka untuk tetap ditahan. “Jika ditahan, penggugat bisa kehilangan nyawanya,” kata pernyataan pengadilan.
Pihak rumah sakit mengatakan Senin (6/2) bahwa Tantawan, 21, dan Orawan, 23, telah setuju untuk minum air dan mineral dan dapat berkomunikasi, tetapi kondisi mereka semakin buruk.
Kedua orang itu didakwa dengan pasal lese majeste atas dua protes terpisah di Bangkok pada awal 2022, satu di gedung PBB dan satu lagi di sebuah pusat perbelanjaan, menurut kelompok hak asasi Thai Lawyers for Human Rights (TLHR).
Kedua tahanan itu sebelumnya dibebaskan dengan jaminan tetapi mereka tidak menggunakannya sebagai solidaritas dengan tahanan politik lain yang tetap mendekam di penjara.
Reformasi undang-undang lese majeste dikenal di Thailand sebagai 112 sesuai nomor pasalnya dalam hukum pidana, adalah salah satu tuntutan gerakan protes besar yang turun ke jalan-jalan di Bangkok pada tahun 2020.
Sedikitnya 224 orang telah dituduh atau secara resmi didakwa dengan lese majeste sejak 2020, menurut TLHR.
Thailand saat ini bersiap untuk pemilihan umum yang dijadwalkan pada bulan Mei. [lt/uh]