Sebanyak 64 guru penggerak daerah terpencil hari Minggu (24/5) dilepas oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan di Balairung kampus UGM untuk mengajar di berbagai sekolah di kabupaten Puncak propinsi Papua. Mereka telah lolos dari seleksi dan penyaringan dari 400 pelamar yang berasal dari berbagai propinsi di Indonesia.
Menteri Anies Baswedan mengatakan banyaknya minat terhadap guru penggerak di daerah terpencil menunjukkan masih banyaknya anak-anak Indonesia yang peduli sesama. Karena itu ia mengapresiasi pihak-pihak yang mewujudkan inisiatif itu.
“Kita mengapresiasi lebih banyak lagi lingkungan pemerintah, swasta maupun kampus yang ikut memikirkan pendidikan di seluruh Indonesia. Juga, buat anak-anak kita ini meyakinkan kita bahwa masih banyak anak-anak Indonesia yang peduli, banyak sekali inisiatif untuk mengirimkan anak-anak ke tempat-tempat yang secara infrastruktur belum baik,” ujarnya.
Your browser doesn’t support HTML5
DR. Bambang Purwoko, ketua Kelompok Kerja Papua Universitas Gajah Mada yang menginisiasi pengiriman guru-guru ke Papua, mengharapkan kedatangan para guru itu memotivasi guru-guru yang sudah ada di kabupaten Puncak. Mereka mengajar dengan kontrak 2 tahun yang bisa diperpanjang.
“Diharapkan guru-guru yang kami kirim dari berbagai daerah di Indonesia ini akan memotivasi guru-guru local yang tadinya kurang bersemangat, termasuk meng-upgrade kompetensinya dengan proses belajar bersama. Mereka mendapatkan kompensasi 5 juta rupiah per-bulan, asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan dan tambahan biaya hidup dalam bentuk natura yang nanti ada bantuan dari bupati, DPRD maupun pejabat setempat,” tambahnya.
Bupati Puncak Willem Wandik mengatakan, sebelumnya sudah dikirim sebanyak 40 guru dan menunjukkan hasil yang menggembirakan.
”Program yang pertama membuat pendidikan sudah tinggi sekali, sudah kelihatan (hasilnya) apalagi dengan yang direkrut ini ke sana pasti luar biasa. Pertama dulu 33 guru kita kirim kesana dan saat ini mereka masih ada disana. Dulunya itu hanya untuk guru-guru SD dan SMP. Nah sekarang sudah kita siapkan lagi dengan SMA,” katanya.
Para guru penggerak daerah terpencil itu umumnya ingin mengabdikan diri untuk memajukan pendidikan di Papua, seperti halnya Mulyadi (22) asal Sulawesi Selatan yang pernah mengajar di wilayah terpencil kabupaten Gowa. Ia siap mengajar matematika di sebuah SD di distrik Pakoma.
Mulyadi mengatakan, “Yang paling penting itu bagaimana mengabdikan diri kami kepada anak didik kami, apalagi Papua itu sangat menantikan guru-guru. Makanya kami rela dengan mengabdikan diri supaya Papua bisa maju.”
Hermince Natalia Kondokamo (24) lulusan Universitas Cenderawasih di Jayapura sangat antusias mengajar di wilayah pegunungan di papua seperti halnya kabupaten Puncak yang kalah maju dibandingkan wilaya pantai.
“Saya melihat ini merupakan salahsatu pelayanan kemanusiaan, apalagi di Papua. Di Papua itu saya melihat pendidikan menjadi masalah utama. Karena apa, masyarakat saya di sana belum memahami bahwa pendidikan itu sangat penting bagi kehidupan. Saya juga melihat adanya keterbatasan guru di sana. Nah itu salah satu motivasi saya untuk bisa mengabdikan diri untuk berbagi apa yang saya punya untuk saudara-saudara saya di pegunungan (di Papua),” katanya.
Wahyu Ardi Umbaro (31) yang sudah menjadi kepala sekolah pada kelompok SD dan SMP Swasta di Solo Jawa Tengah juga tergerak hatinya untuk ikut mengabdikan diri bagi pendidikan di Papua.
”Yang terutama bagi saya adalah pengabdian dan pelayanan, melayani saudara-saudara kita di sana (Papua) itu saja bagi saya,” kata Wahyu.