Amerika Serikat tengah menghadapi serangkaian ancaman yang belum pernah terjadi sebelumnya dari beberapa badan intelijen asing, di mana beberapa badan tersebut sedang meningkatkan kerjasama antar lembaga untuk memperoleh keuntungan; demikian menurut sebuah strategi yang baru saja disetujui untuk melawan dampak spionase.
Strategi Kontraintelijen Nasional, yang ditandatangani oleh Presiden AS Joe Biden pada hari Kamis (1/8) menyebut Rusia, China, Iran, dan Korea Utara sebagai pelaku utama ancaman intelijen, dan mengidentifikasi Rusia dan China sebagai "ancaman intelijen yang paling signifikan."
Dokumen itu juga memperingatkan bahwa negara-negara tersebut semakin melancarkan operasi yang lebih agresif – dan bahkan saling bekerja sama, atau bekerja sama dengan pihak lain – untuk melemahkan AS.
Kerja sama di antara musuh
Strategi baru itu memperingatkan bahwa pejabat-pejabat kontra intelijen AS "melihat musuh-musuh utama lebih sering bekerja sama satu sama lain dan meningkatkan ancaman yang mereka timbulkan,” dan menambahkan, "banyak kegiatan intelijen RRC, Rusia, dan Iran yang tidak terdeteksi… Entitas komersial memainkan peran pendukung yang semakin penting," tambahnya.
Dalam beberapa kasus, layanan mata-mata asing beralih ke produk yang tersedia secara luas untuk melakukan pengawasan yang lebih baik atau mengumpulkan data dalam jumlah besar. Sementara pada kasus lain, para mata-mata menggunakan teknologi untuk menyusup ke sistem penting milik pemerintah AS dan entitas swasta.
Strategi itu memaparkan bahwa “Semakin banyak perusahaan komersial yang membanjiri pasar dengan alat penyusup siber berkualitas tinggi, memperluas kelompok aktor [intelijen asing] yang dapat mengancam jaringan dan orang-orang kita.”
Namun para pejabat intelijen AS sebelumnya juga telah memperingatkan bahwa dalam kasus lain, musuh-musuh AS terkadang beralih ke perusahaan swasta untuk menutupi keterlibatan mereka.
Instrumen baru
Awal pekan ini, seorang pejabat intelijen AS memperingatkan bahwa Rusia secara khusus beralih ke perusahaan-perusahaan swasta Rusia dalam upaya mencampuri pemilihan presiden AS yang akan datang.
"Ini termasuk mengalihdayakan upayanya ke perusahaan-perusahaan komersial untuk menyembunyikan tangannya," kata pejabat yang juga menuding Beijing telah menggunakan perusahaan-perusahaan di China, di Timur Tengah dan Amerika Latin untuk mendorong kampanye disinformasi dan melakukan operasi lain untuk mempengaruhi publik.
China dan Rusia telah berulangkali membantah tuduhan semacam itu, dan menuduh balik AS sebagai "penyebar disinformasi terbesar di dunia."
Namun, peringatan akan meningkatnya kerja sama intelijen di antara musuh-musuh utama AS, menggemakan peringatan akan meningkatnya kolaborasi di bidang-bidang lain. Para pejabat AS dan Barat baru-baru ini menuduh Rusia, China, Iran, dan Korea Utara membentuk "Poros Kejahatan" yang baru, yang bekerja sama untuk memasok senjata dan amunisi kepada Rusia untuk melancarkan perang di Ukraina.
Dalam sebuah konferensi pers bulan Juli lalu, Presiden Joe Biden mengatakan "Ini adalah sebuah keprihatinan. Ini adalah kekhawatiran. Bahwa ada China, Korea Utara, Rusia, Iran – negara-negara yang belum tentu terkoordinasi di masa lalu – yang kini mencari cara untuk mencari tahu bagaimana mereka dapat menimbulkan dampak."
"Tidak ada waktu untuk kehilangan," kata seorang pejabat NATO kepada VOA, yang berbicara dengan syarat anonim karena tidak berwenang membahas perluasan kerja sama tersebut. "Ini harus menjadi prioritas utama bagi semua sekutu kami."
Strategi kontraintelijen AS yang baru berusaha memberikan peta jalan bagi badan-badan intelijen AS untuk menghadapi ancaman yang terus meningkat. Sebagian dari strategi tersebut melibatkan investasi dalam teknologi dan program untuk membantu badan-badan intelijen AS mendeteksi plot dengan lebih baik, mengantisipasi ancaman, dan membagikan informasi tersebut secara lebih luas kepada badan-badan pemerintah dan sekutu.
Peran AI
Strategi tersebut juga menyerukan lebih banyak penggunaan kecerdasan buatan, atau AI, untuk mempertahankan diri dengan lebih baik dari kegiatan spionase dan meluncurkan kampanye ofensif yang bertujuan melawan plot asing.
"Badan intelijen dan keamanan asing, serta proksi mereka, terus berupaya memperoleh informasi, teknologi, dan kekayaan intelektual kita yang paling sensitif. Aktor-aktor non-negara juga mengikutinya," tulis Presiden Biden dalam sebuah pengantar untuk strategi kontraintelijen yang baru itu.
Strategi itu, lanjutnya, "memastikan bahwa kita berada dalam posisi yang tepat untuk melawan ancaman intelijen asing." [em/jm]
Forum