Sejumlah analis mengatakan masuknya Jerman ke dalam Komando PBB (UNC) pimpinan Amerika Serikat, yang memperluas tugasnya membela Korea Selatan melawan Korea Utara, mencerminkan kekhawatiran di Eropa dan Amerika Serikat akan pecahnya beberapa perang secara bersamaan di seluruh dunia.
Korea Utara minggu ini mengecam keanggotaan Jerman di UNC dan menyebut perluasan itu sebagai upaya AS untuk menciptakan NATO versi Asia, menurut kantor berita pemerintah KCNA.
Langkah ini akan “memperburuk situasi militer dan politik di Semenanjung Korea dan seluruh kawasan," kata KCNA pada Selasa (6/8).
Menanggapi kritik Pyongyang, Kementerian Luar Negeri Jerman mengatakan kepada VOA Korea dalam sebuah pernyataan pada Selasa (6/8) bahwa bergabungnya Jerman dengan UNC "mengirimkan isyarat perdamaian dan stabilitas di Semenanjung Korea, serta memperkuat komitmen di Indo-Pasifik."
Pihak kementerian menambahkan, "Sama seperti negara lain yang ada untuk kita, kita juga ada ketika mereka membutuhkan kita."
BACA JUGA: Yonhap: Pembelot Korut Seberangi Perbatasan Laut ke KorselJerman bergabung dengan UNC pada tanggal 2 Agustus, menjadi anggota ke-18 dari badan yang bertugas menjaga gencatan senjata di Semenanjung Korea selama masa damai. Jika terjadi perang, UNC akan mengoordinasikan pergerakan pasukan dan senjata dari para anggotanya kepada Komando Pasukan Gabungan AS dan Korea Selatan.
Markus Garlauskas, pejabat intelijen nasional AS untuk Korea Utara dari tahun 2014 hingga 2020, mengatakan peran utama UNC adalah mempertahankan Korea Selatan, tetapi "memperluas jumlah negara yang berkontribusi pada UNC, akan membantu meningkatkan daya tangkal ... terhadap eskalasi agresi di seluruh kawasan."
Hal ini sangat penting karena konflik di Semenanjung Korea dapat meningkat menjadi konflik dengan Tiongkok, tambah Garlauskas, yang juga direktur Prakarsa Keamanan Indo-Pasifik di Pusat Strategi dan Keamanan Scowcroft Dewan Atlantik.
Potensi perang
Amerika Serikat memiliki sejumlah pangkalan militer dan sekitar 28.500 tentara di Korea Selatan.
Namun, dengan perang yang berkecamuk di Ukraina dan Gaza, serta ancaman invasi China ke Taiwan, para analis mengatakan penambahan anggota baru di UNC memudahkan AS untuk merespons krisis di tempat lain tanpa harus mengirimkan pasukan tambahan yang mungkin diperlukan untuk mempertahankan Korea Selatan – jika Korea Utara menyerang.
"Militer AS tidak cukup besar untuk melawan berbagai kontingensi di seluruh dunia" dengan sendirinya, kata David Maxwell, wakil presiden Pusat Strategi Asia Pasifik.
BACA JUGA: Rusia dan China Pimpin Gelombang Ancaman 'yang Belum Pernah Terjadi Sebelumnya' terhadap ASKomisi Strategi Pertahanan Nasional AS mengeluarkan laporan pada bulan Juli yang mengatakan AS harus bersiap untuk menghadapi konflik simultan yang dikoordinasikan oleh China dan Rusia, serta melibatkan negara lain seperti Korea Utara dan Iran, yang merupakan sebuah "perang global."
Bruce Bennett, analis pertahanan senior di RAND Corporation, mengatakan, "Semakin banyak kekuatan yang tersedia untuk membantu Korea Selatan, semakin baik bagi AS jika terjadi konflik di Taiwan dan Korea."
Dengan bergabung dengan UNC, "Jerman berharap Korea Selatan juga akan lebih mendukung pertahanan Ukraina terhadap agresi Rusia" dengan mengirimkan amunisi dan senjata lainnya, kata Bennett.
Korea Selatan telah menahan pengiriman senjata jenis mematikan ke Ukraina dan hanya menyediakan senjata yang tidak mematikan.
Urgensi kerja sama Indo-Pasifik
Keanggotaan Jerman di UNC menyusul pertemuan puncak NATO bulan lalu di Washington, di mana aliansi tersebut setuju untuk bekerja sama secara erat dalam hal keamanan dengan negara-negara Indo-Pasifik seperti Korea Selatan, Jepang, Australia, dan Selandia Baru.
Your browser doesn’t support HTML5
Partisipasi Jerman di UNC menunjukkan "langkah nyata" menuju kerja sama pertahanan tersebut, demikian ungkap Garlauskas. Dia mencatat bahwa dukungan Pyongyang dan Beijing terhadap perang Rusia melawan Ukraina "secara langsung mengancam keamanan Jerman."
Jerman, bersama dengan negara-negara anggota NATO lainnya, telah mempersenjatai Ukraina agar dapat mempertahankan diri dari Rusia, yang telah mengancam NATO dengan serangan nuklir. AS dan sekutu-sekutu NATO-nya telah mengutuk China karena mendukung industri pertahanan Rusia dan Korea Utara dengan mengirim amunisi untuk membantu perangnya di Ukraina.
James Przystup, peneliti senior dan ketua cabang Jepang yang mengkhususkan diri dalam manajemen aliansi di Indo-Pasifik di Hudson Institute, mengatakan bahwa Jerman, serta Inggris, Prancis, Belanda, dan Uni Eropa "semuanya telah merilis strategi Indo-Pasifik yang mengakui bahwa stabilitas di kawasan itu sangat penting bagi kemakmuran Eropa."
Negara-negara itu juga telah menyatakan komitmen mereka untuk mendukung tatanan berbasis aturan di Indo-Pasifik, demikian ungkapnya. "Akan tetapi, hal ini masih jauh dari kemunculan NATO Indo-Pasifik." [th/em]