Sebagian besar masyarakat di Pulau Rempang, Batam, Provinsi Kepulauan Riau, tetap menolak untuk direlokasi meskipun pemerintah telah mulai membangun hunian baru untuk warga yang terdampak dari proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco City. Peletakan batu pertama untuk menandai pembangunan hunian baru berupa empat unit rumah contoh tipe 45 dengan luas maksimal 500 m2 itu di kawasan Tanjung Banon, Pulau Rempang, dilakukan pada Rabu (10/1).
Salah seorang tokoh masyarakat Pulau Rempang, Zubri Abdullah, menegaskan sikapnya tidak akan goyah meskipun contoh hunian baru mulai dibangun Badan Pengusahaan (BP) Batam.
“Dengan adanya pembangunan rumah contoh itu saya rasa salah satu senjata BP Batam untuk meyakinkan masyarakat-masyarakat yang belum mendaftar. Artinya bisa menarik menggoyahkan ketetapan hati masyarakat yang belum daftar,” katanya kepada VOA, Rabu (10/1).
Your browser doesn’t support HTML5
Menurut Zubri banyak masyarakat yang sudah menyatakan keberatan, namun pemerintah seakan tak mendengar kegelisahan dan keluhan dari masyarakat yang terdampak pembangunan Rempang Eco City itu.
“Mereka sudah tahu bahwa kami tidak mau direlokasi. Tapi sepertinya apa yang kami sampaikan baik melalui lisan, medsos, dan video tidak ditanggapi. Belum ada perundingan yang artinya keputusan yang bisa menguntungkan masyarakat. Itu belum ada,” ungkapnya.
Warga: Kami Sambut Investasi, Tapi Jangan Paksa Relokasi
Meskipun demikin Zubri menegaskan bahwa warga di Pulau Rempang tidak menolak masuknya investasi. Mereka hanya menolak jika harus direlokasi dari tanah yang telah mereka tempati sejak lama.
“Kami tidak menolak investasi. Tapi yang kami tolak adalah relokasi. Rempang ini luas dan kampung tua itu tidak begitu besar, bisa diatur menurut saya begitu. Masyarakat tidak terganggu dan investasi tetap jalan. Itu yang kami inginkan,” ujarnya.
“Kami tidak mau digeser setapak pun. Pembangunan silakan tapi jangan di dalam kampung. Jangan ada relokasi,” Zubri menambahkan.
Saat proses peletakan batu pertama pembangunan rumah contoh untuk warga yang terdampak dari PSN Rempang Eco City di Tanjung Banon, Rabu (10/1), sekitar 100 warga juga menggelar aksi unjuk rasa. Wilayah Sembulang menjadi lokasi tahap pertama yang akan dieksekusi. Di wilayah Sembulang terdapat lima kampung tua yang terdampak proyek Rempang Eco City yaitu Blongkeng, Pasir Panjang, Sembulang Hulu, Sembulang Tanjung, dan Sembulang Pasir Merah.
“Kami tidak mau berdiam diri. Kalau kami berdiam diri dianggap pemerintah setuju dengan adanya pembangunan rumah contoh dan Eco City. Jadi kami mengadakan demonstrasi menandakan bahwa kita tidak setuju. Masih ada orang di kampung kami. Ini ungkapan hati kami bahwa kami tidak setuju. Masih menolak,” kata Arief, seorang warga Kampung Tua Sembulang Hulu, Pulau Rempang.
Diwawancarai secara terpisah, Direktur Eksekutif Walhi Riau, Boy Jerry Even Sembiring, membenarkan betapa pemerintah tidak mendengar apa yang menjadi keluhan masyarakat terkait pembangunan proyek Rempang Eco City. “Negara memang tidak meletakkan rakyat dan kepentingan lingkungan hidup sebagai kepentingan utama,” ucapnya kepada VOA, Selasa (9/1) malam.
Padahal sedianya, kata Boy, pemerintah fokus untuk menemukan solusi dan berdialog dengan masyarakat yang menolak untuk direlokasi imbas proyek Rempang Eco City. “Bukan terus berinisiatif melakukan sesuatu yang tidak dicintai rakyat yang berpotensi melahirkan konflik-konflik baru,” katanya.
BACA JUGA: Mencari Jalan Keluar Lempang di RempangKampung Pengembangan Nelayan Maritime City
Lokasi hunian baru di Tanjung Banon itu diberi nama Kampung Pengembangan Nelayan Maritime City yang akan menjadi percontohan di Indonesia sebagai kampung nelayan modern dan maju. BP Batam akan membangun sebanyak 961 unit rumah tipe 45 untuk warga Rempang yang direlokasi.
Kepala BP Batam, Muhammad Rudi, mengatakan pembangunan empat unit rumah contoh di Tanjung Banon merupakan rangkaian dari pengembangan Rempang Eco City. “Ada pergeseran dari masyarakat yang nantinya akan di sini semua. Kira-kira ke depan itu yang akan dibangun untuk masyarakat (Pulau Rempang) di sini,” katanya, Rabu (10/1).
Menurut data dari BP Batam sejak 8 September 2023 hingga 3 Januari 2024 sebanyak 387 kepala keluarga (KK) telah mendaftar untuk direlokasi. Kemudian, dari 387 KK itu sedikitnya 94 KK telah menempati hunian sementara. Lalu, 583 KK lainnya tercatat telah melakukan konsultasi terkait hak-hak yang akan mereka dapatkan. [aa/em]