Masyarakat Papua di Surabaya Tuntut Tindak Kekerasan Dihentikan

  • Petrus Riski

Mahasiswa Papua di Surabaya menuju gedung Grahadi untuk melakukan unjuk rasa menuntut dihentikannya tindak kekerasan di Papua

Masyarakat Papua di Surabaya melakukan aksi unjuk rasa menuntut dihentikannya tindak kekerasan dan pembunuhan oleh orang yang tidak dikenal di Papua.
Maraknya tindak kekerasan dan pembunuhan yang terjadi di Papua dalam dua bulan terakhir, memicu berbagai aksi unjukrasa dan keprihatinan dari masyarakat serta mahasiswa asal Papua yang ada di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di Surabaya.

Masyarakat dan mahasiswa Papua di Surabaya berunjuk rasa di depan gedung Grahadi, mendesak pemerintah Indonesia untuk segera mengakhiri tindak kekerasan dan pembunuhan di Papua. Mahasiswa asal Papua di Surabaya, Wilson menceritakan, tindak kekerasan dan pembunuhan oleh orang tak dikenal, telah mempengaruhi aktivitas warga Papua yang hidup dalam ketakutan.

“Kondisi terakhir di Papua satu minggu kemarin, setelah insiden Jayapura berdarah, membuat masyarakat tidak nyaman,” ungkap Wilson, seorang mahasiswa Papua di Surabaya.

Upaya menghentikan berbagai konflik kekerasan dan pembunuhan di Papua, telah disuarakan melalui cara damai berupa dialog antara pemerintah pusat dengan warga Papua. Namun dialog yang diadakan pemerintah beberapa waktu yang lalu di Papua, dianggap mengingkari kesepakatan karena tidak melibatkan pihak-pihak yang seharusnya berdialog.

“Dialog itu bukan dengan orang-orang yang sebenarnya, tapi (mereka) buatannya NKRI (Pemerintah Indonesia). Kalau mereka (pemerintah) tahu itu warga Negara (Papua), berarti (mereka, pemerintah) harus mendengar aspirasi masyarakat (Papua),” ungkap Ones Madai, seorang mahasiswa Papua di Surabaya.

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Surabaya, menilai pemerintah telah gagal melindungi warga negaranya, terbukti dengan tindak kekerasan dan pembunuhan yang banyak terjadi di Papua. Aktivis Kontras Surabaya, Fatkhul Khoir mengatakan, pemerintah ikut menjadi pemicu terus berlanjutnya kekerasan di Papua, dengan tidak mau mengakomodasi aspirasi masyarakat Papua.

“Kesimpulan awal kami, kekerasan-kekerasan yang terjadi karena memang ketidakberpihakan pemerintah terhadap rakyat Papua. Tuntutan warga Papua dari dulu adalah meminta adanya dialog untuk menyelesaikan persoalan Papua, dan ini belum juga dilaksanakan,” ungkap Fatkhul Khoir, aktivis KOntras Surabaya. “Proses evaluasi terhadap kebijakan pengamanan di Papua, teruta,a pengusutan tuntas kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu, sampai hari ini belum juga dituntaskan,” tambahnya.

Kasus kekerasan dan pembunuhan di Papua menurut Ones Madai, tidak pernah diselesaikan pengusutannya oleh pemerintah, karena pemerintah justru menganggap masyarakat Papua sebagai kelompok gerakan pengacau keamanan yang menginginkan Papua merdeka.

Ones Madai menambahkan, pemerintah harus mengembalikan keamanan dan kedamaian di Papua, dengan menarik kekuatan militer non-organik di Papua, serta mengedepankan dialog untuk mengungkap semua pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua. “Harapan kami, Polda dan Polri segera bertanggungjawab (atas penembakan tersebut) dan melakukan investigasi kasus ini,” kata Ones Madai.