Kepulan asap putih masih keluar dari kawah gunung Bromo, yang menunjukkan aktivitas vulkanik gunung dengan ketinggian sekitar 2.300 meter dari permukaan air laut ini masih belum reda.
Sejak mengeluarkan material vulkanik pada awal Desember 2015 hingga kini, aktivitas masyarakat, khususnya sektor pariwisata, menjadi terganggu. Kawasan wisata gunung Bromo yang masuk dalam wilayah Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, langsung sepi dari turis domestik maupun mancanegara, ketika status kegunungapian Bromo meningkat.
Penurunan tingkat hunian hotel dan penginapan di Bromo yang mencapai 80 persen, akibat sempat ditutupnya obyek wisaya itu, tidak menyurutkan semangat masyarakat maupun pelaku pariwisata di Bromo untuk kembali bangkit. Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Probolinggo, Digdoyo Djamaluddin mengatakan, erupsi Bromo yang merupakan siklus lima tahunan akan dimanfaatkan menjadi daya tarik wisata, khususnya untuk melihat keindahan asap letusan yang keluar dari dalam kawah Bromo.
Your browser doesn’t support HTML5
“Ini fenomena langka siklus lima tahunan sekali, kalau momen ini eman-eman (sayang) kalau tidak dimanfaatkan. Jadi peluang dibalik erupsi ini betul-betul nanti peluangnya apa, ya nanti peluangnya bisa the best exotic smoke in the world, artinya kita mendapat predikat kepulan asap terbaik di dunia,” kata Digdoyo Djamaluddin.
Material vulakanik yang keluar dari kawah Bromo seringkali membentuk berbagai karakter, seperti harimau, wayang, elang, payung, hingga munculnya pelangi sesaat setelah dentuman dan kepulan asap keluar dari kawah.
Digdoyo Djamaludin berharap kawasan wisata gunung Bromo tetap dibuka untuk umum, dengan tetap mematuhi jarak aman yang bisa diakses oleh pengunjung. Kunjungan wisatawan ke gunung Bromo untuk melihat fenomena erupsi, diyakini akan menjadi daya tarik baru Bromo sebagai destinasi wisata.
“Harapan saya bahwa Bromo ini tetap dibuka, jadi kawasan wisata tetap dibuka asalkan di radius aman yang telah ditentukan, itu saja harapan saya seperti itu. Jadi kalau kelihatan dibuka artinya orang bisa kesini, bisa melihat. Malah harapan saya ini kalau bisa, kepulan asap ini ya tiap bulan,” lanjutnya.
Keyakinan masyarakat suku Tengger terhadap gunung Bromo sebagai tempat tinggal leluhurnya, menjadi salah satu alasan masyarakat tetap beraktivitas seperti biasa, meski abu vulkanik gunung Bromo masih menyebar ke berbagai arah.
Sesepuh masyarakat suku Tengger, Supoyo menegaskan, erupsi gunung Bromo tidak akan menimbulkan kerusakan maupun kerugian pada masyarakat, sehingga masyarakat tidak akan berhenti beraktivitas di kawasan Bromo.
“Masyarakat Tengger itu yakin bahwa Bromo ini adalah sebagai tempat leluhur. Artinya yakin bahwa Bromo tidak akan memberikan musibah pada anak cucunya. Jadi aktivitas tetap berjalan normal, jadi yang penunggang kuda juga tetap (bekerja), kemudian jeep juga tetap beraktivitas,” kata Supoyo.
Semburan abu vulkanik dari kawah Bromo justru dianggap berkah oleh masyarakat, meski abu dan pasir sempat menghujani area pertanian maupun perkebunan warga. Supo, petani Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo menuturkan, aktivitasnya sebagai petani tetap berjalan seperti biasa. Warga tidak terpengaruh adanya hujan abu, maupun suara gemuruh dari kawah gunung Bromo.
“Oh gak ada pengaruh sama sekali, tambah subur pertanian di orang Tengger sini. Itu bisa dilihat sendiri kan subur-subur gak ada yang mati, pokoknya subur semua. Pokoknya ya apa yang kerjanya setiap hari itu, malah-malah kalau cari rumput di belakangnya Bromo situ, bawa sepeda motor, gak ada pengaruh apa-apa, tidak takut, kenapa takut karena mulai kecil seperti ini,” kata Supo.
Keindahan gunung Bromo saat erupsi menjadi daya tarik wisatawan lokal maupun asing, yang datang untuk mengabadikan peristiwa langka ini menggunakan kamera foto maupun video. Purwo Subehi, wisatawan asal Pekalongan mengaku tertantang mengunjugi gunung Bromo saat erupsi, meski sebelumnya sudah pernah mengunjungi gunung yang terkenal dengan lautan pasirnya itu.
“Justru malah menjadi tantangan tersendiri seperti itu. Baru kali ini pernah melihat gunung yang erupsi seperti itu. Kalau dulu kan sampai ke kawahnya,” jelas Purwo Subehi. [pr/lt]